Kekejaman Oknum Paspampres

KAPAN SIDANG Kasus Imam Masykur Digelar? Bakal Ungkap Fakta Dugaan Penjualan Obat Ilegal di 60 Toko

Kapan jadwal sidang kasus Imam Masykur, korban pembunuhan oleh oknum Paspampres?

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Musahadah
Kolase Surya.co.id
Sidang kasus Imam Masykur Bakal Ungkap Fakta Dugaan Penjualan Obat Ilegal di 60 Toko? 

SURYA.CO.ID - Kapan jadwal sidang kasus Imam Masykur, korban pembunuhan oleh oknum Paspampres?

Imam Masykur, pemuda asal Aceh yang bekerja di Jakarta dengan berjualan obat dan kosmetik, telah menjadi korban penculikan dan pembunuhan oleh oknum Paspampres.

Sebelum dihabisi, para oknum Paspampres itu diketahui sempat meminta tebusan Rp 50 juta kepada keluarga Imam Masykur.

Penculikan dan pembunuhan Imam Masykur itu juga dikaitkan dengan penjualan obat ilegal yang diduga dilakukan oleh korban bersama komunitasnya di Jakarta.

Baca juga: KELAKUAN Oknum TNI Penculik dan Pembunuh Imam Masykur Terkuak, Terkait Mafia Penjualan Obat Ilegal?

Melansir Serambi News, kasus tewasnya Imam Masykur dikaitkan dengan adanya dugaan penjualan obat ilegal bahkan turut dibenarkan oleh Analis Militer/Mantan Kabais, Soleman Ponto.

Melalui wawancara langsung yang ditayangkan dalam kanal YouTube Metro TV, Kamis (31/8/2023), Soleman Ponto membenarkan hal itu.

"Saya sependapat dengan itu," katanya membenarkan soal adanya sindikat penjualan obat-obatan ilegal di balik tewasnya Imam Masykur

Eks Kepala Badan Intelijen Strategis ini mengatakan, Imam Masykur yang diduga menjual obat ilegal itu diketahui oleh Praka Riswandi Manik dan rekannya. 

Praka Riswandi Manik dkk kemudian menyamar sebagai anggota polisi dengan menggunakan atribut lengkap untuk menjalankan aksinya.

Mereka menculik Imam Masykur lalu meminta tebusan lantaran sang korban diduga berjualan obat-obatan ilegal, meskipun mereka sendiri tidak saling kenal satu sama lain.

"Saya punya informasi juga bahwa di balik ini ada sindikat penjualan obat terlarang yang beredar.

Jadi mereka menjual obat terlarang, karena mereka menjual itu, yang ini (Riswandi Manik) tau makanya dia pakai baju polisi, menyamar sebagai polisi untuk memeras, meminta bagian dari penjual obat obat terlarang ini, begitu," tegasnya.

Saat ditanya tentang seberapa besar sindikat penjualan obat ilegal ini, Soleman Ponto mengungkap bahwa terdapat kurang lebih 60 toko penjualan obat ilegal yang sudah tersebar di Jakarta. 

Fakta mengejutkan lainnya adalah, dimana seluruh penjual obat ilegal itu adalah warga Aceh. 

"Data yang saya punya itu cukup besar, jadi diperkirakan toko, inikah toko. Toko-toko itu yang masuk informasi kepada saya minimal 60 toko tersebar di seluruh jakarta, ini sindikatnya orang Aceh semua yang ini," sambungnya. 

Imam Masykur disebut mengedarkan Tramadol sebelum menjadi incaran oknum Paspampres.
Imam Masykur disebut mengedarkan Tramadol sebelum menjadi incaran oknum Paspampres. (Kolase Surya.co.id)

Tak hanya itu, Soleman Ponto juga mengungkap cara kerja para sindikat penjual obat ilegal ini di Jakarta, dimana ada peran seorang bos kemudian merekrut para perantau yang mengalami kesulitan ekonomi.

Para perantau kemudian ditawarkan untuk menjual obat ilegal hingga akhirnya mereka terjerat dalam sistem tersebut.

Kalau sudah masuk pada sistem itu, sambung Soleman Ponto, di siniliah peran tentara menjadi tukang tagih jika mereka tidak memberikan setoran dari hasil penjualan.

"Kalau sudah masuk di sistem itu, penagihan inilah yang menyangkut si tentara ini menjadi tukang tagih, kalau yang penjual ini tidak mau membayar," tandasnya. 

Baca juga: APA Tramadol? Diduga Obat Ilegal yang Dipasarkan Imam Masykur Sebelum Tewas di Tangan Praka Riswandi

Sidang Kasus Imam Masykur Bakal Memberlakukan Peradilan Konseksitas?

Peradilan koneksitas dinilai menjadi jalan tengah dalam menyelesaikan kasus penculikan dan pembunuhan warga Aceh itu.

Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho mengatakan bahwa kasus ini mempunyai dua latar belakang penyertaan.

Pertama, tiga pelaku dari TNI pada dasarnya tunduk pada peradilan militer.

Kedua, pelaku dari kalangan sipil tunduk pada peradilan umum.

Dengan melihat dua latar belakang tersebut, peradilan koneksitas dinilai menjadi jalan tengah guna menyelesaikan kasus ini.

"Kalau memang ada dua kompetensi antara peradilan umum dan peradilan militer, maka seyogyanya kalau kita lihat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah masuk peradilan koneksitas," kata Hibnu dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Rabu (30/8/2023), dikutip dari Kompas.com.

Dalam kasus ini, dorongan peradilan koneksitas disebut sebagai bentuk dari asas cepat dan asas sederhana.

Hibnu menyebut proses peradilan akan berjalan lama apabila pelaku dari TNI dan pelaku dari kalangan sipil diadili sendiri-sendiri.

Oleh karena itu, peradilan koneksitas pun dinilai ideal diterapkan dalam kasus ini.

Imam Masykur disebut simpan rahasia dan sudah diintai oleh pelaku sejak lama.
Imam Masykur disebut simpan rahasia dan sudah diintai oleh pelaku sejak lama. (Kolase Surya.co.id)

"Sehingga peradilannya menjadi satu ketika ada saling menjadi saksi tidak menjadikan suatu peradilan yang berbeda," tegas Hibnu.

Hibnu menambahkan, dalam penyelenggaraan peradilan, TNI menganut konsep lex specialis yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dengan kata lain, pelaksanannya diatur sendiri dengan melihat dari kacamata subyek.

Sedangkan peradilan umum melihat sebuah kasus dari sisi subyek dan obyek.

Menurut Hibnu, dengan terlibatnya warga sipil dalam kasus ini, peradilan koneksitas menjadi tepat untuk dilaksanakan.

"Sehingga asas cepat ketemu, obyektifitas ketemu, dalam suatu pembuktian juga mudah karena saling menjadi saksi dan terdakwa dalam kasus dugaan pemerasan atau pun pembunuhan yang sedang dituduhkan," imbuh Hibnu.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved