Berita Pasuruan

PUSAKA Mohon ke MA Untuk Tolak Permohonan PK Terpidana Kasus Tambang Ilegal di Gempol Pasuruan

PUS@KA mengajukan permohonan penolakan PK yang diajukan terpidana Andrias Tanudjaja dalam kasus tambang ilegal di Gempol, Pasuruan.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Galih Lintartika
Direktur PUS@KA, Lujeng Sudarto. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan Publik (PUS@KA) mengajukan permohonan penolakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana Andrias Tanudjaja (AT) dalam kasus illegal minning atau tambang ilegal.

PUS@KA mengirimkan surat Nomor 31/PUSAKA/VIII 2023 ke Mahkamah Agung pada Selasa (15/8/2023) pagi.

AT diketahui mengajukan PK atas putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur Nomor 101/PID.SUS-LH/2023/PT SBY.

Dalam putusan itu, hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun dan denda Rp 35 miliar.

Putusan tersebut, jauh lebih berat dibandingkan putusan AT yang divonis di Pengadilan Negeri (PN) Bangil dalam nomor perkara 388/Pid.B/LH/2022/PN Bil.

Saat itu, hakim menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 25 miliar subsider 3 bulan. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 75 miliar.

“Kami memohon kepada Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia untuk menolak atau tidak mengabulkan permohonan PK dari saudara Andrias Tanudjaja,” kata Lujeng Sudarto, Direktut PUS@KA, Selasa.

Lujeng mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang bisa dijadikan hakim untuk menolak PK, terdakwa kasus pengerusakan lingkungan melalui aktifitas pertambangan ilegal di Gempol, Pasuruan.

Ia menguraikan, perbuatan melawan hukum AT dengan melakukan operasional tambang ilegal selama 4 tahun tersebut, telah berdampak pada kerusakan lingkungan (ekosistem) yang parah.

Selain itu, terjadi kerusakan infrastruktur jalan yang berat. Sehingga, tidak ada alasan apapun untuk mengabulkan PK dalam perkara ini. Jika upaya PK AT ini dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk.

“Ini tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat, dan juga tidak akan memberi efek jera terhadap praktik-praktik pertambangan ilegal yang masih banyak terjadi di Kabupaten Pasuruan dan umumnya di Jawa Timur,” urainya.

Menurut Lujeng, penolakan atau tidak dikabulkannya upaya PK dari AT akan berdampak pada tumbuhnya public trust (kepercayaan publik) terhadap lembaga peradilan, dan ini bagian dari penyelamatan lingkungan jangka panjang.

“Kami juga memiliki catatan kejanggalan dari upaya PK yang diajukan oleh AT, dan ini harus diperhatikan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia agar tidak mengabulkan upaya PK tersebut,” paparnya.

Pertama, kata Lujeng, setelah banding ditolak, pihak terdakwa tidak mengajukan kasasi, sedang pihak JPU awalnya telah mengajukan kasasi. Namun, setelah batas waktu habis, JPU melakukan pencabutan perkara kasasi.

Lujeng menilai, ini hanya modus dan terbukti dengan munculnya permohonan PK oleh AT, dua bulan setelah pencabutan perkara kasasi. Proses PK berjalan dengan sangat cepat dan tidak wajar.

“Proses permohonan PK, pemberitahuan PK, penerimaan memori MK dan penyerahan memori PK tercatat di hari yang sama yakni 19 Mei 2023. Ini aneh, karena biasanya prosesnya itu bisa memakan waktu panjang,” ungkapnya.

Di samping itu, selama proses persidangan, Lujeng mengetahui sendiri perilaku terdakwa yang tidak merasa bersalah sama sekali telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah ini.

“Terdakwa berlindung pada kekuatan oknum tanpa merasa terdakwa adalah mastermind atau aktor intelektual yang sebenarnya. Sejak awal kegiatan illegal mining menggunakan kedok perumahan prajurit,” terangnya.

Fakta ini terpaparkan, terbukti dan juga menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim untuk membuat putusan di dalam proses persidangan di PN Bangil dan juga PT Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Kami menduga, permohonan PK tersebut, ada upaya mengaburkan fakta hukum sebenarnya, dengan berdalih AT adalah korban yang sama sekali tidak mengetahui adanya tindak pidana yang dituduhkan,” sambungnya.

Lujeng meyakini, AT adalah aktor intelektual yang sebenarnya dalam tindak pidana ini. Ia memohon kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan juga para aparat penegak hukum lainnya untuk bersama-sama mengawal.

Sekaligus memantau dan memberikan atensi terhadap proses upaya hukum PK yang diajukan AT, sehingga semua proses bisa berjalan sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jangan sampai praktik mafia hukum, interfensi negatif dan gratifikasi mengubah putusan berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana penambangan ilegal yang dilakukan terstruktur dan terorganisir dengan baik,” tutup Lujeng.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved