Berita Surabaya
Soal Adanya Prostitusi Berkedok Spa di Surabaya, Praktisi Hukum Sebut Aparat Hanya Lip Service Saja
Polisi disebut tampak setengah hati melakukan penindakan terhadap belasan tempat Spa yang disinyalir menjadi bilik transaksi perdagangan orang.
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Sepekan lebih Operasi Pekat Semeru yang menyasar berbagai potensi gangguan kamtibmas dengan target peredaran narkotika, prostitusi, miras dan pornografi di Surabaya berjalan.
Beberapa kasus berhasil diungkap polisi, di antaranya muncikari online yang menawarkan berbagai jasa layanan seks melalui media sosial.
Tentu itu menjadi bentuk prestasi tersendiri bagi unit Pelayan Perempuan dan Anak Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Namun begitu, polisi tampak setengah hati melakukan penindakan terhadap belasan tempat Spa yang disinyalir menjadi bilik transaksi perdagangan orang dengan cara menawarkan dan menyediakan jasa layanan seks.
Meski bukan rahasia umum, para aparat penegak hukum di Surabaya nyatanya belum menindak satu pun tempat Spa yang nakal. Padahal, penolakan terus disuarakan oleh berbagai ulama di Surabaya.
Setelah ketua PCNU Surabaya, KH Muhibbin Zuhri menyampaikan harapannya kepada aparat penegak hukum di Surabaya agar lebih objektif dan tegas dalam meminimalisir para pelaku prostitusi, kini giliran ketua PD Muhammadiyah Surabaya, Hamri Al Jauhari menegaskan hal yang sama.
"Perbuatan asusila dengan berkedok apapun adalah merupakan pelanggaran berat baik ditinjau dari hukum apapun. Apalagi ditinjau dari hukum agama,seperti tercantum dalam surat Al Isra (17) ayat 32: 'Dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk'," kata Hamri, Selasa (31/5/2022).
Ia juga meminta aparat serius dalam membersihkan Kota Surabaya dari praktik prostitusi dengan berbagai macam kedok, seperti di tempat Spa maupun karaoke dewasa.
"Maka sudah seharusnya praktik-praktik yang menjurus pada perzinahan harus dibersihkan agar kota Surabaya bersih dari perbuatan asusila. Penutupan tempat-tempat prostitusi yang sudah dilakukan oleh Wali Kota Bu Risma yang berdarah-darah harus dilanjutkank jangan sampai mengalami kemandekkan," tegasnya.
"Aparat jangan sampai lengah, tokoh agama, tokoh masyarakat harus turun gunung untuk membasmi penyakit masyarakat tersebut demi kemuliaan hidup warga Surabaya sebagaimana jargon yang diserukan Wali Kota Eri Cahyadi, 'Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghofur' ," tandasnya.
Lambannya aparat penegak hukum baik kepolisian maupun aparat penegak perda seperti Satpol PP juga dikritisi okeh I Wayan Titip, seorang praktisi hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Menurut Wayan, polisi maupun satpol PP kota Surabaya dinilai tak berintegritas dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
"Ya kalau sudah jelas-jelas terbukti melakukan praktek prostitusi, secara hukum harus ditindak tegas dan dicabut ijin usahanya serta ditutup tempat praktek 'pijat aurat'. Ngono ae kok angel (begitu saja susah). Jadi sulit karena ada faktor non teknis hukum yang mempengaruhi aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Tetapi di sisi lain, kalau menertibkan PKL, wah tegasnya luar biasa," kritik Wayan.
Ia juga menyebut, setiap statement yang dikeluarkan oleh pejabat di lingkungan aparat penegak hukum hanyalah sebuah lip service semata.
"Konsisten pada inkonsisten, isuk dele sore tempe. Ini mentalitasi aparat penegak hukum kita. Sangat disayangkan," tandasnya.
