Tragedi Kanjuruhan

Guru Besar Hukum Bicara Soal Vonis Bebas 2 Polisi dalam Kasus Tragedi Kanjuruhan

vonis bebas dua terdakwa tragedi Kanjuruhan, AKP Kompol Wahyu Setyo Pranowo dan AKP Bambang Sidik Achmadi dapat sorotan

Editor: Fatkhul Alami
Dok Unpad
Prof Dr Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) bicara dan beri penilian atas vonis bebas terdakwa tragedi Kanjuruhan 

 


SURYA.co.id | SURABAYA - Keputusan vonis bebas dari hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada dua terdakwa tragedi Kanjuruhan, AKP Kompol Wahyu Setyo Pranowo (mantan Kabag Ops Polres Malang) dan AKP Bambang Sidik Achmadi (mantan Kasat Samapta Polres Malang) terus mendapat sorotan.

Kali ini keputusan vonis bebas tersebut dikomentari Prof Dr Romli Atmasasmita. Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) menilai, vonis bebas dalam hukum acara pidana bukan sesuatu yang diharamkan.

"Vonis bebas dalam hukum acara pidana yang berlaku adalah salah satu dari tiga jenis putusan pengadilan (vonis), selain putusan dilepas dari penuntutan (ontslag van alle rechtsvervolging) dan dihukum," sebut Prof Dr Romli dalam keterangan tertulisnya yang diterima Surya.co.id, Senin (20/3/2023).

Prof Dr Romli Atmasasmita menilai, ada tiga kemungkinan putusan pengadilan tersebut tergantung dari fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan.

"Teori hukum pidana dan juga doktrin hukum pidana berfungsi menciptakan ketertiban dalam masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum, dan dengan kepastian hukum tersebut diharapkan akan tercipta keadilan dan lebih jauh juga memberikan kemanfaatan. Dengan demikian tujuan akhir bukanlah harus selalu menghukum atau memenjarakan setiap orang yang diduga melakukan kejahatan," jelas Prof Dr Romli Atmasasmita.

Prof Romli menuturkan, seiring dengan perkembangan masyarakat dunia, khususnya Indonesia abad 20 sampai 21, saat ini diketahui perlindungan hak asasi manusia merupakan idiologi baru hukum pidana, di sampimg filosofi Pancasila dan filosofi pembalasan (lex talionis) lazimnya dipraktikan selama berabad-abad lamanya.

"Namun diwajibkan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap orang termasuk tersangka, terdakwa dan terpidana serta korban tindak pidana," terangnya.

"Contoh wujud perlindungan hak asasi manusia dalam hukum pidana adalah asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), non-self incriminating evidence, ne bis in idem, in dubio pro reo, dan abus de droit," tegas Prof Romli.

Prof Romli menerangkan, kekeliruan persepsi masyarakat mengenai tata cara berhukum dalam suatu perkara pidana yang keliru adalah selalu menghujat dan tunjuk hidung kepada aparatur penegak hukum, terutama petugas kepolisian.

"Ini akibat kurangnya pemahaman akan perkembangan praktik dan teoritik hukum dan diperparah oleh mereka yang justru paham hukum dan hak asasi manusia, yang selalu mengedepankan hak asasi korban, tidak juga pada pelaku kejahatan," terang Prof Romli.

"Dalam hal ini telah terjadi ketidakseimbangan pandangan mengenai hak dan kewajiban asasi manusia yang terus berlanjut tanpa koreksi yang terbaik dari para ahli atau pakar hukum pada umumnya, khusus ahli hukum dan hak asasi manusia bahwa di dalam setiap HAK selalu melekat KEWAJIBAN ASASI yang harus dipahami secara seimbang dan untuk saling dihormati," papar Prof Romli.

Prof Romli melanjutkan, sejak dilakukan perubahan konstitusi UUD '45, seyogyanya semua pihak, termasuk pakar hukum dan hak asasi manusia memahami selain ketentuan HAK ASASI MANUSIA, Bab XA, Pasal 28 A sd Pasal 28 I, juga harus dipahami ketentuan KEWAJIBAN ASASI MANUSIA tersebut, tercantum dalam Pasal 28 J.

Pasal 28 J itu berbunyi: (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Hukum pidana baik secara teoritik maupun praktik, diakui teosi sebab-akibat (causaliteit leer) Von Buri yang nengutamakan sebab terdekat dari suatu peristiwa untuk menentukan siapa penyebab dari suatu tindak pidana dari sekian banyak sebab.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved