Tragedi Arema vs Persebaya

Kisah Pilu Cahayu Nur Dewata Korban Tragedi Kanjuruhan Hilang Ingatan dan Mata Masih Memerah

Kisah pilu menghampiri seorang Aremanita korban tragedi Kanjuruhan, Cahayu Nur Dewata hingga kini masih hilang ingatan.

Editor: Iksan Fauzi
Kolase SURYA.co.id/Rifky Edgar
Kisah pilu Cahayu Nur Dewata korban Arema saat tragedi Kanjuruhan. Kondisi Cahayu saat ini masih hilang ingatan dan mata memerah efek gas air mata kedaluwarsa. 

"Hal ini yang memicu kepanikan penonton dan memunculkan dinamika di lapangan menjadi ricuh," katanya.

Termasuk kericuhan yang terjadi di pintu ke-13 Stadion Kanjuruhan.

Temuan tersebutlah yang dikatakan Komnas HAM berdasarkan video kunci yang dimilikinya.

Dan juga keterangan dari beberapa saksi atau korban yang selamat.

"Ini yang tadi berdasarkan video kunci, video eksklusif, ada beberapa keterangan dari saksi yang selamat walaupun sempat ada juga yang pingsan di titik itu," lanjutnya.

Fokus Gas Air Mata

Di bagian lain, Tim Gabungan Aremania (TGA) meminta kepada para Aremania baik di wilayah Malang Raya maupun di luar Malang Raya, untuk terus fokus mengawal usut tuntas Tragedi Kanjuruhan dan gas air mata.

Anggota Tim Gabungan Aremania, Anwar mengatakan, bahwa tragedi ini tidak hanya dirasakan oleh warga  Malang saja, tetapi sudah menjadi tragedi nasional.

"Artinya, ayo fokus pada pemicu tragedi ini. Apa yang memicu tragedi ini, yaitu gas air mata. Jadi, fokus kesitu saja dan gaungkan terus," ujarnya kepada TribunJatim.com, Rabu (12/10/2022).

Pihaknya akan terus menggaungkan usut tuntas Tragedi Kanjuruhan serta gas air mata.

"Selama belum ada pernyataan resmi dari pihak yang berwenang bahwa pemicu tragedi itu adalah gas air mata, maka kami terus menggaungkan," ungkapnya. 

Dia juga meminta kepada para Aremania agar jangan terhasut oleh spanduk-spanduk yang bersifat provokatif.

Apabila menemukan adanya tulisan, spanduk, gambar ataupun mural yang bernada provokatif serta jauh dari koridor usut tuntas, untuk segera melapor ke Tim Gabungan Aremania

"Untuk saat ini, belum kami temukan lagi adanya spanduk provokatif. Namun, apabila menemukan hal-hal seperti itu, bisa langsung menghubungi nomor hotline kami di 0813-3301-0152 atau mendatangi posko kami yang ada di Gedung KNPI Jalan Kawi Kota Malang. Supaya bisa segera kami tindak," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Gabungan Aremania menemukan adanya pemasangan spanduk provokatif.

Spanduk provokatif itu ditemukan pada Sabtu (8/10/2022) sore, terpasang di pinggir Jalan Retawu.

Spanduk itu bertuliskan "Usut Tuntas Sing Dudu Aremania Ojo Melok-Melok". Diduga, spanduk provokatif itu dipasang untuk memecahkan fokus tujuan usut tuntas tragedi Stadion Kanjuruhan.

Anggota DPR Minta Polisi Mengaku

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Polri berhenti berdalih soal gas air mata dalam tragedi di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menelan 132 korban jiwa.

Ia menilai, gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan massal yang mengakibatkan penonton berdesakan hingga akhirnya meninggal dunia.

“Lebih baik Polri mengakui bahwa gas air mata adalah pemicu dan penyebab jatuhnya korban,” tutur Taufik kepada wartawan, Rabu (12/10/2022).

Ia menegaskan, tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata dalam peristiwa pada Sabtu (1/10/2022) itu harus diusut tuntas melalui jalur pidana.

“Penggunaan gas air mata oleh personel aparat dalam stadium adalah kesalahan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,” sebutnya.

Taufik menyatakan, gas air mata digunakan untuk membubarkan massa, bukan untuk melumpuhkan atau meredakan kerusuhan.

Maka, pihak kepolisian mestinya mempertimbangkan penggunaannya, apalagi dalam situasi ribuan penonton yang berdesak-desakan.

“Gas air mata tidak dapat pula digunakan pada kerumunan yang tidak dapat berpencar karena akses membubarkan diri yang terbatas,” ujar Taufik.

“Pemahaman dasar ini yang harus dimiliki oleh personel Polri, terlebih yang ditugaskan mengendalikan massa,” sambungnya.

Ia menduga ada kelalaian yang dilakukan anggota Polri dalam pemakaian gas air mata di Stadion Kanjuruhan.

Oleh karena itu, para pihak yang berperan sebagai pemberi perintah sampai pelaksana harus dikenai sanksi pidana.

Taufik menjelaskan, para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 359 KUHP yang berbunyi: barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

“Sementara personel lain jika memiliki keterkaitan dapat dimintakan pertanggungjawaban etik,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengeklaim bahwa penggunaan gas air mata tidak mematikan meski dipakai dalam skala tinggi.

“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” papar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Terakhir, ia berdalih penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa tidak begitu efektif.

Pernyataan Dedi lantas dibantah oleh Komnas HAM dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Komnas HAM menyatakan, gas air mata menjadi pemicu kepanikan penonton yang akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar.

Adapun TGIPF menyatakan, gas air mata yang ditembakkan polisi di Kanjuruhan bersifat mematikan. (SURYA.co.id/Rifky Edgar)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komnas HAM Miliki Video Eksklusif dari Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan: Merekam Banyak Hal

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved