Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

2 POIN Meringankan Bharada E di Pembunuhan Brigadir J Menurut Romo Magnis Suseno, Ditinjau Sisi Etis

Ahli Filsafat Moral Prof Franz Magnis Suseno menyebut ada poin hal yang bisa meringankan terdakwa Bharada E atau Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumi

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Romo Magnis Suseso saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E dalam perkara pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022). 

Ia juga dikenal sebagai tokoh agama Katolik dan budayawan.

Meskipun memiliki darah Jerman, namun ia begitu mencintai budaya Indonesia.

Ia datang ke Indonesia karena ingin belajar filsafat dan teologi.

Ia meraih gelar doktor bidang filsafat ketika belajar di Jerman.

Ia juga meraih gelar doktor kehormatan bidang teologi dari Universitas Luzern, Swiss. 

Romo Magnis-Suseno lahir di Eckersdorf, Jerman pada 26 Mei 1936.

Ia lahir dengan nama Franz Graf von Magnis.

Ayahnya, Dr. Ferdinand Graf von Magnis bertahun-tahun ditahan oleh Uni Soviet.

Keluarganya terusir dari Jerman.

Padahal, keluarganya adalah keluarga bangsawan.

Sebelumnya, Mereka tinggal di Kastil Eckersdorf.

Pada tahun 1945, keluarga Magnis mengungsi ke Cekoslowakia Barat.

Pada tahun 1948, ayahnya dibebaskan.

Keluarganya kemudian kembali berkumpul di Jerman Barat.

Sewaktu masih muda, Magnis bergabung dengan Serikat Jesuit.

Serikat Jesuit adalah ordo dalam Gereja Katolik Roma yang dikenal disiplin.

Pada tahun 1955, ia menempuh pendidikan ilmu kerohanian di Jerman.

Keluarganya adalah penganut agama Katolik yang taat.

Serikat Jesuit membuat Magnis melakukan pengabdian di Indonesia.

Pada Januari 1961, Magnis datang ke Indonesia.

Ia tinggal di Kulon Progo, DIY.

Di daerah tersebut, ia belajar bahasa dan budaya Jawa yang berpadu dengan Katolik.

Ia menempuh pendidikan di Institut Filsafat Teologi Yogyakarta.

Pada tahun 1977, ia resmi menjadi Warga Negara Indonesia.

Kemudian ia menambah nama dengan nama Indonesia.

Sejak saat itu, namanya berubah menjadi Franz Magnis-Suseno.

Di Indonesia, ia berteman baik dengan Gus Dur.

Bahkan, ia menganggap bahwa Gus Dur adalah orang paling penting dalam hidupnya.

KARYA TULIS :

Etika Dasar (1987)

Etika Politik (1988)

Berfilsafat dari Konteks (1991)

Wayang dan Panggilan Manusia (1991)

Etika Jawa (1993)

Mencari Sosok Demokrasi (1995)

Filsafat sebagai Ilmu Kritis (1995)

Pemikiran Karl Marx (1999)

Kuasa dan Moral (2000)

Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka (2003)

Pijar-pijar Filsafat (2005)

Menalar Tuhan (2006)

Berebut Jiwa Bangsa (2006)

Etika Kebangsaan Etika Kemanusiaan (2008)

Dari Mao ke Marcuse (2013)

PENGHARGAAN:

Selama di Indonesia, ia telah mendapatkan dua penghargaan.

Pertama, penghargaan Bintang Mahaputra Utama tahun 2015.

Kedua, Premio Internazionale Matteo Ricci atau Matteo Ricci Award (MRA) tahun 2016. (Tribunnewswiki.com/Yusuf)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved