Berita Surabaya

Saksi dari Madura Hadir di Sidang Kasus Korupsi Sahat Tua Simanjuntak, Hakim Datangkan Penerjemah

6 saksi penerima dana hibah Pokmas asal Madura dihadirkan ke sidang korupsi dana hibah dengan terdakwa Wakil DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Situasi sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Wakil DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak di PN Tipikor Surabaya, Jumat (16/6/2023). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menggelar sidang korupsi dana hibah pokok masyarakat (pokir) dengan terdakwa Wakil DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, Jumat (16/6/2023).

Pada persidangan kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 6 saksi penerima dana hibah Pokmas asal Madura. Itu dilakukan untuk memperkuat dakwaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa.

Dari sejumlah saksi tersebut, tiga orang saksi ternyata tak bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia.

Untuk menyiasati kendala bahasa, Ketua Majelis Hakim Dewa Suardita mendatangkan Ahmad Firdaus, Camat Robotal, Kabupaten Sampang, untuk membantu menjadi penerjemah.

"Ini saksi tidak paham dengan pertanyaan jaksa, jadi tolong diterjemahkan dulu pak camat," ujar hakim Dewa Suardita dalam persidangan yang digelar di ruang Candra PN Tipikor Surabaya.

Tiga saksi yang membutuhkan bantuan penerjemah di antaranya Fuadi, Supriyadi dan Sadek.

Ketiga saksi tersebut, mengaku pernah satu kali bertemu Ilham Wahyudi alias Eeng, terpidana dalam kasus ini.

Masing-masing saksi mengaku pernah dimintai menyerahkan KTP ke Eeng. Semua saksi bersedia, lantaran Eeng janji membangunkan fasilitas umum di dekat masing-masing rumah mereka.

Saksi Fuadi membeberkan pernah dijanjikan dibangunkan jembatan di sungai yang jaraknya sekitar setengah kilo dari rumahnya.

Pemilik Pokmas Asirotul tersebut, juha mengaku tidak mengetahui syarat administrasi cara mengajukan dana hibah melalui aspirator anggota dewan. Ia ketika itu hanya diminta menyerahkan KTP.

Beberapa bulan kemudian, Fuadi diajak Eeng pergi ke Bank Jatim. Fuadi melihat petugas bank menyerahkan uang sebanyak Rp 180 juta. Saksi diberi uang Rp 1 juta, sementara sisanya dibawa Eeng.

"Engkok olle pesse sejutah," kata Fuadi.

Gelak tawa sempat pecah di ruang persidangan. Bahkan, perangkat sidang juga terlihat tak kuasa menahan tawa saat mendengarkan keterangan saksi itu.

Diakui saksi, pembangunan jembatan memang terlaksana. Saksi sempat menjadi kuli proyek tersebut dengan mendapat upah sehari Rp 90 ribu. Namun, ia tak paham hal-hal merinci seperti kualitas bahan material yang digunakan maupun ukuran lebar jembatan itu.

Kesaksian Supriyadi, pemilik Pokmas Madu Sari tak jauh berbeda. Hanya modal KTP, tahu-tahu beberapa bulan kemudian diajak Eeng mengambil uang Rp 98,8 juta di Bank Jatim. Kasusnya sama, Supriyadi juga diberi Rp 1 juta, sisanya dibawa Eeng.

Sepengetahuannya, dana puluhan juta tersebut digunakan Eeng untuk membangun plengsengan.

"Saya dapat Rp 1 juta, uangnya buat belanja anak istri," ujar Supriyadi yang keterangannya diartikan ke Bahasa Indonesia.

Sementara, saksi Sadek pemilik Pokmas Saur Sepuh mengatakan pengalamanya tidak jauh berbeda dengan dua saksi sebelumnya. Hanya dimintai KTP dana Rp 90 juta untuk akad pembangunan jalan makadam dekat rumah cair. Hampir seluruh uang saat itu dipegang Eeng.

Sedangkan saksi Sadek dan Zubaidi sebagai bendahara Pokmas Saur hanya diberi duit masing-masing Rp 500 ribu. Para saksi mengaku tak menyangka setelah pekerjaan jalan makadam selesai, ternyata terjadi masalah.

Kasus yang menjerat Sahat Tua Simanjuntak bermula dari Abdul Hamid yang merupakan Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Sampang, Madura pada tahun 2015 sampai 2021, dan Ilham Wahyudi yang merupakan adik ipar Abdul Hamid sebagai koordinator lapangan dana hibah Pokir.

Dalam surat dakwaan sebelum dana hibah cair, ada kesepakatan ijon fee antara terdakwa Sahat dengan Abdul Hamid selaku kepala desa.

Sahat Tua Simanjuntak meminta ijon fee sebesar 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah. Sedangkan Abdul Hamid mengambil 10 persen sebagai uang hasil hibah tersebut.

Dari perjanjian tersebut, Sahat Tua Simanjuntak sudah menerima uang suap sebanyak Rp 39,5 miliar.

Sahat Tua Simanjuntak didakwa dua pasal. Pertama Pasal 12 huruf a dan kedua adalah Pasal 11 undang-undang tindak pidana korupsi.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved