Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

FAKTA BARU Sidang Ferdy Sambo: Adegan Tembak Dinding Selamatkan Bharada E dan Beda Isi CCTV

Inilah sederet fakta baru mengenai sidang perdana Ferdy Sambo Cs atas dugaan pembunuhan Brigadir J digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
KOMPAS TV
Sidang Ferdy Sambo atas dugaan kasus pembunuhan Brigadir J digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 

Berangkat dari situ, Hendra mengajak Arif bertemu Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Hendra melaporkan bahwa Arif telah melihat rekaman CCTV di rumah dinas Sambo.

Namun, peristiwa yang tergambar dalam rekaman tersebut berbeda dari pengakuan Sambo soal baku tembak antara Yosua dan Richard Eliezer.

Pernyataan itu disangkal oleh Sambo.

Dengan nada marah, mantan jenderal bintang dua Polri tersebut justru mempertanyakan mengapa Arif dan Hendra tak percaya pada dirinya.

Sambo juga memerintahkan Arif menghapus rekaman CCTV itu.

"Terdakwa Ferdy Sambo meminta saksi Arif Rachman Arifin untuk menghapus dan memusnahkan file tersebut dengan kalimat 'kamu musnahkan' dan 'hapus semuanya'," kata jaksa.

"Pada saat komunikasi tersebut, saksi Arif Rahman Arifin tidak berani menatap terdakwa Ferdy Sambo dan hanya menunduk, lalu terdakwa Ferdy Sambo berkata 'kenapa kamu tidak berani natap mata saya, kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan mbakmu'," lanjut jaksa lagi.

Setelahnya, Ferdy Sambo menitikkan air mata.

Brigjen Hendra lantas membujuk AKBP Arif untuk memercayai perkataan Sambo.

Dalam perkara ini, Ferdy Sambo didakwa terlibat dalam tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Selain Sambo, ada enam tersangka lainnya termasuk Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Arif Rachman Arifin.

Lalu, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Ferdy Sambo marah DVR CCTV diserahkan ke Polres Jaksel

Ferdy Sambo sempat memerintahkan Brigjen Hendra Kurniawan mengamankan CCTV di sekitar lokasi pembunuhan.

Dalam surat dakwaan, Ferdy sambo meminta agar Hendra segera mengecek CCTV agar tidak terjadi kegaduhan dalam perisrtiwa pembunuhan tersebut.

Ferdy Sambo juga meminta agar pemeriksaan saksi-saksi kasus pembunuhan Brigadir J ditempatkan di Polres Jakarta Selatan.

"Bro (Hendra), untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Selatan di tempat bro aja ya! Biar tidak gaduh karena ini menyangkut Mbak mu masalah pelecehan, dan tolong cek CCTV Komplek," kata Ferdy Sambo kepada Hendra seperti diungkapkan dakwaan.

Perintah itu diucapkan Ferdy Sambo pada 9 Juli 2022 pukul 7.30 WIB melalui sambungan telepon.

Setelah mendapat perintah, Hendra kemudian meminta anak buahnya AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay mengamankan CCTV di sekitar komplek.

Acay kemudian menugaskan timnya untuk melakukan skrining CCTV komplek, ada 20 buah CCTV yang didata.

Hendra kemudian meminta agar mengamankan beberapa rekaman yang dianggap penting dalam peristiwa pembunuhan tersebut.

Acay kemudian meminta AKP Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di pos security komplek karena tangkapan gambarnya dianggap penting dan langsung menyorot Tempat Kejadian Perkara (TKP) rumah dinas Ferdy Sambo.

Namun rekaman DVR CCTV yang lama belum sempat dilihat oleh Ferdy Sambo sudah diserahkan ke Polres Jakarta Selatan.

Hal tersebut membuat Ferdy Sambo marah dan meminta Kompol Chuck Putranto mengambil file CCTV dan melihat isinya.

"Kamu ambil CCTV-nya kamu copy kamu lihat isinya, lakukan jangan banyak tanya, kalau ada apa-apa saya tanggung jawab," kata Sambo dalam dakwaan.

Didakwa pembunuhan berencana

Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan bahwa pembunuhan terhadap Yosua dilakukan bersama-sama dengan Putri Candrawathi, Richard Elizer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ucap jaksa Rudy Irmawan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Jaksa mengatakan, pembunuhan terhadap Yosua terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo yang berada kompleks Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan sekitar pukul 15.28-18.00 WIB.

Adapun peristiwa itu diawali adanya keributan antara Yosua dan Kuat di rumah Ferdy Sambo yang berada di Magelang.

Selanjutnya, sekitar pukul 19.30 WIB, Putri Candrawathi menghubungi Richard dan Ricky yang sedang berada di Alun-alun Kota Magelang untuk kembali ke rumah.

"Sesampainya di rumah, Richard dan Ricky mendengar ada keributan, namun tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi di rumah," papar jaksa.

Kemudian, Richard dan Ricky masuk ke kamar Putri untuk menanyakan apa yang terjadi di rumah tersebut.

"Ada apa, Bu?" tanya Ricky kepada Putri sebagaimana ditirukan oleh jaksa.

Putri tidak menjawab pertanyaan Ricky, tetapi istri Ferdy Sambo itu meminta Ricky untuk mencari Yosua.

Melanjutkan perintah tersebut, Ricky tidak langsung mencari Yosua, tetapi turun ke lantai satu untuk mengamankan senjata api milik Yosua ke kamar Tribrata Putra yang merupakan anak dari Ferdy Sambo.

Singkatnya, Ricky mengajak Yosua untuk menemui Putri.

Walaupun sempat menolak, Yosua akhirnya bersedia menemui Putri di lantai dua.

"Kemudian Ricky meninggalkan Putri dan Yosua berdua di dalam kamar pribadi Putri selama sekitar 15 menit," papar jaksa.

Setelah Yosua keluar dari kamar, lanjut jaksa, Kuat Maruf kemudian menghampiri Putri mendesak untuk melaporkannya kepada Ferdy Sambo.

"Ibu harus lapor Bapak agar di rumah ini tidak ada duri di dalam rumah tangga ibu," ucap jaksa menirukan desakan Kuat kepada Putri.

"Saat itu saksi Kuat Ma'ruf masih belum mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya," tutur jaksa.

Setelahnya, Putri menghubungi Sambo dan mengaku memperoleh perilaku yang tidak sopan dari Yosua yang kemudian membuat suaminya marah.

Sambo lantas merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang turut melibatkan Putri, Richard, Ricky, dan Kuat.

Atas perbuatannya tersebut, lima terdakwa itu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sepakati skenario di kantor Provost

Ferdy Sambo cs menyepakati skenario pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di kantor Provos Polri pada 8 Juli 2022 lalu.

Hal ini diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Saat itu, Ferdy Sambo bersama eks Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen, Hendra Kurniawan, dan eks Karo Provost Divisi Propam Polri, Brigjen Benny Ali.

Di ruang pemeriksaan Biro Provos lantai tiga, Ferdy Sambo juga menemui Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Dalam pertemuan itu, mereka menyepakati skenario yang dibuat Ferdy Sambo terkait kematian Brigadir J.

"Mereka sepakat terhadap apa yang mereka skenariokan atas terbunuhnya korban Nofriansyah Yosua Hutabarat harus sependapat dan satu pikiran," ujar Jaksa, Senin, dilansir YouTube Kompas TV.

Selanjutnya, Jaksa menirukan perkataan Ferdy Sambo yang menyinggung soal harga diri.

"Ini harga diri, percuma jabatan dan pangkat bintang dua kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Yosua," ungkap Jaksa.

Selain itu, Ferdy Sambo menyampaikan pada Hendra Kurniawan dan Benny Ali agar keterangan saksi dan barang bukti diamankan.

Ferdy Sambo juga berpesan agar peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah, tidak usah dipertanyakan.

"Mohon rekan-rekan, untuk masalah ini diproses apa adanya sesuai peristiwa di tempat kejadian perkara (TKP)."

"Kita sepakati berangkat mulai dari peristiwa di rumah dinas Duren Tiga Nomor 46 saja," kata Jaksa sebagaimana pernyataan Ferdy Sambo.

"Terakhir terdakwa Ferdy Sambo mengatakan, 'baiknya untuk penanganan tindak lanjut di Paminal saja'," imbuh Jaksa.

Sebelumnya, saat kasus kematian Brigadir J muncul, Ferdy Sambo mengaku tidak ada di lokasi kejadian saat sang ajudan tewas.

Ferdy Sambo mengaku tengah menjalani tes PCR dan mengetahui kabar Brigadir J tewas setelah mendapat telepon dari sang istri, Putri Candrawathi.

Tewasnya Brigadir J sebelumnya juga dikatakan karena terlibat baku tembak dengan Bharada E.

Namun, hasil pemeriksaan timsus menemukan bahwa baku tembak itu adalah rekayasa Ferdy Sambo.

Awalnya Polri mengungkapkan pemicu yang menyebabkan penembakan Brigadir J yakni ada upaya pelecehan seksual pada Putri Candrawathi.

Namun, Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto, memastikan tidak ada pelecehan seksual pada Putri Candrawathi.

Selain itu, ada enam perwira polisi terseret dalam kasus Brigadir J.

Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka karena telah melakukan Obstruction of Justice atau berupaya menghambat penyidikan.

Para tersangka disebut melakukan tindakan merusak barang bukti elektronik, serta menambahkan barang bukti di TKP.

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved