Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
SOSOK Mahfud MD Endus Gerakan Bawah Tanah Bebaskan Ferdy Sambo, Menko Polhukam: Ada yang Bergerilya
Inilah sosok Mahfud MD yang mendengar adanya gerakan bawah tanah untuk Ferdy Sambo
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Sosok Mahfud MD mengendus adanya gerakan bawah tanah yang ingin memengaruhi vonis kepada Ferdy Sambo.
Mahfud MD menyebut, bahwa ada pihak-pihak yang bergerilya, salah satunya ingin membebaskan Ferdy Sambo.
Namun, Mahfud MD memastikan bahwa kejaksaan bakal independen dalam melaksanakan tugas penegakan hukum.
Dirinya juga menegaskan bahwa siapa saja yang mengetahui gerakan itu, wajib melapor kepadanya.
Melansir Kompas.com, hal itu disampaikan langsung oleh Mahfud MD.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.
Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh.
Meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan, ia menegaskan, siapapun yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.
"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucap Mahfud.
"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan "gerakan-gerakan bawah tanah" itu," kata dia
Adapun lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah menjalani sidang tuntutan.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan yakni pada Senin (16/1/2023). Kuat dituntut pidana penjara 8 tahun.
Setelah Kuat, giliran Ricky Rizal atau Bripka RR yang menjalani sidang tuntutan. Sama dengan Kuat, mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.
Baca juga: TERNYATA Tuntutan Pidana Seumur Hidup Ferdy Sambo untuk Pembunuhan dan OOJ, Ahli: Bayangan Kami Mati
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023).
Oleh jaksa, Putri dituntut pidana penjara 8 tahun. Richard Eliezer atau Bharada E menjadi terdakwa terakhir yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023) siang.
Mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 12 tahun.
Sosok Mahfud MD
Mahfud MD memiliki nama lengkap dan gelar Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U.
Ia merupakan politisi, akademisi dan hakim berkebangsaan Indonesia.
Kini, Mahfud MD menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Melansir Tribunnews Wiki, Mahfud MD pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013.
Sebelumnya Mahfud MD adalah anggota DPR dan Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional.
Mahfud MD meraih gelar Doktor pada tahun 1993 dari Universitas Gadjah Mada.
Sebelum diangkat sebagai Menteri, Mahfud MD adalah pengajar dan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Baca juga: FAKTA-FAKTA Ferdy Sambo Dituntut Hukuman Seumur Hidup: Terbukti Menembak, Ini Reaksi Ayah Brigadir J
Mahfud MD lahir dari rahim Siti Khadidjah di sebuah desa di Kecamatan Omben, Sampang, Madura, 13 Mei 1957, dengan nama Mohammad Mahfud.
Dengan nama itu, sang ayah, Mahmodin, berharap anak keempat dari tujuh bersaudara itu menjadi orang yang terjaga.
Ia dilahirkan ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.
Ketika Mahfud MD berusia dua bulan, keluarga Mahmodin pindah ke Pamekasan, daerah asalnya.
Di sana, di Kecamatan Waru, Mahfud MD menghabiskan masa kecilnya.
Meski nilai ujiannya bagus, Mahfud MD tidak melanjutkan sekolah ke SMPN favorit.
Orang tuanya memasukkan dia Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan.
Pada waktu itu, ternyata ada tiga murid yang namanya sama dengannya.
Untuk membedakan, akhirnya Mahfud MD menambahkan inisial MD di belakang namanya.
anpa sengaja, nama itu tertulis dalam ijazahnya.
Kini, inisial menetap di belakang nama Mahfud MD seperti gelar akademik medical doctor, sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sehabis menamatkan PGA selama empat tahun pada 1974, Mahfud MD terpilih untuk melanjutkan ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama di Yogyakarta yang merekrut lulusan terbaik dari PGA dan Madrasah Tsanawiyah seluruh Indonesia.
Pada 1978, Mahfud MD tamat dari PHIN.
Ia lalu meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Pada saat yang sama ia juga kuliah Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM).
Mahfud MD mendapat beasiswa penuh dari UII untuk melanjutkan program pasca sarjana di UGM.
Ketika itu, ia mengambil studi ilmu politik.
Ia kembali mendapat beasiswa dari Yayasan Supersemar dan dari Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan S3.
Ia kembali mendalami ilmu hukum tata negara ketika mengambil program doktor di UGM.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.