BELA Brigjen Asep Guntur yang Mundur Imbas Penetapan Tersangka Kabasarnas, Pegawai KPK Tuntut Ini

Pengunduran diri Brigjen Asep Guntur Rahayu sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, diprotes anak buahnya.

Editor: Musahadah
kolase tribunnews
Pengunduran diri Brigjen Asep Guntur sebagai Direktur Penyidikan imbas polemik penetapan tersangka kepala Basarnas, diprotes pegawai KPK. 

SURYA.CO.ID - Pengunduran diri Brigjen Asep Guntur Rahayu sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, diprotes anak buahnya.

Seperti diketahui, Brigjen Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri setelah KPK meminta maaf atas polemik penetapan Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Brigjen Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri karena merasa tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi penindakan KPK. 

Namun pengunduran diri Brigjen Asep Guntur Rahayu itu justru diprotes para pegawai di Kedeputian Penindakan KPK.

Dalam suratnya, mereka menuntut para pimpinan KPK meminta maaf kepada publik karena telah menyebut tim penyelidik khilaf dalam melakukan OTT terhadap oknum TNI aktif seperti yang disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Baca juga: BIODATA Brigjen Asep Guntur yang Mundur seusai KPK Minta Maaf Imbas Penetapan Tersangka Kabasarnas

Para pegawai KPK pun turut menuntut Johanis meralat pernyataannya dimaksud.

Tuntutan ketiga, para pegawai di Kedeputian Penindakan meminta pimpinan bertanggungjawab atas polemik yang terjadi dengan cara mengundurkan diri.

"Pengunduran diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK maupun pegawai KPK," bunyi surat pegawai, dikutip Sabtu (29/7/2023).

Berikut isi surat pegawai Kedeputian Penindakan KPK yang ditujukan kepada pimpinan KPK dan Dewan Pengawas:

Yth. Pimpinan KPK

cq. Dewas KPK

 Bersama dengan email ini, kami atas nama pegawai KPK khususnya yang berada di bawah naungan Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, menyikapi merebaknya isu pengunduran diri Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu selaku Plt. Deputi Penindakan KPK dan Direktur Penyidikan KPK.

Kami menyatakan tetap memberikan dukungan kepada Brigjen Asep Guntur Rahayu untuk bertahan dan berkarya bersama dengan kami dalam pemberantasan korupsi melalui lembaga KPK yang kita jaga dan banggakan bersama.

Brigjen Asep Guntur Rahayu merupakan senior, abang, dan orang tua kami di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Brigjen Asep Guntur senantiasa memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan kepada kami yang seringkali menemui hambatan dan kesulitan dalam bertugas bahkan beliau sering memberikan solusi jitu untuk keluar dan survive dari masalah yang dihadapi baik di lapangan yang meliputi teknis dan taktis maupun direktif melalui kebijakan strategis yang beliau kuasai dan ditularkan kepada bawahannya secara tulus dan ikhlas.

Seperti yang diketahui bersama, pada April 2023, atas amanah dan kepercayaan yang diberikan oleh negara melalui Pimpinan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu ditunjuk menjadi Plt (pelaksana tugas) Deputi Penindakan dan Eksekusi sampai dengan ada pejabat definitif yang mengisi jabatan tersebut. Beliau bukan meminta atas jabatan tersebut kepada negara ataupun Pimpinan KPK karena beliau sadar betul konsekuensi apa saja yang akan dihadapinya di dalam jabatan tersebut sekalipun pelaksana tugas.

Dalam dua hari terakhir ini, baik publik maupun pegawai KPK dikagetkan dengan pemberitaan atas 3 (tiga) peristiwa yang kontradiktif dan regresif, yaitu:

1. Pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2023 pukul 19.30 WIB, salah satu wakil ketua KPK yaitu Sdr. Alex Marwatta mengumumkan kepada publik bahwa Kabasarnas menjadi Tersangka atas kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas berikut tersangka lainnya baik swasta maupun oknum militer.

Pada momen ini, terjadi suatu kebanggaan dan pujian serta dukungan baik oleh publik maupun internal KPK atas capaian prestasi dalam pengungkapan kasus korupsi.

2. Pada hari Jumat tanggal 28 Juli 2023, salah satu wakil ketua KPK yaitu Sdr. Johanis Tanak melakukan press conference dan menyampaikan kepada media dan wartawan yang meliput bahwa tim penyelidik KPK "khilaf" dan "lupa" dalam melakukan tangkap tangan terhadap oknum TNI aktif.

Baca juga: Novel Baswedan Kritik KPK Minta Maaf ke TNI, Sebut Pimpinan KPK Tak Tanggung Jawab soal OTT Basarnas

Pada momen ini, terjadi suatu kebingungan dan keheranan serta tanda tanya besar baik di kalangan publik maupun internal KPK atas apa alasan dan hal yang melatar belakangi pernyataan Sdr. Johanis Tanak tersebut.

3. Pada hari Jumat tanggal 28 juli 2023, tidak beberapa lama pasca kejadian kedua, beredar pemberitaan di media yang bisa diakses publik yaitu terkait adanya pengunduran diri Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu selaku Plt. Deputi Penindakan KPK sekaligus Direktur Penyidikan KPK dimana seluruh tanggung jawab atas perkara Basarnas seolah-olah hanya ditangan dan keputusan beliau seorang.

Pada momen ini, terjadi suatu hal mengagetkan dan mengecewakan baik di kalangan publik maupun internal KPK. Di kalangan publik yang awam, tentu muncul serangkaian prasangka negatif dan pertanyaan retoris bahkan sinis atas peristiwa tersebut, sedangkan di kalangan internal KPK khususnya pegawai dan lebih khususnya lagi pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, terjadi demoralisasi dan mosi tidak percaya dengan kredibilitas serta akuntabilitas  pimpinan KPK yang seakan lepas tangan, cuci tangan bahkan mengkambinghitamkan bawahan.

Sebagai output atas tiga peristiwa diatas, kami sebagai "grass root" di tubuh penindakan KPK sangat prihatin atas pernyataan salah satu pimpinan KPK yang terkesan menyalahkan petugas/tim lapangan atas hasil kerja kerasnya yang telah bersusah payah mengorbankan keselamatan diri, waktu, tenaga dan pikiran untuk mengharumkan nama KPK sebagai salah satu lembaga pemberantas korupsi terbaik dan berintegritas di negeri ini.

Beberapa pertanyaan tumbuh dalam benak kami:

1) Bukankah penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspos perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yg menganut asas collective colegial?

2) Mengapa kami yang bekerja dengan segala daya upaya dan keselamatan kami jadi taruhan namun kami juga yang menjadi pihak yang disalahkan?

3) Apakah pantas seorang pimpinan lembaga sebesar KPK yang dipercaya publik mengeluarkan statement seperti itu?

Atas dasar hal tersebut, kami memohon dan meminta dengan hormat kepada Pimpinan KPK selaku pengayom, pembina dan atasan kami untuk dilakukan audiensi dengan pimpinan KPK pada hari Senin tanggal 31 Juli 2023 pada tempat yang kondusif dan waktu yang menyesuaikan kesediaan pimpinan.

Adapun tuntutan kami adalah sebagai berikut:

a) Permohonan maaf dari pimpinan kepada publik, lembaga KPK dan pegawai KPK;

b) Meralat pernyataan yang telah disampaikan kepada publik dan media; dan

c) Pengunduran diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK maupun pegawai KPK.

Mengingat urgensinya audiensi tersebut, besar harapan kami untuk pelaksanaannya tidak ditunda dengan alasan apapun terlebih terkait dengan kepercayaan publik yang perlu dijaga dan bussiness process pada penyidikan perkara korupsi suap di Basarnas.

Demikian email kami, besar harapan kami untuk permohonan audiensi kami dengan pimpinan KPK dapat dijembatani dan direalisasikan.

Salam,

Pegawai KPK pada Kedeputian Penindakan KPK.

Pengunduran Diri Brigjen Asep Guntur  

Brigjen Asep Guntur Rahayu. Direktur Penyidikan KPK yang mundur imbas polemik penetapan tersangka kepala basarnas.
Brigjen Asep Guntur Rahayu. Direktur Penyidikan KPK yang mundur imbas polemik penetapan tersangka kepala basarnas. (kolase tribunnews)

Pengunduran Brigjen Asep Guntur Rahayu dilakukan setelah KPK meminta maaf karena telah menyalahi ketentuan dengan menetapkan Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka. 

Berikut isi pesan yang disebut dikirimkan Brigjen Asep Guntur melalui aplikasi pesan singkat:

"Assalamualaikum selamat malam Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian struktural KPK

Baca juga: PROTES Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi Usai Jadi Tersangka Korupsi: Saya Masih Militer Aktif

Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran Pom TNI beserta PJU Mabes TNI di mana kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan dan sudah dipublikasikan di media

Sebagai pertanggungjawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan PLT Deputi Penindakan dengan ini saya mengajukan pengunduran diri karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan PLT Deputi penindakan (surat resmi akan saya sampaikan hari Senin)

Percayalah Bapak Ibu apa yang saya dan penyelidik penyidik dan penuntut umum melakukan semata-mata hanya dalam rangkaian penegakan hukum untuk memberantas korupsi

Terima kasih

Salam anti korupsi."

Seperti diketahui, penetapan tersangka terhadap Marsdya Henri Alfiandi dianggap TNI menyalahi ketentuan yang berlaku yaitu UU nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko mengatakan OTT dan penetapan tersangka pada pejabat Basarnas menyalahi ketentuan yang ada.

Hal ini berujung pada KPK meminta maaf kepada TNI dan mengakui telah melakukan kekhilafan.

Permintaan maaf tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu (OTT KPK) tim mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan."

"Bahwasanya manakala ada yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," kata Johanis Tanak dikutip dari tayangan Facebook Tribunnews.com.

Pihaknya mengatakan hal itu mengacu pada aturan lembaga peradilan, sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 tahun 1970, disebutkan ada 4 lembaga peradilan yang menangani proses hukum.

Yakni peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan peradilan agama.

"Dan ketika ada melibatkan militer maka sipil harus menyerahkan kepada militer," lanjutnya lagi.

"Di sini ada kekeliruan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI."

"Sekiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan."

"Ke depan kami akan berupaya bekerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain, dalam upaya menangani pemberantasan tindak pidana korupsi," kata dia.

Setara Institute:  Marwah KPK Runtuh

Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan keberatan TNI atas suatu proses hukum, tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi.

"Dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum. Jika pun TNI tidak sepakat dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan," ujar Hendardi dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023). 
Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum.

Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer.

Jadi, tidak ada tafsir lain kecuali bahwa KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut.

Norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya. Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum.

"Ketidaksamaan di muka hukum dan privilege hukum bagi anggota TNI harus diakhiri. Presiden dan DPR selama ini terus gagal atau digagalkan untuk menuntaskan reformasi UU Peradilan Militer," kata Hendardi.  

Peristiwa klarifikasi dan permintaan maaf atas penetapan tersangka anggota TNI, suatu tindakan hukum yang sah dan berdasarkan UU, adalah puncak kelemahan KPK menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen.

KPK memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum sebagaimana amanat Konstitusi.

Peristiwa ini juga menunjukkan supremasi TNI masih teramat kokoh, karena meskipun tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, korps TNI pasti akan membela dan KPK melepaskannya.

Peragaan ketidakadilan dalam penegakan hukum ini harus diakhiri. Presiden dan DPR tidak bisa membiarkan konflik norma dalam berbagai UU di atas terus menjadi instrumen ketidakadilan yang melembaga.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setara Institute: Marwah KPK Runtuh, Ralat Penetapan Tersangka Rusak Rasa Keadilan Publik

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved