Advertorial

Hindari Kebocoran Pajak Reklame di Surabaya, Arif Fathoni: Berdayakan BUMD yang Mati Suri

DPRD Kota Surabaya sepakat untuk menekan kebocoran pajak reklame di Kota Pahlawan.

Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Titis Jati Permata
Foto Istimewa
Ketua Pansus Reklame yang juga Anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - DPRD Kota Surabaya sepakat untuk menekan kebocoran pajak reklame di Kota Pahlawan.

Salah satunya dengan merevisi Perda No. 5/2019. Sehingga, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak reklame, tetapi juga untuk mencegah potensi lenyapnya pendapatan.

Saat ini, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklame tengah digodok di Komisi A DPRD Surabaya.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Reklame Arif Fathoni mengatakan, selama ini di lapangan ditemukan banyak papan reklame di beberapa kawasan pusat bisnis, tetapi pendapatan pajak reklamenya masih kecil.

"Tentu ini tidak bisa dibiarkan. Dalam Perda Reklame yang baru nanti harus ada penataan kawasan. Peningkatan pendapatan dari pajak reklame bisa didapat dengan melihat kawasan, bukan berdasarkan kelas jalan," kata Thoni, sapaan akrab Arif Fathoni, Senin (20/2/2023).

Dia menemukan kawasan Surabaya Barat yang menjadi pusat bisnis tapi kelas jalannya kelas 3, sehingga akhirnya retribusi pajak sangat kecil.

Di kawasan Jalan Pemuda atau Surabaya Pusat ada videotron.

Karena berada di dalam persil, maka pemasukan yang didapat pemerintah kota (Pemkot) kecil.

Ini juga bagian dari potensi kebocoran pajak reklame.

Selain itu ada juga sejumlah titik reklame yang sudah habis masa berlakunya tapi tetap beroperasi.

"Situasi ini tidak boleh terjadi di waktu mendatang," kata Thoni.

Tahun ini target pajak reklame mencapai Rp 140 miliar, turun dari tahun lalu yang mencapai Rp 148 miliar.

Tahun lalu pendapatan yang dihasilkan Rp 128 miliar karena pandemi.

Tahun ini pendapatan di sektor reklame harus digenjot, apalagi dengan hadirnya perda baru.

Thoni yang juga Ketua DPD Golkar Surabaya menegaskan bahwa kawasan cagar budaya yang tidak boleh ada reklame, namun kenyataannya hal itu dilanggar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved