Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

ALASAN Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati di Sidang Banding, Hakim Beber Imbas ke Istri dan Anak Anggota

Ferdy Sambo tetap dihukum mati dalam sidang banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Berikut pertimbangan-pertimbangan hakim.

Editor: Musahadah
kolase kompas TV/tribunnews
Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membacakan putusan banding Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan Brigadir Yosua, Rabu (12/4/2023). 

SURYA.CO.ID - Majelis hakim sidang banding Ferdy Sambo akhirnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvovis mantan Kadiv Propam itu dengan hukuman mati. 

Selain menguatkan hukuman mati Ferdy Sambo, majelis hakim yang dipimpin Singgih Budi Prakoso juga menetapkan suami Putri Cnadrawathi itu untuk tetap dalam tahanan serta biaya perkaranya ditanggung negara.  

Menurut majelis hakim, putusan PN Jakarta Selatan yang menghukum mati Ferdy Sambo telah dipertimbangkan secara menyeluruh dan sudah tepat serta benar.

Karena itu, memori banding yang diajukan penasehat hukum Ferdy Sambo harus dikesampingkan.

Majelis hakim banding sepakat dengan majelis hakim PN Jakarta Selatan terkait hal yang memberatkan diantaranya bahwa akibat perbuatan terdakwa, banyak anggota polri terlibat.

Baca juga: SOSOK Hakim Singgih Budi Prakoso yang Putus Banding Ferdy Sambo, Pernah Diskon Vonis Jaksa Pinangki

"Majelis hakim membenarkan hal ini. Terdapat puluhan anggota polri selain sebagai terdakwa yang diadili di pengadilan umum dalam perkara  pembunuhan atau obstruction of justice. Juga mereka  menjalani sidang kode etik polri, dengan hukuman demosi atau pemberhentian tidak dengan hormat yang semua mengimbas terhadap karir jabatan yang bersangkutan juga terhadap istri dan anak-anaknya" katanya. 

Selain itu, hakim juga menyoroti tidak adanya fakta-fakta usaha terdakwa untuk melakukan klarifikasi tentang apa sebenarnya terjadi, tapi langsung dilakukan penembakan.

Dalam pertimbangannya, hakim Singgih Budi Prakoso menegaskan keberatan kuasa hukum Ferdy Sambo dalam memori banding terkait putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang melebihi tuntutan jaksa penuntut umum (ultra petita), diperbolehkan.

Menurut hakim, ultra petita hanya dikenal dalam hukum acara perdata.

Sementara di hukum pidana tidak ada larangan  hakim menjatuhkan putusan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum. 

"Hakim bersikap aktif dan memberikan putusan berdasarkan fakta persidangan," tegas hakim Singgih Budi Prakoso dalam pertimbangannya. 

Sementara terkait keberatan mengenai hukuman mati yang dijatuhkan ke Ferdy Sambo, hakim tinggi memastikan bahwa secara normatif hukuman mati masih diatur sebagai hukum positif di Indonesia.

Selain itu, hukuman mati juga dibutuhkan sebagai shock terapy untuk kasus-kasus tertentu. 

"Hukuman mati masih terdapat di kitab undang-undang hukum pidana yang baru. Dengan demikian perbedaan boleh tidaknya hukman mati secara hukum tidak perlu dikemukakan lagi," katanya.

Apalagi, Mahkamah Konstitusi juga sudah menolah junicial review terkait hukuman mati ini, dan di UUD 1945 juga tidak menganut kemutlakan hak asasi manusia. 

"Majelis hakim tidak sependapat dengan memori banding penasehat hukum Ferdy Sambo," tegas hakim Singgih. 

Di pertimbangan lain, majelis hakim juga menegaskan bahwa Ferdy Sambo dengan sengaja dan berencana melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.

Hal ini beralasan karena pembunuhan itu dilakukan dalam kurun waktu 17 jam setelah dia dilapori istrinya, Putri Candrawathi terkait dugaan pelecehan yang diduga dilakukan Brigadir Yosua.  

Fakta lain, tindak pidana pembunuhan itu dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo dan mantan Kadiv Propam ini juga yang menyusun skenario tentang pelecehan seksual Putri Candrawathi.   

"Unsur sengaja, dan dengan rencana terlebih dahulu, sudah tepat dan benar secara hukum," tegas hakim Singgih. 

Terkait keberatan kuasa hukum Ferdy Sambo yang menyebut keterangan Bharada E atau Richard Eliezer PUdihang LUmiu berdiri sendiri, menurut hakim hal itu tidak benar. 

"Keterangan Richard Eliezer tidak berdiri sendiri," tegasnya. 

Hakim juga menilai keterangan Bharada E sangat lugas dan jelas mengurai fakta-fakta yang terjadi.  

Sebelumnya, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023). 

Majelis hakim yang terdiri dari Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut memastikan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal  55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Majelis hakim memastikan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar dari perbuatan Ferdy Sambo

"Maka terdakwa harus dijathi pidana," tegas hakim Wahyu saat membacakan putusannya.  

Sebelum dijatuhi hukuman, hakim Wahyu lalu menguraikan hal-hal yang memberatkan Ferdy Sambo, yakni: 

Baca juga: AKHIRNYA Polemik Sarung Tangan Ferdy Sambo Dijawab Hakim di Putusannya: Dipakai Tembak Brigadir J

- Pembunuhan dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama kurang lebih tiga tahun. 

- Perbuatan terdakwa telah meninggalkan duka mendalam untuk keluarga Brigadir J

- Perbuatan terdakwa mengakibatkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat

- Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukan sebagai aparat penegak hukum yakni Kadiv Propam.  

- Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masayrakat Indonesia dan dunia internasional serta

- Perbuatan terdakwa menyebabkana banyak anggota polri untuk terlibat dalam kasus ini. 

- Terdakwa berbelit-belit

- Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.

Sementara untuk hal yang meringankan, hakim memastikan tidak ada. 

"Mengadili menyatakna terdakwa Ferdy Sambo terbukti terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. tanpa hal mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagiaman mestinya yang dilakukan bersama-sama. 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," tegas hakim Wahyu. 

Putusan ini langsung disambut dengan tangisan oleh ibu BRigadir J yang hadir di kursi depan pengadilan. 

"Terimakasih dan bersyukur," sebut Rosti Simanjuntak.  

Ikut Menembak Brigadir J

Hakim Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut saat membacakan vonis Ferdy Sambo.
Hakim Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut saat membacakan vonis Ferdy Sambo. (kolase youtube kompas TV)

Dalam pertimbangannya, hakim juga memasyikan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J (Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat) menggunakan sarung tangan hitam. 

Pengakuan tentang sarung tangan ini sebelumnya diungkap saksi Bharada E  dan saksi Adzan Romer saat bersaksi untuk Ferdy Sambo

Dikatakan Bharada E, saat menembak, Ferdy Sambo sudah mengenakan sarungan tangan plastik warna hitam di tangan kanannya. 

Baca juga: 9 ALASAN Hakim Sebut Pemerkosaan Putri Candrawathi Tidak Terbukti, Begini Reaksi Ibu Brigadir J

Sementara Adzan Romer menyebut, sarung tangan itu sudah dipakai Ferdy Sambo saat turun dari mobil dan mengambil senjata HS yang jatuh dari sakunya.

Pengakuan Bharada E dan Adzan Romer itu dibantah keras Ferdy Sambo dan tim kuasa hukumnya. 

Namun, bantahan itu ternyata tidak mampu meyakinkan hakim. 

Majelis hakim menyampaikan bahwa Ferdy Sambo menembak ke arah dinding menggunakan senjata api jenis HS, kemudian turut menembak Brigadir J memakai sarung tangan berwarna hitam.

"Menimbang bahwa mengenai terdakwa membawa dan menembakkan ke dinding atau tembok menggunakan senjata api jenis HS milik korban Yosua, serta terdakwa melakukan penembakan terhadap korban Yosua menggunakan sarung tangan hitam," kata Hakim Wahyu, dalam sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo.

Majelis hakim juga memastikan bahwa tindakan Ferdy Sambo itu dilakukan dengan sengaja dan terencana. 

“Menimbang bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang digunakan dan terdakwa menggerakan orang lain untuk membantunya,” papar Hakim Wahyu dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Menurut majelis hakim, unsur "dengan sengaja" telah terpenuhi dalam rangkaian peristiwa yang terangkum dalam fakta persidangan.

Misalnya, Ferdy Sambo meminta ajudannya, Ricky Rizal, untuk menembak Brigadir J.

Namun ditolak. Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri kemudian meminta Ricky Rizal memanggil Richard Eliezer atau Bharada E.

Jenderal bintang dua itu kemudian meminta Bharada E untuk membunuh Brigadir J di rumah dinasnya, di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Menimbang bahwa unsur dengan sengaja menurut majelis telah nyata terpenuhi,” papar Hakim Wahyu.

Adapun pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Akhirnya, Brigadir J pun tewas diekskusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Majelis hakim mengatakan pengakuan Ferdy Sambo yang menyatakan tidak niat membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hanyalah bantahan kosong belaka.

Menurut hakim Wahyu, jika Ferdy Sambo tidak niat membunuh Yosua maka seharusnya Eks Kadiv Propam Polri itu tak mencari orang pengganti saat Ricky Rizal Wibowo menolak menembak Brigadir J.

"Menurut majelis hal tersebut hanyalah bantahan kosong belaka mengingat apabila yang dimaksudkan sebagai niat atau kehendak terdakwa hanya mem-backup saja,maka instruksi itu hanya cukup kepada saksi Ricky Rizal Wibowo dan tidak perlu mencari pemeran pengganti begitu saksi Ricky Rizal Wibowo tidak sanggup menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat karena tak kuat mental," ujar Hakim Wahyu saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Menurutnya, Ferdy Sambo justru memanggil Bharada Richard Eliezer alias Bharada E untuk memuluskan rencananya membunuh Brigadir J.

"Akan tetapi faktanya justru memanggil saksi Richard untuk mewujudkan kehendaknya membunuh korban Yosua Hutabarat," jelasnya.

Karena itu, Hakim Wahyu menambahkan bahwa nota pembelaan dari penasihat hukum Ferdy Sambo soal tidak niat membunuh Brigadir J harus dikesampingkan.

"Menimbang bahwa oleh karenanya menurut majelis hakim nota pembelaan penasihat hukum patut dikesampingkan pula," tukasnya.

Di bagian lain, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meyakini tidak adanya pelecehan/kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan korban Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. 

Keyakinan hakim ini diungkap dalam pertimbangan sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo hari ini, Senin (13/2/2023). 

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hakim: Ferdy Sambo Sengaja Bunuh Brigadir J"

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved