Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
BIODATA 5 Hakim yang Kuatkan Vonis Mati Ferdy Sambo di Sidang Banding, Berikut Sepak Terjangnya
Inilah biodata 5 hakim yang kuatkan vonis mati Ferdy Sambo dalam putusan pengadilan banding PT DKI jakarta, Rabu (12/4/2023).
SURYA.CO.ID - Inilah sosok 5 hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan vonis mati Ferdy Sambo dalam sidang terbuka pada Rabu (12/4/2023).
Lima hakim itu adalah hakim Singgih Budi Prakoso sebagai ketua, lalu Ewit Soetriadi, Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi, sebagai anggota.
Dalam putusannya mereka menguatkan putusan PN Jakarta Selatan yang memvonis mati Ferdy Sambo, serta memerintahkan tetap dalam tahanan dan biaya perkaranya ditanggung negara.
Menurut majelis hakim, putusan PN Jakarta Selatan yang menghukum mati Ferdy Sambo telah dipertimbangkan secara menyeluruh dan sudah tepat serta benar.
Karena itu, memori banding yang diajukan penasehat hukum Ferdy Sambo harus dikesampingkan.
Baca juga: ALASAN Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati di Sidang Banding, Hakim Beber Imbas ke Istri dan Anak Anggota
Majelis hakim banding sepakat dengan majelis hakim PN Jakarta Selatan terkait hal yang memberatkan diantaranya bahwa akibat perbuatan terdakwa, banyak anggota polri terlibat.
"Majelis hakim membenarkan hal ini. Terdapat puluhan anggota polri selain sebagai terdakwa yang diadili di pengadilan umum dalam perkara pembunuhan atau obstruction of justice. Juga mereka menjalani sidang kode etik polri, dengan hukuman demosi atau pemberhentian tidak dengan hormat yang semua mengimbas terhadap karir jabatan yang bersangkutan juga terhadap istri dan anak-anaknya" katanya.
Selain itu, hakim juga menyoroti tidak adanya fakta-fakta usaha terdakwa untuk melakukan klarifikasi tentang apa sebenarnya terjadi, tapi langsung dilakukan penembakan.
Dalam pertimbangannya, hakim Singgih Budi Prakoso menegaskan keberatan kuasa hukum Ferdy Sambo dalam memori banding terkait putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang melebihi tuntutan jaksa penuntut umum (ultra petita), diperbolehkan.
Menurut hakim, ultra petita hanya dikenal dalam hukum acara perdata.
Sementara di hukum pidana tidak ada larangan hakim menjatuhkan putusan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum.
"Hakim bersikap aktif dan memberikan putusan berdasarkan fakta persidangan," tegas hakim Singgih Budi Prakoso dalam pertimbangannya.
Sementara terkait keberatan mengenai hukuman mati yang dijatuhkan ke Ferdy Sambo, hakim tinggi memastikan bahwa secara normatif hukuman mati masih diatur sebagai hukum positif di Indonesia.
Selain itu, hukuman mati juga dibutuhkan sebagai shock terapy untuk kasus-kasus tertentu.
"Hukuman mati masih terdapat di kitab undang-undang hukum pidana yang baru. Dengan demikian perbedaan boleh tidaknya hukman mati secara hukum tidak perlu dikemukakan lagi," katanya.
Apalagi, Mahkamah Konstitusi juga sudah menolah junicial review terkait hukuman mati ini, dan di UUD 1945 juga tidak menganut kemutlakan hak asasi manusia.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan memori banding penasehat hukum Ferdy Sambo," tegas hakim Singgih.
Di pertimbangan lain, majelis hakim juga menegaskan bahwa Ferdy Sambo dengan sengaja dan berencana melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.
Hal ini beralasan karena pembunuhan itu dilakukan dalam kurun waktu 17 jam setelah dia dilapori istrinya, Putri Candrawathi terkait dugaan pelecehan yang diduga dilakukan Brigadir Yosua.
Fakta lain, tindak pidana pembunuhan itu dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo dan mantan Kadiv Propam ini juga yang menyusun skenario tentang pelecehan seksual Putri Candrawathi.
"Unsur sengaja, dan dengan rencana terlebih dahulu, sudah tepat dan benar secara hukum," tegas hakim Singgih.
Terkait keberatan kuasa hukum Ferdy Sambo yang menyebut keterangan Bharada E atau Richard Eliezer PUdihang LUmiu berdiri sendiri, menurut hakim hal itu tidak benar.
"Keterangan Richard Eliezer tidak berdiri sendiri," tegasnya.
Hakim juga menilai keterangan Bharada E sangat lugas dan jelas mengurai fakta-fakta yang terjadi
Berikut sosok 5 hakim tersebut:
1. Singgih Budi Prakoso

