7 Fakta Kisah Hernik Bertemu Ibu Kandung Setelah 37 Tahun Terpisah: Berbekal Foto dan Tanda Lahir

Terungkap sederet fakta kisah wanita bernama Hernik (54) yang akhirnya bertemu ibu kandung, Suminah (82), setelah 37 tahun terpisah.

|
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
KOLASE KOMPAS.COM Eko Widianto
Suminah (kiri) dan Hernik (kanan) bertemu di rumah mereka, setelah terpisah selama 37 tahun 

SURYA.CO.ID - Terungkap fakta-fakta kisah wanita bernama Hernik (54) yang akhirnya bertemu ibu kandung, Suminah (82), setelah 37 tahun terpisah.

Pertemuan Hernik dan Suminah yang 37 tahun tak bertemu, terjadi di Kepolisian Resor Kota Malang Kota pada Rabu (15/03).

Tangis haru mewarnai pertemuan keduanya.

Bahkan, Suminah jatuh pingsan. Pandangannya gelap saat melihat sosok putrinya berjalan memasuki markas Kepolisian Resor Kota Malang Kota pada Rabu (15/03).

Berikut fakta-faktanya melansir dari Kompas.com.

Kronologi Hernik menghilang

Kepergian Hernik bermula sekitar tahun 1986. Ia pergi tanpa pamit dari rumahnya di Kota Malang, Jawa Timur.

Saat berusia 17 tahun, bersama teman-temannya ia mengadu nasib sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Malaysia.

Selama 22 tahun kemudian, Hernik bekerja di Malaysia dan memutuskan mengikuti seorang lelaki yang berjanji menikahinya ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Saat ia pergi itu, tak ada pesan yang ditinggalkan. Hanya secarik kertas di tumpukan pakaian bertulis, “menuju ke Ampel Gading.”

Awalnya Suminah menduga Hernik berangkat ke rumah mertua kakaknya yang berada di Ampel Gading, Kabupaten Malang. Namun, setelah berhari-hari Hernik tak kembali dan tidak pula ditemukan di Ampelgading.

“Mungkin Hernik kasihan dengan perekonomian keluarga, sehingga mengadu nasib ke Malaysia,” ujar Suminah.

Hernik sendiri mengaku hidupnya penuh dengan lika-liku. Mengadu nasib sebagai TKW di Malaysia tak seindah bayangannya.

Ia berangkat bersama lima orang temannya dari Malang, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Setiap bulan ia mendapat gaji sebesar 250 ringgit Malaysia.

“Namun, kami terpisah. Ada yang bekerja di supermarket dan pabrik,” ujarnya.

Setelah 22 tahun bekerja di Malaysia, pada 2013 ia bersama seorang lelaki yang enggan diceritakan identitasnya, memutuskan pulang ke Kupang.

Selama di Kupang, ia bekerja serabutan mulai mencuci baju hingga memijat. Belakangan, kondisi kesehatannya menurun.

“Kondisi tidak kuat, kaki sakit. Penghasilan habis untuk membeli obat,” ujarnya.

Hernik minta pertolongan

Beberapa kali, ia meminta pertolongan melalui aparatur setempat agar bisa kembali ke Malang. Namun, tak kunjung ada kabar baik. Sehingga kehidupannya semakin tidak menentu.

“Saya tak mau di panti jompo, saya sehat. Saya mau bertemu dengan keluarga, kalau masih ada,” katanya.

Tinggal sebatang kara

Sebelum ditemukan, Hernik hidup sebatang kara di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Hernik hanya membawa satu setel pakaian. Ia juga tidak memiliki tempat tinggal, dan memilih tidur berpindah-pindah seperti di halte maupun emperan toko.

Beruntung, Hernik ditemukan relawan dan anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtimas) Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Aipda Catur Indra Iriawan.

“Bekerja mencuci baju untuk bertahan hidup,” kata Ketua Relawan Anak Bangsa, Yuning Kartikasari alias Yuyun, yang kemudian membantu kepulangan Hernik ke Malang.

Ditemukan relawan dan Bhabinsa

Beruntung, ia bertemu dengan relawan dan Bhabinsa Kota Soe, TTS. Lantas, Hernik ditampung sementara selama sebulan di sana.

Akhirnya, setelah perjalanan panjang, Hernik bisa kembali ke pelukan keluarganya di Malang.

“Saya menangis, terlalu gembira. Sayang, tidak bisa bertemu bapak. Saya sudah ziarah ke makamnya,” kata Hernik.

Seolah tak percaya telah bertemu ibu dan adiknya, Hernik saban malam masih sering bertanya, “Sungguh ini Mama saya? Saya tidak percaya. Seperti mimpi.”

Cari keluarga berkat foto

Berbekal foto diri dan keterangan jika Hernik berasal dari Kelurahan Mergosono, Kota Malang, Yuyun menyebarkan informasi ke media sosial dan Whatsapp Group relawan pada 21 Februari 2023.

“Nama Sudarni (erni hamid). Mergosono gang 1b. Bapak Dulpai (tukang becak) Mak Mina Ita (saudara nomor 2) Korbani (saudara nomor 1) Suci (saudara nomor 3) Pernah kerja di Pabrik gudang garam,” tulis Yuyun di media sosial, dilengkapi foto Hernik yang terbaru.

Informasi ini sampai ke gawai Nurul Ibtida’iyah, adik bungsu Hernik. Yuyun kemudian mengajak Nurul beserta keluarganya untuk melakukan panggilan video bersama Hernik.

Mula-mula, sebut Yuyun, panggilan video terkesan dingin. Hernik mengaku tak yakin sosok perempuan tua di layar gawai merupakan ibunya.

“Wajar [kalau dia] tidak percaya. Sudah banyak yang memberikan harapan, tapi tidak terbukti,” kata Yuyun.

Percaya berkata tanda lahir

Lantas, di panggilan video ketiga Nurul menanyakan sejumlah tanda lahir Hernik berupa kutil di bawah mata kiri dan kulit kaki belang putih.

Tanda-tanda ini yang meyakinkan Nurul dan keluarga, jika perempuan di layar gawai merupakan kakaknya yang hilang.

Tangis haru tak bisa dihindari, mereka berharap Hernik segera pulang dan berkumpul bersama keluarga.

“Mana bapak? Mana Tole?” tanya Hernik seperti ditirukan Yuyun.

Tidak berhenti mencari

Nurul Ibtida’iyah mengaku tidak memiliki kenangan bersama kakaknya Hernik. Maklum, saat Hernik meninggalkan rumah, ia masih berusia tujuh tahun. 

Berbagai usaha dilakukan oleh keluarganya untuk mencari Hernik, kata Nurul. Sejak 1990-an, keluarganya telah melaporkan hilangnya Hernik ke polisi.

“Tapi ditolak karena dokumen tidak lengkap. Tidak ada KTP dan foto,” ujarnya.

Tak putus asa, mereka terus mencari dan menyebarkan informasi mengenai diri Hernik. Setiap tahun terus mencari, meski perekonomian keluarga mereka tak stabil.

Bapaknya, Dulpai, bekerja sebagai tukang becak sementara ibunya buruh cuci.

Sekitar tahun 2000-an, Nurul mulai memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang Hernik.

“Mencari dengan cara apapun. Berbekal dorongan kakak, saya sebar ke Twitter dan Facebook,” ujarnya. Mereka yakin jika Hernik masih hidup.

Hati Nurul teriris, lantaran bapaknya yang terserang stroke di akhir hidupnya selalu menyebut nama Hernik. Dulpai meninggal dunia sebelum sempat bertemu kembali dengan Hernik.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved