Tragedi Arema vs Persebaya
Kisah Pilu Cahayu Nur Dewata Korban Tragedi Kanjuruhan Hilang Ingatan dan Mata Masih Memerah
Kisah pilu menghampiri seorang Aremanita korban tragedi Kanjuruhan, Cahayu Nur Dewata hingga kini masih hilang ingatan.
SURYA.co.id | MALANG - Kisah pilu menghampiri seorang Aremanita korban tragedi Kanjuruhan, Cahayu Nur Dewata hingga kini masih hilang ingatan.
Dua hari ini, Cahayu mencoba untuk mengingat-ingat peristiwa yang menewaskan 132 suporter usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya itu, Sabtu 1 Oktober 2022.
Dua hari ini hanya ponsel jadi temannya untuk mengingat peristiwa yang membuatnya terkapar saat berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Selain hilang ingatan, bola mata Cahayu masih terlihat memerah. Kondisi matanya sama dengan korban lainnya.
Diduga, penyebab mata Cahayu seperti itu efek dari gas air mata kedaluwarsa yang ditembakkan oleh aparat keamanan saat terjadi kericuhan.
Cahayu juga sempat koma selama tiga hari di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Perempuan yang belum genap berusia 16 tahun itu, hanya duduk lemas di kursi, sembari memegangi ponselnya saat ditemui Surya, Rabu (12/10/2022).
Ponsel ini menjadi saksi, dan menjadi alat untuk dirinya kembali mengingat tragedi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu.
"Saya tidak ingat," kecap Cahayu, saat awak media mencoba menanyakan kondisi Cahayu saat di Stadion Kanjuruhan.
Dari keterangan ibunya, Nurul Aini, Cahayu ditemukan tergeletak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Arema vs Persebaya.
Cahayu, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Wava Husada untuk menjalani perawatan.
Dengan kondisi yang kacau balau pada saat itu, Cahayu kemudian dirujuk ke RSUD Kanjuruhan untuk menjalani perawatan intensif.
Cahayu pun tak sadarkan diri selama tiga hari, dan sempat berteriak histeris setelah sadar dan melihat banyak orang di sekelilingnya.
"Yang menemukan posisi Cahayu ini anak pertama saya di Wava. Karena di sana tak segera mendapatkan pertolongan, kemudian dibawanya ke RSUD Kanjuruhan," ucapnya.
Saat menjalani perawatan di RSUD Kanjuruhan, kondisi Cahayu lemas, dan kelopak matanya berwarna merah.
Dari hasil diagnosa dokter, Cahayu mengalami pendarahan di otak, yang menyebabkan gegar otak ringan.
Hal ini yang menyebabkan, Cahayu kehilangan ingatan, dalam beberapa waktu terakhir.
"Saat di rumah sakit itu, kalau lihat orang banyak selalu berteriak ketakutan. Kadang juga melamun dan berbicara sendiri,"
"Yang dia ingat, adalah ingatan dirinya saat kecil, saat masih SD. Tapi yang kemarin-kemarin ini dia sudah lupa, seperti keputus-putus," ujarnya.
Kini, kondisi Cahayu masih nampak lemas. Kelopak matanya berwarna merah, akibat terkena gas air mata.
Tangan kanannya tak bisa digerakkan. Dia hanya bisa bermain ponsel untuk mengingat-ingat kembali kenangannya saat Tragedi Kanjuruhan.
"Baru kemarin ini saya pegangi ponselnya, setelah saya melihat kondisinya semakin membaik. Ya Alhamdulillah, setelah melihat ponselnya, perlahan-lahan, dia mulai ingat," ucapnya.
Sembari memegangi ponsel, Cahayu juga menunjukkan, foto-foto dia bersama temannya saat berada di tribun 12 Stadion Kanjuruhan.
Dia juga menunjukkan foto bersama teman perempuannya, yang menjadi korban meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan.
"Ini teman saya. Namanya Najwa. Dia sudah meninggal dunia," kenang Cahayu sembari menunjukkan fotonya bersama almarhum di Stadion Kanjuruhan.
Saat ini, Cahayu menjalani rawat jalan di rumahnya yang berada di Jalan Pulau Galang No. 2, Ciptomulyo, Kota Malang.
Dia juga akan menjalani terapi untuk memulihkan kembali, tangan kanannya agar bisa digerakkan.
"Harapan saya, anak saya ini bisa segera sembuh, segera pulih, agar bisa kembali ceria. Karena sebelum kejadian dia selalu ceria. Dan selalu merawat neneknya yang saat ini juga sakit," tandasnya.
Temuan Komnas Ham
Sementara itu, sebuah video eksklusif yang direkam saat detik-detilk tragedi Kanjuruhan menjadi bukti penting yang kini ada di tangan Komnas HAM.
Video eksklusif itu direkam oleh suporter Aremania saat berjuang menyelamatkan diri sebelum akhirnya dia meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.
Komisioner Komnas HAM Choirul Aman mengungkap, video eksklusif yang didapatnya itu belum pernah terpublikasi di media maupun media sosial, sepanjang pengusutan kasus tragedi Kanjuruhan.
Menurutnya, video tersebut merupakan salah satu bukti krusial untuk pengusutan Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban meninggal 132 orang itu.
"Karena ada satu (video) yang sangat krusial, yang sepanjang sepengetahuan kami belum terpublikasi."
"Video ini memang diproduksi oleh yang meninggal," ujarnya dengan nada bergetar saat konferensi pers di Gedung Komnas HAM yang ditayangkan di YouTube Kompas TV, Rabu (12/10/2022).
Anam menjelaskan video yang dimiliki oleh pihaknya itu berisi rekaman dari korban berada di tribun penonton hingga pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
"(Korban meninggal dunia) merekam banyak hal. Dan dia sendiri bagian dari yang meninggal," jelasnya.
Kendati begitu, Anam tidak memperlihatkan isi video itu kepada awak media.
Lebih lanjut, Anam membeberkan fakta terkait kondisi pintu 13 Stadion Kanjuruhan yang ramai dibicarakan publik menjadi penyebab jatuhnya korban meninggal dunia.
Ia mengungkapkan pintu 13 dalam kondisi terbuka meski yang dibuka adalah pintu kecil bukan pintu gerbang.
Tidak hanya pintu 13, Anam juga mengungkapkan pintu lain seperti pintu kecil 10, 11, 12, dan 14.
Temuan ini, katanya, berdasarkan hasil pengamatan video yang didapat Komnas HAM.
"Kondisi pintu tribun terbuka meskipun yang dibuka adalah pintu tribun 10, 11, 12, 13, dan 14. Jadi memang ini yang awalnya jadi hiruk pikuk," ujarnya.
Choirul Anam juga menyebut gas air mata menjadi penyebab utama jatuhnya ratusan korban tewas di tragedi Kanjuruhan.
"Penembakan gas air mata pertama kali ditembakkan ke arah tribun selatan sekitar pukul 22.08 WIB, dan tim sedang mendalami titik krusial yang mengakibatkan banyaknya korban yang meninggal."
"Hal ini yang memicu kepanikan penonton dan memunculkan dinamika di lapangan menjadi ricuh," katanya.
Termasuk kericuhan yang terjadi di pintu ke-13 Stadion Kanjuruhan.
Temuan tersebutlah yang dikatakan Komnas HAM berdasarkan video kunci yang dimilikinya.
Dan juga keterangan dari beberapa saksi atau korban yang selamat.
"Ini yang tadi berdasarkan video kunci, video eksklusif, ada beberapa keterangan dari saksi yang selamat walaupun sempat ada juga yang pingsan di titik itu," lanjutnya.
Fokus Gas Air Mata
Di bagian lain, Tim Gabungan Aremania (TGA) meminta kepada para Aremania baik di wilayah Malang Raya maupun di luar Malang Raya, untuk terus fokus mengawal usut tuntas Tragedi Kanjuruhan dan gas air mata.
Anggota Tim Gabungan Aremania, Anwar mengatakan, bahwa tragedi ini tidak hanya dirasakan oleh warga Malang saja, tetapi sudah menjadi tragedi nasional.
"Artinya, ayo fokus pada pemicu tragedi ini. Apa yang memicu tragedi ini, yaitu gas air mata. Jadi, fokus kesitu saja dan gaungkan terus," ujarnya kepada TribunJatim.com, Rabu (12/10/2022).
Pihaknya akan terus menggaungkan usut tuntas Tragedi Kanjuruhan serta gas air mata.
"Selama belum ada pernyataan resmi dari pihak yang berwenang bahwa pemicu tragedi itu adalah gas air mata, maka kami terus menggaungkan," ungkapnya.
Dia juga meminta kepada para Aremania agar jangan terhasut oleh spanduk-spanduk yang bersifat provokatif.
Apabila menemukan adanya tulisan, spanduk, gambar ataupun mural yang bernada provokatif serta jauh dari koridor usut tuntas, untuk segera melapor ke Tim Gabungan Aremania
"Untuk saat ini, belum kami temukan lagi adanya spanduk provokatif. Namun, apabila menemukan hal-hal seperti itu, bisa langsung menghubungi nomor hotline kami di 0813-3301-0152 atau mendatangi posko kami yang ada di Gedung KNPI Jalan Kawi Kota Malang. Supaya bisa segera kami tindak," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Gabungan Aremania menemukan adanya pemasangan spanduk provokatif.
Spanduk provokatif itu ditemukan pada Sabtu (8/10/2022) sore, terpasang di pinggir Jalan Retawu.
Spanduk itu bertuliskan "Usut Tuntas Sing Dudu Aremania Ojo Melok-Melok". Diduga, spanduk provokatif itu dipasang untuk memecahkan fokus tujuan usut tuntas tragedi Stadion Kanjuruhan.
Anggota DPR Minta Polisi Mengaku
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Polri berhenti berdalih soal gas air mata dalam tragedi di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menelan 132 korban jiwa.
Ia menilai, gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan massal yang mengakibatkan penonton berdesakan hingga akhirnya meninggal dunia.
“Lebih baik Polri mengakui bahwa gas air mata adalah pemicu dan penyebab jatuhnya korban,” tutur Taufik kepada wartawan, Rabu (12/10/2022).
Ia menegaskan, tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata dalam peristiwa pada Sabtu (1/10/2022) itu harus diusut tuntas melalui jalur pidana.
“Penggunaan gas air mata oleh personel aparat dalam stadium adalah kesalahan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,” sebutnya.
Taufik menyatakan, gas air mata digunakan untuk membubarkan massa, bukan untuk melumpuhkan atau meredakan kerusuhan.
Maka, pihak kepolisian mestinya mempertimbangkan penggunaannya, apalagi dalam situasi ribuan penonton yang berdesak-desakan.
“Gas air mata tidak dapat pula digunakan pada kerumunan yang tidak dapat berpencar karena akses membubarkan diri yang terbatas,” ujar Taufik.
“Pemahaman dasar ini yang harus dimiliki oleh personel Polri, terlebih yang ditugaskan mengendalikan massa,” sambungnya.
Ia menduga ada kelalaian yang dilakukan anggota Polri dalam pemakaian gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
Oleh karena itu, para pihak yang berperan sebagai pemberi perintah sampai pelaksana harus dikenai sanksi pidana.
Taufik menjelaskan, para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 359 KUHP yang berbunyi: barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
“Sementara personel lain jika memiliki keterkaitan dapat dimintakan pertanggungjawaban etik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengeklaim bahwa penggunaan gas air mata tidak mematikan meski dipakai dalam skala tinggi.
“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” papar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Terakhir, ia berdalih penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa tidak begitu efektif.
Pernyataan Dedi lantas dibantah oleh Komnas HAM dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Komnas HAM menyatakan, gas air mata menjadi pemicu kepanikan penonton yang akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar.
Adapun TGIPF menyatakan, gas air mata yang ditembakkan polisi di Kanjuruhan bersifat mematikan. (SURYA.co.id/Rifky Edgar)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komnas HAM Miliki Video Eksklusif dari Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan: Merekam Banyak Hal