Sebelum dipromosikan sebagai hakim tinggi DKI Jakarta, Singgih Budi Prakoso pernah menjabat sebagai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Selain itu, ia pernah menjadi hakim sekaligus Wakil Ketua di Pengadilan Negeri Bandung.
Sebelum pindah ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Singgih Budi Prakoso juga pernah menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Semarang.
Dikutip dari pt-jakarta.go.id, Singgih Budi Prakoso lahir di Semarang, 31 Januari 1957.
Ia menjadi hakim tinggi dengan golongan Pembina Utama IV/e.
Dilansir elhkpn.kpk.go.id, Singgih Budi Prakoso termasuk hakim yang rutin melaporkan harta kekayaannya.
Ia terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 25 Januari 2021 dengan jumlah kekayaan mencapai Rp 1.724.544.360.
Aset berupa tanah dan bangunan menyumbang sebagian aset Singgih Budi Prakoso, yaitu sebesar Rp 1,6 miliar.
Singgih Budi Prakoso memiliki dua bidang tanah dan bangunan yang berada di Sleman serta Bandung.
Aset Singgih Budi Prakoso lainnya adalah satu unit mobil Toyota senilai Rp 50 juta dan Gazele sepeda angin yang merupakan hasil warisan senilai Rp 1 juta.
Singgih Budi Prakoso juga memiliki aset berupa harta bergerak lainnya Rp 42,5 juta serta kas dan setara kas Rp 42.644.360.
Namun, Singgih Budi Prakoso juga memiliki utang sebesar Rp 11,6 juta sehingga mengurangi nilai asetnya.
Sebelumnya, hakim Singgih Budi Prakoso sempat menjadi sorotan saat meringankan vonis untuk terpidana kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, pengusaha Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Hakim Singgih Budi Prakoso bersama hakim Muhamad Yusuf Haryono, Rusydi, dan Reny Halida Ilham Malik memotong vonis Djoko Tjandra dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara.
Hakim Singgih juga terlibat dalam pemotongan vonis Pinangki Sirna Malasari.
Diketahui, mantan jaksa itu divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Lalu di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, kelima hakim menyunat vonis Pinangki menjadi 4 tahun. Artinya, masa tahanan Pinangki dipotong separuh lebih alias 6 tahun.
2. Abdul Fattah

Dilansir laman resmi Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Abdul Fattah menempuh pendidikan S-1 di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Kala itu, Abdul Fattah mengambil jurusan Hukum Agraria.
Abdul Fattah lalu melanjutkan pendidikan S-2 di Universitas Krisnadwipayana jurusan Ilmu Hukum.
3. Mulyanto

H. Mulyanto, S.H., M.H. menjabat sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dia berpangkat Pembina Utama (IV/e) di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Mulyanto pernah menyelesaikan gelar S-1 Ilmu Hukum nya di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dikutip dari laman resmi Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).
Kemudian ia menyelesaikan S-2 Ilmu Hukum di STIH IBLAM, Jakarta Pusat.
4. Ewit Soetradi

Ewit Soetriadi merupakan Hakim Tinggi Pengadilan Jakarta. Ia merupakan lulusan S1 dan S2 Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro.
Berikut karier Ewit Soetriadi:
2001 - 2003 Ketua Pengadilan Negeri Blora
2014 - Hakim Tinggi Pengawas dan Pembinaan Pengadilan Negeri Bangkinang
2019 - Hakim Tinggi Pengadilan Jawa Tengah
2021 - Hakim Tinggi Pengawas Daerah Pengadilan Tinggi Bandung
5. Tony Pribadi

Hakim Tony Pribadi menyelesaikan pedidikan S1 Hukum Perdata di UII Yogyakarta.
Dia kemudian melanjutkan pendidikan Magister Hukum Bisnis di kampus serupa.
Tony Pribadi pernah menyidangkan banding mantan imam besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) atas perkara kerumunan massa di Petamburan.
Dalam amar putusannya, PT DKI menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), sehingga HRS tetap divonis 8 bulan pidana penjara.
Selain Tony, hakim lain yang menangani perkara ini adalah Sugeng Hiyanto dan Yahya Syam.
Dalam amar putusannya, Majelis hakim memerintahkan HRS tetap ditahan dengan masa hukuman dikurangi penahanannya.
"Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp 5.000," bunyi putusan tersebut dikutip dari Republika.
Diketahui, Majelis hakim PN Jaktim menjatuhkan pidana penjara delapan bulan kepada terdakwa HRS terkait perkara kerumunan massa di Petamburan. Hakim menilai para terdakwa tidak mematuhi kekarantinaan kesehatan. Selain HRS, majelis hakim juga menjatuhkan vonis delapan bulan penjara kepada lima terdakwa yang merupakan mantan pengurus FPI.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Jakarta Timur ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta HRS dipenjara selama dua tahun. (tribunnews/berbagai sumber)
Ferdy Sambo
Sidang Banding Ferdy Sambo
Vonis Banding Ferdy Sambo
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Hakim Singgih Budi Prakoso
Hakim Kuatkan Vonis Mati Ferdy Sambo
Ferdy Sambo Tetap Divonis Mati
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Vonis Mati Ferdy Sambo
ALASAN Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati di Sidang Banding, Hakim Beber Imbas ke Istri dan Anak Anggota |
![]() |
---|
SOSOK Hakim Singgih Budi Prakoso yang Putus Banding Ferdy Sambo, Pernah Diskon Vonis Jaksa Pinangki |
![]() |
---|
SOSOK Djoko Sarwoko Mantan Hakim Agung yang Getol Soroti Kasus Ferdy Sambo, Meninggal Dunia Hari Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.