Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

TERBARU Mahfud MD Sebut Bharada E Layak Divonis Ringan, LPSK Beri 3 Opsi Keringanan Pemidanaan

Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Bharada E (Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu) layak divonis ringan di perkara pembunuhan Brigadir J. 

Editor: Musahadah
kolase tribunnews/kompas.com
Mahfud MD menyebut Bharada E layak divonis ringan. LPSK beri 3 opsi keringanan hukuman. 

SURYA.CO.ID - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Bharada E (Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu) layak divonis ringan di perkara pembunuhan Brigadir J

Bahkan, menurut Mahfud MD, BHarada E bisa divonis bebas. 

Hal ini dikatakan Mahfud MD saat diminta menanggapi persidangan kasus pembunuhan Brigadir J seperti dikutip dari tayangan di channel youtube Uya Kuya TV, pada Senin (16/1/2023). 

Menurut Mahfud, tanpa Bharada E kasus ini tidak akan terbuka.

"Kalau dia tidak bicara, tidak akan terbuka. Karena dia semua berbalik. Memang dia semula menutupi, sampai tanggal 8. Bayangkan, selama sebulan dia bertahan berbohong. Tapi ketika dia membuka, besoknya terbuka semua, termasuk kisah-kisah perintangan dan sebagianya," kata Mahfud.

Baca juga: MAHFUD MD Dengar Ada Gerakan Agar Ferdy Sambo Tak Divonis Mati atau Seumur Hidup tapi Angka, Siapa?

Menurut Mahfud MD, Bharada E melakukan penembakan ke Brigadir J itu dalam tekanan. 

"Menurut saya layak dia mendapat keringanan karena dia dalam tekanan, bahkan secara teori bisa bebas. Tapi gak tahu hakimnya mau gak membebaskan atau tidak," tukas Mahfud MD

Bagaimana dengan Ferdy Sambo

Mahfud berkeyakinan Ferdy Sambo memenuhi unsur di Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. 

Apakah itu berarti Mahfud sepakat jika Sambo dihukum seumur hidup atau hukuman mati? 

Pejabat asal Madura ini enggan mengungkapkan. 

"Wah gak tahu, ya diantara itu. yang 340. Saya kok percaya 340," ujar Mahfud.

Meskipun, lanjut Mahfud MD, ada selentingan adanya gerakan-gerakan agar Ferdy Sambo tidak dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. 

Dari kabar yang diterima Mahfud MD, gerakan-gerakan ini menginginkan Ferdy Sambo untuk dihukum angka, bukan huruf.

Artinya Ferdy Sambo hanya dihukum pidana penjara 20 tahun ke bawah, bukan hukuman seumur hidup atau mati. 

"Saya dengar selentingan sudah ada gerakan-gerakan, pesanan agar hukumannya angka saja, jangan huruf.
Jadi kalau angka 20 ke bawah, kalau huruf hukuman mati atau seumur hidup," ujar Mahfud dikutip dari tayangan di channel youtube Uya Kuya TV, pada Senin (16/1/2023). 

Mahfud berharap selentingan-selentingan itu hanya fitnah saja.

"Tapi dengar ada gerakan begitu," ungkapnya. 

Diakui Mahfud, persidangan kasus Ferdy Sambo ini sudah berjalan bagus. 

Justru dia menyoroti kejanggalan-kejanggalan dari pengakuan Ferdy Sambo yang selalu bertahan karena ada pelecehan di Magelang.

Menurut Mahfud itu sesuatu yang tidak masuk akal. 

"Bagaimana orang dilecehkan masih sempat jalan bersama dan macam-macam. Skenario juga, jawaban-jawabannya juga tidak terkonfirmasi. Misalnya ketika dia mengaku saya tidak perintah nembak. Tapi yang lain ada yang dengar," ungkap Mahfud, 

Mahfud juga tidak percaya ada pemerkosaan yang dialami Putri Candrawathi. 

"Saya sama sekali gak percaya ada pemerkosaan sampai sekarang. Saya mohon maaf tidak ingin mempengaruhi jalannya sidang, tapi sama sekali gak masuk akal," tegasnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menguraikan, Bharada E sebagai justice collaborator berhak mendapat reward berupa keringanan penjatuhan pidana sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. 

Di undang-undang itu diatur 3 bentuk reward yakni, pidana percobaan, pidana bersyarat khusus atau penjatuhan pidana yang paling ringan diantara terdakwa lainnya.

"Ini sebagai pilihan baik kepada jaksa maupun hakim untuk memutuskan seperti apa pemidanaan terhadap Bharada E," kata Edwin dikutip dari tayangan Primetime News, Metro TV, Selasa (18/1/2023).  

