Berita Nganjuk
Muncul Awan Cumulonimbus, BMKG Nganjuk Sebut Bisa Memicu Cuaca Buruk dan Hujan Lebat
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nganjuk meminta masyarakat waspadai penumpukan awan berlebihan (awan Cumulonimbus)
Penulis: Ahmad Amru Muiz | Editor: irwan sy
Berita Nganjuk
SURYA.co.id | NGANJUK - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nganjuk meminta masyarakat waspadai penumpukan awan berlebihan (awan Cumulonimbus).
Ini dikarenakan awan Cumulonimbus tersebut bisa memicu terjadinya cuaca buruk ketika turun hujan lebat.
Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Muda BMKG Nganjuk, Setiyaris, mengatakan fase awal terbentuknya awan cumulonimbus dimulai dari naiknya massa udara lembab, perlahan mendingin, serta berkondensasi membentuk awan-awan cumulus.
Kemudian fase matang ditandai dengan mulainya adanya arus udara turun.
Pada fase tersebut, dikatakan Setiyaris, puncak awan dapat tumbuh mencapai lapisan atmosfer yang sangat tinggi dan membentuk landasan awan (anvil).
Ketiga fase meluruh, dimulai saat updraft melemah dan didominasi oleh downdraft (hujan turun) pada sebagian besar sistem awan.
Awan cumulonimbus yang tumbuh pada area dengan geser angin kuat dapat tumbuh lebih dahsyat.
"Di situlah potensi bahaya terjadi dan bisa mengancam aktivitas penerbangan, terkait beberapa fenomena dari awan cumulonimbus, seperti microburst, downburst, turbulensi, hujan deras, maupun bongkahan es," kata Setiyaris dalam talkshow di Radio Suara Anjuk Ladang Pemkab Nganjuk, Rabu (15/6t/2022).
Oleh karena itu, menurut Setiyaris, musim kemarau tahun ini diprediksi mengalami kemunduran waktu.
Di beberapa daerah di Indonesia akan mengalami keterlambatan waktu musim kemarau.
Hal ini karena analisa BMKG menunjukan La-Nina dan potensi peningkatan curah hujan masih dapat terjadi hingga pertengahan tahun 2022.
BMKG menyebut, musim kemarau tahun ini akan datang lebih lambat dibanding biasanya.
"Dan curah hujan yang masih tinggi pada waktu yang seharusnya musim kemarau akan terjadi di beberapa daerah, khususnya di Pulau Jawa. Hal ini membuat Pulau Jawa berpotensi mengalami kemarau basah. Musim kemarau basah merupakan periode waktu kemarau, namun tetap terjadi hujan," tandas Setiyaris.
BMKG Nganjuk, tambah Setiyaris, mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan hati hati terhadap potensi–potensi cuaca ekstrim seperti puting beliung, hujan lebat disertai petir maupun kilat, hujan es dan lain lain.
Dampak yang ditimbulkan yakni banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin masih bisa terjadi.
"Bagi masyarakat yang tinggal di perbukitan, pegunungan maupun yang di lereng, jika terjadi hujan lebat dalam waktu yang lama wajib untuk bersiap diri dan waspada, karena potensi bencana pasti ada," tutur Setiyaris.