Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

LAGI! Status Justice Collaborator Bharada E Coba Digugurkan, Kubu Kuat Maruf dan Ferdy Sambo Sejalan

Setelah kubu Ferdy Sambo yang mencoba menggugurkan status Justice Collaborator (JC) Bharada E, kini giliran kubu Kuat Maruf melakukan hal serupa.

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Ahli hukum pidana Muhammad Arif Setiawan memberi pandangan soal justice collaborator yang dipertanyakan kubu Ferdy Sambo. 

"Mohon izin yang mulia, kalau seperti itu tentu bukan saya yang akan memberikan penilaian. Tapi yang mulia lah nanti yang akan memberikanpenilaian. Sekalipun orang itu diusulkan menjadi Justice Collaborator, kalau yang mulai majelis hakim menolak dia untuk jadi JC dengan alasan sering berbohong, perilakuanya tidak baik dan seterusnya, tentu tidak bisa diterima dan tidak layak untuk disajikan di persidangan sebagai JC," pungkas Elwi. 

LPSK Tetap Konsisten

LPSK memastikan Bharada E masih layak menyandang status justice collaborator. Gempuran Ferdy Sambo mental.
LPSK memastikan Bharada E masih layak menyandang status justice collaborator. Gempuran Ferdy Sambo mental. (kolase tribunnews)

Bukan kali ini saja kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi berusaha menggugurkan status justice collaborator Bharada E.  

Pada persidangan sebelumnya, kuasa hukum Ferdy Sambo menuding Bharada E berbohong soal sarung tangan yang digunakan Ferdy Sambo saat menembak. 

Hal ini dipicu tampilan CCTV di depan rumah dinas Duren Tiga yang seolah-olah menunjukkan Ferdy Sambo berjalan tanpa menggunakan sarung tangan. 

Kuasa hukum Ferdy Sambo pun ramai-ramai menuding Bharada E berbohong.

Padahal yang dikatakan Bharada E itu Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan saat menembak, bukan saat berjalan menuju ke rumah dinasnya. 

Meski demikian, tim kuasa hukum Ferdy Sambo terus menggiring opini untuk menyudutkan Bharada E dan menggugat status JC-nya. 

Terkait hal ini, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyebut status Bharada E sebagai pelaku penembakan adalah sebuah keniscayaan. 

Tetapi dalam posisi sebagai pelaku, ada proses penyidikan yang mengalami hambatan dalam pembuktikan. 

Dan Bharada E lah yang membuatnya terang.

Menurut Edwin, membuat terang proses penyidikan ini sudah tampak dan bisa dilihat dari bagaimana sikap hakim dan jaksa ketika meminta keterangan Bharada E. Dan bagaimana hakim dan jaksa mendalami keterangan terdakwa lainnya.

"itu arahannya sudah jelas tuh," ujar Edwin. dikutip dari tayangan MNC News Prime, Kamis (22/12/2022). 

Menurut Edwin, itu menjadi poin pentingnya karena di undang-undang disebutkan bahwa JC harus membuat terang perkara. 

Dan Bharada E sudah membuat terang yang awalnya coba ditutupi dengan segala macam rekayasa cerita seperti adanya persitiwa pelecehan seksual dan tembak menembak.

Bahkan, lanjut Edwin, Bharada E tak hanya membuat terang peristiwa pembunuhannya, tapi juga pidana obstruction of justice yang terjadi. 

"Jadi kontribusi Bharada E itu bukan hanya mengungkap perkara pokok terkait pembunuhan Yosua. tapi juga ada rangkaian didukung, diperkuat dengan perbuatan obstruction of justice. Kalau Bharada E membuka di awal dimana pelaku lainnya menutup informasi keterangan," tegas Edwin. 

Disinggung tentang kesaksian Bharada E terkait sarung tangan yang terus dimainkan kubu Ferdy Sambo, Edwin justru melihat fakta yang berbeda. 

Fakta ini terkait tidak adanya sidik jari Ferdy Sambo di pistol Brigadir J yang selesai dipakainya. 

"Bisa jadi Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan atau sudah dihilangkan sidik jarinya," ujar Edwin. 

Pendapat Edwin ini langsung disahut kuasa hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang.   

"Pistol sudah pernah dipegang Richard, Ricky dan Pak Sambo. Kalau Pak Sambo menggunakan sarung tangan, mestinya Ricky dan Yosua harus tetap ada. Karena setelah menembakkan di dinding," sahut Rasamala yang hadir di acara itu. 

Tak mau kalah, Edwin pun memberika komentar menohok pada Rasamala. 

"Bahwa ketika kita mengetahui dan sekarang diperiksa di pengadilan adanya obstruction of justice, itu membuka ruang segala pembuktian itu dikaburkan," tegas Edwin. 

"Kita tak perlu terjebak begitu dalam soal sarung tangan itu. Yang kita pidanakan bukan sarung tangannya, tapi soal pidananya. Siapa aktornya, siapa yang turut serta membantu segala macam," tukas Edwin. 

Di bagian lain Prof Hibnu Nugroho menyebut status JC memang diharapkan 100 persen sesuai fakta di persidangan.

Tapi karena kemampuan pemikiran, situasi dan kondisi, menurutnya angkanya tidak harus 100 persen.

Menurutnya, yang penting JC sudah mampu memberikan kontribusinya.

"Syukur bisa 100 persen, 70 persen sudah bagus. Karena pembuktian pidana itu sulit," katanya. 

Karena itu, kaitannya dengan senjata, bisa juga tidak bener. 

Menurut Prof Hibnu, terkait JS ini biarlah jaksa dan majelis hakim yang akan mengujinya. 

"Pada saat persidangan di penuntutan, apakah kontribusi di atas 50 atau kurang atau bahkan di bawah jauh. Kalau dalam pembuktian tidak memberi kontribusi bisa juga dicabut. Makanya nanti, dalam hal ini nanti hakim yang akan menentukan korelasi dengan kejernihan berpikir dari keterangan saksi sejak awal, alat bukti. Disinilah akan menilai berapa kontribusi eliezer dalam kasus Sambo," terang Prof Hibnu. 

Prof HIbnu sendiri melihat sampai sejauh ini, Bharada E sudah mampu memainkan peran sebagai JC 80 persen atau di atas rata-rata. 

"Karena daya ingat manusia, apalagi dalam kondisi tekanan melihat itu sulit, melihat sarung atau tidak, apalagi berkaitan dengan tembakan," tegasnya. 

Lihat video selengkapnya

>>>Ikuti Berita Lainnya kasus Ferdy Sambo di News Google SURYA.co.id

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahli Pidana Sebut Hasil Lie Detector Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti dalam Kasus Pidana

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved