Anak Petinggi GP Ansor Dianiaya
UPDATE Nasib Mario Dandy usai Rafael Alun Ogah Tanggung Restitusi Rp 120 Miliar, Keuangannya Terkuak
Nasib Mario Dandy Satriyo diperkirakan akan semakin sulit setelah sang ayah, Rafael Alun Trisambodo tak mau menanggung restitusi
SURYA.CO.ID - Nasib Mario Dandy Satriyo diperkirakan akan semakin sulit setelah sang ayah, Rafael Alun Trisambodo tak mau menanggung restitusi yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap korban David Ozora.
Seperti diketahui, dalam kasus penganiayaan David Ozora, Mario Dandy diminta membayar restitusi Rp 120 miliar yang telah diajukan LPSK.
Restitusi RP 120 miliar itu sebagai ganti rugi atas kehilangan kekayaan, pergantian biaya perawatan medis atau psikologis, serta penderitaan.
Terkait hal ini, Rafael Alun sebagai ayah Mario Dandy memilih cuci tangan.
Hal ini terungkap dalam pesan tertulis Rafael Alun yang dibacakan kuasa hukum Mario Dandy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2023).
Baca juga: MENTAL David Ozora Terganggu Usai Dianiaya Mario Dandy, Hakim Minta Rafael Alun Dihadirkan Untuk Ini
"Yang terbaru kami mendapat surat dari rutan KPK, dari ayah Mario Dandy. Kalau boleh, kami meminta izin untuk membacakan suratnya," ujar penasihat hukum Mario, Andreas Nahot, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2023).
Ketua Majelis Hakim Alimin Ribut Sujono kemudian menanyakan keterkaitan surat itu dengan jalannya persidangan.
"Surat dari orangtuanya?" tanya hakim.
"Dari ayahnya," jawab Andreas. "Kaitannya soal apa?" tanya hakim lagi.
"Restitusi, Yang Mulia," timpal Andreas.
Hakim Alimin kemudian mempersilahkan Andreas membacakan surat itu di muka sidang.
Dalam pembacaan surat yang berlangsung hampir tiga menit, ada salah satu pesan yang berisi tentang penolakan Rafael selaku orangtua Mario untuk menanggung restitusi yang dibebankan kepada sang anak.
Rafael menilai sang anak sudah dewasa, sehingga bisa membayar restitusi secara mandiri.
"Selanjutnya tentang restitusi, yang disampaikan pihak keluarga korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menjadi keputusan keluarga kami, apabila nanti ada putusan dalam hukum anak kami Mario Dandy Satriyo untuk membayar restitusi, maka kami mohon agar dapat diputus sesuai hukum yang berlaku, yang utama terkait kesediaan kami sebagai orang tua untuk menanggung restitusi," kata Andreas ketika membacakan surat dari Rafael.
"Kami menyampaikan bahwa dengan berat hati kami tidak bersedia untuk menanggung restitusi tersebut, dengan pemahaman bahwa bagi orang yang telah dewasa maka kewajiban membayar restitusi ada pada pelaku tindak pidana," sambung dia.
Lebih lanjut, Rafael mengaku tidak bisa menanggung biaya restitusi karena seluruh asetnya telah disita KPK.
"Bahwa benar sikap kami pada awal kejadian perkara ini berkehendak membantu tanggungan biaya pengobatan korban, sehingga kami memberanikan diri untuk menawarkan bantuan biaya pengobatan korban, namun saat ini kami mohon untuk dipahami kondisi keuangan teraktual keluarga kami yaitu sudah tidak ada kesanggupan serta tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan dari segi finansial," kata Andreas.
"Aset-aset kami sekeluarga dan rekening sudah diblokir oleh KPK dalam rangka penetapan saya sebagai tersangka sebuah tindak pidana dugaan gratifikasi," lanjut dia.
Adapun sebelumnya perihal biaya restitusi LPSK telah membeberkan bahwa total restitusi yang diajukan terkait kasus penganiayaan David Ozora mencapai ratusan miliar rupiah.
"Total penghitungan kewajaran LPSK Rp 120.388.911.030," kata Ketua Tim Penghitung Restitusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdanev Jova di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023)
Total Rp 120 miliar itu terdiri dari tiga komponen, yakni: ganti rugi atas kehilangan kekayaan, pergantian biaya perawatan medis atau psikologis, serta penderitaan.
Di antara tiga komponen tersebut, penderitaan memperoleh nilai tertinggi, yaitu Rp 118 miliar.
"Terkait penderitaan 50 miliar (yang diajukan keluarga korban), tim menilai bukti kewajaran 118 miliar 104 juta sekian," ujar Jova.
Kemudian komponen ganti rugi atas kehilangan kekayaan yang dimohonkan Rp 40 juta, tim LPSK memberikan nilai kewajaran Rp 18.162.000.
Adapun komponen pergantian biaya perawatan medis atau psikologis dari Rp 1.315.545.000, tim menilainya menjadi Rp 1.315.660.000.
Komponen penderitaan memiliki nilai terbanyak karena kondisi David yang menderita difuse axonal injury yang tidak menyebabkan cacat permanen.
Berdasarkan proyeksi penghitungan rumah sakit nilai perawatan yanh diperlukan selama setahun mencapai Rp 2,18 miliar.
Kemudian mengingat hanya 10 persen yang sembuh, tim kemudian menghitung perkiraan jangka waktu.
"Merujuk dari umur, ini data BPS Provinsi DKI Jakarta, rata-rata hidup itu 71 tahun. Kemudian 71 tahun ini dikurangi dengan umur korban 17 tahun. Artinya ada proyeksi selama 54 tahun korban ini menderita," katanya.
Dari 54 tahun itu, kemudian tim LPSK mengalikan dengan Rp 2,18 miliar yang diperoleh dari Rumah Sakit Mayapada, tempat David dirawat.
"Dan hasilnya adalah 118.104.480.000 rupiah," ujarnya.
Rafael Alun Minta Kesempatan Kedua
Di bagian lain, Rafael Alun Trisambodo mengungkapkan bahwa kejadian yang menimpa anaknya menjadi pukulan bagi keluarganya.
"Mengingat proses hukum yang dijalani anak kami Mario Dandy Satriyo selaku terdakwa saat ini sudah sampai proses pembuktian yaitu giliran anak kami Mario Dandy Satriyo mempergunakan haknya. Selaku terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan dan setelah berdiskusi dengan keluarga," kata Rafael Alun.
Rafael Alun melanjutkan intinya yang dapat pihaknya sampaikan bahwa anaknya Mario Dandy Satriyo tidak mempergunakan haknya untuk menghadirkan orang tua sebagai saksi yang meringankan.
"Bahwa kejadian ini juga memberikan pukulan bagi keluarga kami. Anak kami Mario Dandy Satriyo selaku terdakwa harus terhenti studinya dari Universitas Prasetya Mulia yang masih muda dan begitu banyak cita-cita dan harapan kami kepadanya," tulis Rafael Alun.
Dikatakan Rafael Alun cita-cita anaknya harus terhenti akibat kasus yang saat ini tengah dihadapi.
"Pun anak kami ingin mewujudkan cita-citanya menjadi anak bangsa yang berkarya, dan mengabdi darma baktikan dirinya untuk negeri," ungkapnya.
"Namun demikian semua rencana harus berputar haluan karena anak kami senantiasa berkomitmen sedapat mungkin koperatif sangat menghormati semua proses hukum ini," sambungnya.
Ia berharap atas apa yang terjadi kepada Mario Dandy, anaknya bisa diberikan kesempatan kedua.
"Semoga ada kesempatan kedua bagi anak kami serta diberikan ruang untuk menjadi pribadi yang lebih baik," tutupnya.
Ayah David Minta Hukuman Mario Ditambah

Sebelumnya, Ayah David, Jonathan Latumahina, memberikan pernyataan menohok andai Mario Dandy Satriyo tak bisa membayarkan restitusi.
Jonathan meminta Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menambah masa kurungan sebagai pengganti.
"Kalau kami, ikut aturan yang berlaku saja. Restitusi itu salah satu dari penegakan hukum. Jadi dari keluarga simpel saja, kalau dia enggak mau bayar, ya ganti kurungan saja," kata dia di PN Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Oleh karena itu, Jo, sapaan akrab Jonathan, enggan memusingkan soal sanggup atau tidaknya Mario dalam membayarkan restitusi.
Kalau memang pihak Mario merasa nilai restitusi tak wajar alias terlalu tinggi, menurutnya penambahan masa tahanan bisa menjadi solusi terbaik.
"Harapan kami ketika nilai (restitusi) terlalu berat atau tidak masuk akal, ganti pakai kurungan tidak masalah," tegas dia.
Untuk diketahui, Mario Dandy Satriyo merupakan anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo.
Mario menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda (19) yang menyebut AG (15) yang dulu merupakan kekasihnya mendapat perlakuan tidak baik dari korban.
Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas.
Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma.
Shane dan AG ada di TKP saat penganiayaan berlangsung.
Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Baca juga: Hakim Minta Rafael Alun dan Istri Hadiri Sidang, Bahas Restitusi yang Harus Dibayar Mario Dandy
Kini, Shane dan Mario sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan ditahan di ruang Lembaga Pemasyarakatan (LP) Salemba, Jakarta Pusat.
Menurut jaksa, Mario Dandy telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 355 KUHP Ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke-2 Pasal 76 C juncto Pasal 50 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Shane juga didakwa dengan dakwaan serupa. Ia didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap D bersama Mario Dandy dan anak AG.
Shane didakwa Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider 355 KUHP Ayat 1 juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP atau ke-2 Pasal 76 C juncto Pasal 80 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: Restitusi Penganiayaan D Jadi Perdebatan, Akankah Mario Dandy Lolos dari Tanggung Jawab Rp 120 Miliar?
Khusus AG, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah memvonis AG dengan hukuman penjara 3,5 tahun.
Hakim menyebut, AG terbukti bersalah karena turut serta melakukan penganiayaan berat dengan perencanaan terlebih dahulu terhadap D.
Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ayah D: Kalau Mario Dandy Enggak Sanggup Bayar Restitusi, Ganti Kurungan Penjara Saja!" dan Tribunnews berjudul LPSK Ajukan Restitusi David Rp 120 M, Rafael Alun: dengan Berat Hati Kami Tidak Bersedia Menanggung
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.