Menurut Edwin, kaitan dengan ini, tidak ada sangkutpautnya dengan penerapan pasal yang akan dijeratkan ke Bharada E, apakah 340 atau 338 KUHP,  tetapi pada reward pemidanaannya.

Dijelaskan Edwin, pidana percobaan ini artiya terdakwa tidak perlu menjalankan pidananya meskipun dia dinyatakan bersalah.

Sementara pidana bersyarat khsuus, hampir sama dengan pidana percobaan hanya saja ada syaratnya untuk tidak melakukan  perbuatan yang dilarang hakim selama pemidanaan itu.

Sementara itu, pakar hukum pidana Jamin Ginting mengungkapkan, jika mengacu pada pertimbangan jaksa dalam tuntutan terdakwa Kuat Maruf, dia memperkirakan Bharada E tidak akan dituntut percobaan atau bersyarat. 

Pasalnya dalam pertimbangan di tuntutan KUat Maruf itu jkasa menyebut tidak ada alasan pemaaf atau penghapus pidana seperti yang dijelaskan di Pasal 58 dan 51 KUHP. 

"Keringanan tuntutan kelihatannya akan diberikan. Apakah sesuai permohonan LPSK? saya kira yang paling pas, jaksa penuntut umum lebih cenderung hukuman yang ringan, dibandingkan percobaan atau hukuman bersyarat," terang Jamin Ginting. 

Hukuman yang lebih ringan itu misalnya tuntutan 4 tahun penjara atau separuh dari tuntutan Bripka Ricky Rizal.

"Ini lebih cenderung dilakukan jaksa penuntut umum," katanya. 

Apakah jaksa harus menuruti LPSK? 

Menurut Jamin, memang tidak ada keharusan jaksa harus menuruti rekomendasi LPSK. 

Namun, kalau dilihat dari fakta persidangan, alasan untuk menolak rekomendasi LPSK itu sangat kecil. 

"KIta ketahui dalam fakta peridangan, keterangan Eliezer berbeda, bahkan lebih sesuai dengan fakta. Dakwaan JPU saja keterangan Eliezer yang dimasukin," tukas Jamin Ginting. 

Lihat video selengkapnya

Keluarga Brigadir J Khawatir Tuntutan Bharada E

Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak sebut Ferdy Sambo kurang ksatria karena meminta Bharada E dipecat.
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak sebut Ferdy Sambo kurang ksatria karena meminta Bharada E dipecat. (kolase kompas TV)

Terpisah, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Martin Simanjuntak bicara soal kemungkinan tuntutan yang akan diberikan jaksa kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, yakni Richard Eliezer atau Bharada E.

Sebelumnya terdakwa lainnya yakni Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut hukuman 8 tahun penjara oleh jaksa dalam gelaran sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).

Martin berpendapat, tuntutan jaksa kepada Ricky dan Kuat dalam sidang hari ini akan berimbas pada tuntutan Bharada E.

Pasalnya dalam surat tuntutan terdapat poin yang menyebut bahwa Bharada E dalam menerima perintah dari Ferdy Sambo itu langsung menerima dan langsung menembak Brigadir J.

"Kalau menurut saya, Richard Eliezer akan sedikit lebih berat (tuntutan hukuman) daripada Ricky dan Kuat."

"Karena tadi ada beberapa poin dalam surat tuntutan yang mengatakan bahwa Richard Eliezer dalam menerima perintah itu langsung menerima dan langsung menembak," kata Martin dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (16/1/2023).

Selain iu poin dalam surat tuntutan tersebut dapat diartikan bahwa jaksa beranggapan bahwa Bharada E seharusnya bisa menolak dan tidak menembak Brigadir J.

Martin pun khawatir hal tersebut akan berimbas pada tuntutan yang lebih berat pada Bharada E.

"Nah ini menurut saya agak mengkhawatirkan, berarti jaksa dalam hal ini beranggapan bahwa Richard itu seharusnya bisa menolak dan seharusnya tidak langsung menembak," terang Martin.

 Martin mengaku kini ia hanya bisa mendoakan yang terbaik terkait tuntutan pada Bharada E nantinya.

Karena selama ini Bharada E telah bersedia menjadi Justice Collaborator dan telah mempertanggungjawabkan apa yang ia sampaikan kepada keluarga Brigadir J.

"Kita doakan yang terbaik, karena apapun itu, Richard ini sudah menjadi Justice Collaborator dan sudah mempertanggungjawabkan apa yang ia sampaikan di depan keluarga korban," pungkasnya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

 Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tuntutan untuk Bharada E Dikhawatirkan Lebih Berat setelah Ricky dan Kuat Dituntut 8 Tahun Penjara

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved