Berita Viral
Sosok Deni Iskandar, Pemuda Muslim Anak Penjual Kopi yang Belajar Agama di Vatikan, Kisahnya Viral
Inilah sosok Deni Iskandar, pemuda muslim yang nekat terbang ke Vatikan untuk belajar ilmu antar agama. Kisahnya viral
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
Mereka tinggal di Desa Montor, Kecamatan Pagelarang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Setelah diceraikan suaminya, ia memutuskan mandiri dan menantang hidup.
Keputusan itu tidak mudah, diawali dengan membantu penjual nasi di Tanah Abang, Jakarta.
Untuk itu, ia harus merelakan Deni Iskandar di kampung dan si bungsu yang masih kecil yang dibawa serta bertarung nasib di Tanah Abang, Jakarta.
Deni Iskandar ditinggal di desa Pandeglang bersama kakak perempuan Iyot.
Mengingat masa depan kedua anaknya masih panjang, Iyot yang aslinya dari Pandeglang, Banten, ingin bertaruh untuk memperbaiki nasib.
Ketika ada kesempatan untuk mandiri, pada tahun 2001, Iyot menggadaikan tanah keluarganya untuk dapat membeli kios kecil sederahana di Tanah Abang.
Keputusan ini sangat mengkhawatirkan keluarga kandungnya, khawatir jika tanah itu akan terbang selamanya.
Namun, single parent ini tidak mau menyerah dengan nasib.
Kios kecil dan sederhana itu digunakan untuk jualan kopi serta nasi.
Ia berjualan kopi 24 jam full. Ia dibantu saudaranya.
Selama 21 tahun, ia menjual kopi dari harga mulai Rp 2.000 per gelas hingga Rp Rp 3.000. Harga yang normal untuk di pasar Tanah Abang.
Hebatnya, meski kerja 24 jam, ia tidak lupa menenuaikan kewajiban agamanya.
Alhasil, hasil kerja kerasnya selama tiga tahun mampu menebus tanah keluarga yang digadaikan seharga 15 gram emas pada waktu itu.
Iyot tidak mau bermain-main dengan hidupnya. Dirinya hanya ingin anaknya berpendidikan dan menjadi pegawai negeri.
Meski berkekurangan secara materi, Iyot menolak uang sebesar Rp 350.000 pemberian anaknya, Deni Iskandar yang nekat putus sekolah dan memilih jadi kernet truk.
“Uang itu dilempar oleh emak di depan saya. Emak tidak mau terima uang hasil jerih payah saya. Beliau menghendaki saya bisa meraih Pendidikan tinggi. Itu terjadi tahun 2011,” ujar Deni Iskandar.
Selama berjualan di Tanah Abang, Iyot telah menyaksikan pasar terbesar di Jakarta itu dilalap si jago merah sebanyak tiga kali.
Kerasnya kehidupan dan kemiskinan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi keluarga Iyot.
Ia dan anak-anaknya dapat hidup karena tekad bajanya.
Ia menyadari arti kemiskinan dan anak-anaknya dididik untuk tidak malu dengan kemiskinan.
Baju baru bagi keluarga hanya ada pada waktu datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Iyot bercita-cita ingin anaknya bisa belajar setinggi mungkin dan menjadi pegawai negeri.
"Saya sangat tahu bagaimana perjuangan emak saya sebagai tulang punggung keluarga. Beliau tidak mau anak-anaknya mengalami kepahitan hidup seperti dirinya," ucapnya.
"Emak sudah mengalami naik turunnya gelas di dapur kopinya dari yang hanya dua gelas per hari hingga 200 gelas satu hari satu malam. Sangat mudah dihitung berapa perolehan seharinya," imbuhnya.
"Tetapi hari tidaklah selalu bersahabat dengan emak dan rejeki selalu ada takarannya. Namun, banting tulang emak menjadi daya dorong yang tiada hentinya bagi saya,” lanjut Deni Iskandar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.