PEMILU 2024

Mantan Caleg Blak-blakan Bicara Money Politics, Termasuk Beli Nomor Urut ke Partai

Semua partai sudah pasti menolak cerita itu, meskipun tidak pernah bisa menghentikan  cerita umum di masyarakat, baik dari pelaku maupun penerimanya.

|
Editor: Suyanto
antara
ILUSTRASI COBLOSAN PEMILU - Seorang warga mencelupkan jarinya ke tinta pemilu usai melakukan pencoblosan 

SURYA.co.id I JAKARTA - Isu money politics, bayar mahar pencalegan, hingga serangan fajar jelang pencoblosan selalu saja mengiringi proses pemilu, tak terkecuali pada tahapan proses Pemilu 2024 yang sedang berjalan saat ini.tao

Semua partai sudah pasti menolak cerita itu, meskipun tidak pernah bisa menghentikan  cerita yang menggelinding luas di masyarakat. Baik  cerita dari pelaku maupun penerimanya.

Cerita money politics  memang gampang didengar di mana-mana, tapi sulit dipertontonkan bukti formalnya, apalagi untuk di bawah ke pengadilan.

Cerita money politik kali ini muncul dari seorang pelaku. Seoang mantan (caleg dari sebuah partai besar saat maju di dapil 9 DKI Jakarta, di Pemilu 2014.

Ia mengawali cerita politik yang dilakukannya, juga dilakukan para caleg lain dalam perebuatan suara konsituen.

"Namanya kita sudah menjadi caleg ya yang sudah ditetapkan di DCT (Data Calon Tetap) itu, terus kita terjun di masyarakat, saya bisa meyakini dan menyatakan 99 persen caleg-caleg tersebut pasti tidak bisa menghindari money politic terhadap konstituennya," kata mantan caleg itu, kepada Tribunnews.com, Kamis (8/6/2023).

Baca juga: Ini Ajaran Megawati untuk Ganjar, Ungkap Kekuatan Mahadahsyat: Itu Saya Alami

Ia menuturkan, praktik pemberian dari caleg terhadap konstituennya itu dapat dilakukan melalui berbagai macam bentuk.
"Ada yang dalam bentuk rupiah. Ada yang bentuk sembako. Ada hadiah. Macam-macamlah," katanya.

"Termasuk mereka si bakal caleg ini meminta ke salah satu tim sukses untuk dibukakan satu kegiatan yang melibatkan stakeholder banyak, dan dia menyiapkan uang untuk akomodasi itu sendiri. Konsumsinya, atau ada yang kita bikin dalam bentuk apa, materil, apa sarung. Itu caleg yang ngeluarin," sambungnya.


Praktik tersebut, katanya, kerap terjadi setelah memasuki tahap DCT. Di mana persaingan demi persaingan terjadi, baik antar internal partai dan caleg dari partai lain.

"Di situ memang kita mulai menggunakan berbagai macam cara sesuai dengan kemampuan kita untuk mempengaruhi masyarakat itu supaya mau kepada apa yang kita tuju, menjadi anggota dewan," ucapnya.

Serangan Fajar

Ia mengungkapkan, satu di antara beberapa bentuk dari praktik politik uang terhadap konstituen, yakni kerap disebut serangan fajar.
Terkait serangan fajar itu, ia menjelaskan, adanya praktik memberikan uang kepada sejumlah pemilih untuk memilih caleg tertentu, beberapa jam sebelum Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibuka.

Baca juga: Spanduk Ganjar Pranowo Mendadak Meriah di Sidoarjo

"Jam 07.00 pencoblosan. Itu jam 04.00 atau jam 03.00 itu sudah ditunggu itu serangan itu. Itu yang melakukan bukan langsung calegnya, tapi tim dari caleg itu. Pasti tim sukses uangnya darimana mau bagi-bagi kalau bukan dari caleg," ungkapnya.

Narasumber menegaskan, saat maju di Pemilu 2014 itu merupakan kali pertamanya terjun di politik praktis. Oleh karena itu, ia mengaku tak begitu ambisius untuk menang dan bisa masuk ke DPRD DKI Jakarta.

"Biaya yang saya keluarkan tidak terlalu banyak. Saya habis sekitar Rp300-Rp400 juta, pada saat itu. Itu sedikit kalau buat caleg yang ingin jadi. Bisa lebih. Karena tadi itu, saya tidak ambisius, karena kita tahu skema politik seperti apa," jelas narasumber.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved