KKB Papua
PERJUANGAN 12 Polisi Jalan Kaki Tembus Wilayah KKB Papua di Kiwirok, Sukses Pukul Mundur Separatis
Berikut kisah perjuangan 12 Polisi Jalan Kaki Tembus Wilayah KKB Papua di Kiwirok, Sukses Pukul Mundur Separatis.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Tugas penuh perjuangan dialami oleh 12 polisi terpilih untuk menembus wilayah yang dikuasai KKB Papua.
Mereka harus berjalan kaki untuk menguasai Distrik Kiwirok, karena setiap pesawat yang melintas selalu ditembaki oleh KKB Papua.
Keduabelas polisi itu harus menguasai bandara untuk membuka akses penerbangan.
Seperti diketahui, Distrik Kiwirok adalah salah satu kawasan terpencil di Pegunungan Bintang, Papua.
Untuk menuju Kiwirok, hanya bisa dijangkau dengan penerbangan dari Distrik Oksibil selama 30 menit.
Jika berjalan kaki, biasanya masyarakat setempat membutuhkan waktu dua malam dari Oksibil menuju Kiwirok yang berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Selain karena kawasan tersebut dipenuhi perbukitan yang cukup tinggi, akses jalan belum dibuka.
Usai penyerangan KKB Papua, masyarakat setempat melarikan diri dan memilih mengungsi ke Distrik Oksibil.
Sementara situasi di Kiwirok masih mencekam karena KKB Papua menguasai wilayah tersebut.
Sedangkan aparat keamanan yang jumlahnya tidak banyak hanya bisa bertahan di dalam Pos Satgas.
Akibatnya, akses penerbangan tertutup karena faktor keamanan.
"Saat itu tidak mungkin pesawat mendarat karena KKB bersembunyi di jurang-jurang dan setiap saat bisa menembak pesawat yang akan mendarat," ujar Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani, di Jayapura, Senin (17/10/2022).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kisah 12 Polisi Berjalan 30 Jam Melewati Pegunungan Papua demi Menyelamatkan Kiwirok'.
Menurut dia, informasi mengenai adanya korban tewas atau terluka membuat aparat keamanan harus mengambil tindakan dalam waktu cepat.
Keterbatasan pilihan transportasi untuk mengirim tambahan personel membuat Satgas Operasi Nemangkawi yang saat ini sudah berganti nama menjadi Satgas Operasi Damai Cartenz, harus mendorong pasukan dengan cara yang tidak lazim, yaitu berjalan kaki.
Faizal yang saat itu juga menjabat sebagai Kepala Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi dan berada di Oksibil, telah memilih tim gabungan yang berisi dari 35 personel, mulai dari Satgas Nemangkawi, Polres Pegunungan Bintang, dan Brimob.
"Untuk meminimalisir terjadinya kontak senjata dalam perjalanan, 35 orang tersebut dibagi menjadi tiga tim, tim pertama seluruhnya dari Satgas Nemangkawi," kata Faizal.
Kondisi geografis yang harus dilewati 35 personel Polri itu tak mudah karena kontur pegunungan di wilayah itu curan dan sudut kemiringan hampir mencapai 90 derajat.
Hal itu juga yang membuat tim tidak diizinkan membawa banyak barang karena bisa menyulitkan mereka di perjalanan.
"Jadi saya targetkan paling lambat senin (20/9/2022) pagi harus sampai. Mereka jalan hanya pakai ransel kecil, jadi bahan makanan hanya mi instan, cokelat, dan air," tuturnya.
Sabtu (18/9/2022), sekitar pukul 16.30 WIT, tim pertama yang berisi 12 personel Satgas Ops Nemangkawi memulai perjalanannya dari Distrik Oksibil menuju Distrik Kiwirok.
Jalan yang mereka lalui merupakan jalur tradisional yang biasa dilalui masyarakat setempat sehingga akses jalan setapak sudah terbuka.
Salah satu yang ikut dalam rombongan tersebut adalah Briptu Jenerio Teorupun. Jenerio masih ingat bagaimana hujan terus turun sepanjang perjalanan.
Sebagian besar rute yang dilewati menanjak dan menyusuri tepian jurang.
Tantangan semakin berat karena jalur yang mereka lewati lebih licin akibat hujan yang terus turun.
"Sepanjang perjalanan hujan dan kami jalan di tepian jurang, jadi kami harus lebih hati-hati," katanya.
Meski begitu, mereka berusaha bisa cepat sampai di lokasi untuk menyelamatkan aparat dan masyarakat di Kiwirok.
Dalam perjalanan itu, 12 personel tersebut hanya dua kali beristirahat, yaitu di Kampung Oksebang dan sebelum memasuki Kiwirok.
"Istirahat paling 15 menit, di situ kami makan mie instan yang hanya dikremes (remas) dan dicampur bumbu," aku Jenerio.
Seluruh personel merasa lelah dalam perjalanan itu. Keinginan untuk segera sampai di Kiwirok menjadi energi tambahan bagi para personel. Jenerio mengungkapkan, ada personel yang bahkan tidur dalam perjalanan karena kelelahan.
Hal itu belakangan menjadi bahan becandaan bagi rekan lainnya.
"Ada yang sempat tidur sambil jalan, tapi itu kami yang lihat justru jadi lucu dan energi kita bertambah," ungkapnya.
Setelah berjalan sekitar 30 jam, tim pertama pun tiba di Distrik Kiwirok pada Senin (20/9/2022) sekitar pukul 05.00 WIT. Mereka segera menuju Pos Satgas TNI.
Senin (20/9/2022), sekitar pukul 07.30 WIT, seluruh tim yang bergerak dari Oksibil akhirnya tiba di Kiwirok dengan selamat.
Mereka langsung menyiapkan rencana untuk mengamankan Bandara Kiwirok.
Tidak berselang lama, kontak senjata antara aparat keamanan dengan KKB yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 100 orang, pecah.
"Kami tiba jam 05.00 WIT, jam 09.00 WIT sudah ada kontak senjata, itu hanya pembersihan supaya bandara steril dari KKB," cetus Jenerio.
Rencana memukul mundur KKB dari kawasan Bandara Kiwirok pun berjalan lancar.
Tak lama, helikopter milik TNI akhirnya bisa mendarat di Kiwirok untuk mengevakuasi korban.
"Sekitar jam 11.00 WIT heli mendarat, mereka tidak bisa lama di Kiwirok karena belum betul-betul aman. Mereka bawa satu jenazah dan korban luka-luka langsung ke Jayapura," tuturnya.
Setelah itu, pengamanan di Kiwirok makin diperluas karena ada rencana pesawat kembali masuk untuk memasok bahan pokok dan mengevakuasi warga.
"Besoknya (21/9/2022) baru pesawat bawa logistik masuk dan mengevakuasi warga yang tersisa ke Oksibil," kata Jenerio.
Sisa Penderitaan Akibat Teror KKB Papua di Kiwirok
Sementara itu, Sisa-sisa penderitaan akibat teror KKB Papua ternyata masih dirasakan sejumlah warga Distrik Kiwirok.
Warga Kiwirok ingin kembali ke daerah asalnya setelah hampir setahun mengangungsi.
Teror KKB Papua benar-benar membuat mereka menderita dan mengalami mimpi buruk.
Salah satu warga Kiwirok yang berada di Oksibil, Niko Nawipa menyatakan, ingin segera kembali ke Kiwirok.
Menurut dia, sebagian besar masyarakat Kiwirok yang berada di Oksibil memiliki harapan yang sama.
Sebelum kejadian penyerangan KKB Papua, Kiwirok adalah tempat yang aman dan mulai terkenal karena biji kopinya.
"Kami sangat rindu dengan kampung kami, melakukan aktivitas biasa seperti yang kami lakukan di kampung kami," ujar Niko melalui keterangan tertulis, Selasa (11/10/2022).
Seperti dilansir dari Tribun Papua dalam artikel 'Setahun Mengungsi Akibat Serangan KKB Papua, Warga Kiwirok: Kami Ingin Pulang dan Hidup di Kampung'.
Niko yang merupakan Kepala SMPN Kiwirok memandang banyak warga yang sulit mendapat kehidupan layak selama berada di Oksibil.
Karena itu, ia berharap pemerintah dan aparat keamanan bisa memfasilitasi mereka kembali ke Kiwirok.
Hal senada juga disampaikan Karolus Butu.
Ia khawatir kekosongan di Kiwirok bisa membuat bangunan di wilayah tersebut rusak karena tidak ada yang merawat.
“Kami ingin kembali dan menata ulang kehidupan kami, di sana kampung halaman kami, karena kami di sini sudah cukup lama," kata dia.
Ia juga mengkhawatirkan keadaan anak-anak Kiwirok yang harus bersekolah di Oksibil dengan keadaan seadanya.
Menurut dia, saat melarikan diri, warga hanya bisa membawa barang seadanya karena takut melihat aksi KKB.
"Maka dari itu kami harap pemerintah segera membangun kembali sarana dan prasarana di Distrik Kiwirok, terutama gedung sekolah, agar kami dapat bertugas dan bersekolah kembali seperti sekolah lain di indonesia dan membangun kampung kami distrik Kiwirok," tuturnya.
Sementara itu, situasi keamanan di Kiwirok dalam beberapa bulan terakhir dianggap kondusif karena sudah tidak ada lagi gangguan dari KKB Papua.
Kapolres Pegunungan Bintang AKBP Cahyo Sukarnito menjelaskan, saat ini hanya ada aparat keamanan dari TNI-Polri di Kiwirok tanpa adanya masyarakat.
Namun, ia juga tidak bisa memastikan apakah KKB sudah keluar dari kawasan Kiwirok atau belum karena aparat memiliki keterbatasan dari sisi geografis.
"Dari laporan tidak ada bunyi tembakan (dari KKB), kita tidak bisa pastikan KKB masih ada di sana atau tidak karena mereka yang kuasai medan," kata dia.
Mengenai jumlah warga Kiwirok yang berada di Oksibil, Cahyo menyebut sekitar 273 orang.
Namun, ia meyakini ada warga yang belum atau tidak mau didata.
"Sementara yang kita data ada 273 warga Kiwirok yang ada di Oksibil, itu yang mau didata," kata dia.
Mengenai tempat tinggal, Cahyo mengungkapkan, umumnya masyarakat Kiwirok tinggal bersama tokoh masyarakat atau keluarganya masing-masing.
Terkait adanya keinginan masyarakat kembali ke Kiwirok, Cahyo menyatakan siap mendukung.
Namun, hal itu belum dilakukan karena keputusan akhir ada di tangan Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang.
Untuk memastikan KKB tak lagi menyerang masyarakat di Kiwirok, perlu komunikasi aktif antara pemerintah kabupaten dan KKB.
"Kita siap saja mendukung keinginan masyarakat, hanya kita tunggu komunikasinya pemerintah daerah yang bisa menjamin dan mendukung keamanan."
"Alangkah baiknya ada dialog pemerintah daerah dengan orang-orang yang berseberangan (KKB), dalam artinya jangan masyarakat yang jadi korban, jangan sampai ketika masyarakat kembali lali KKB berulah lagi," tutur Cahyo.
Untuk memulangkan warga Kiwirok, cara termudah dengan pesawat terbang perintis yang memerlukan biaya tinggi dan risiko paling rendah.
Lalu, ada pilihan berjalan kaki dengan pengawalan aparat keamanan.
Namun, jarak tempuh yang jauh membuat pilihan tersebut cukup berisiko.
"Untuk memobilisasi masyarakat bila akan kembali ke Kiwirok, kita menunggu, kalau pemerintah daerah menyediakan maka menggunakan penerbangan."
"Kemarin ada penyampaian dari masyarakat kalau mereka mau berjalan kaki, nanti TNI-Polri kawal, itu butuh waktu 2-3 hari, tergantung beban yang dibawa," kata Cahyo.
Kompas.com sudah berusaha menghubungi Bupati Pegunungan Bintang Spei Yan Bidana dan Plt Sekretaris Daerah Pegunungan Bintang Aloysius Giai melalui telepon dan pesan singkat.
Namun hingga berita ini disiarkan, belum ada jawaban dari dua pejabat daerah tersebut.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id