Berita Tulungagung
Massa GPI Demo di PN Tulungagung, Mengkritisi Penanganan Kasus Penjualan Minuman Beralkohol
Razia penjual miras ilegal di Tulungagung. Para pelakunya dijerat dengan Undang-undang Pangan dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) melakukan aksi di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Selasa (22/2/2022).
Mereka mempertanyakan proses hukum terhadap JS, terdakwa kasus penjualan minuman beralkohol.
Mereka membawa berbagai poster berisi tulisan yang mengkritisi penanganan perkara di Kepolisian, Kejaksaan dan kinerja hakim.
"Yang satu kardus ditangkap, yang satu gudang dibiarkan," salah satu tulisan yang dibawa massa.
"Kejar dan tangkap DPO dalam perkara miras ini," tulis yang lain.
Mereka juga sempat memantau jalannya sidang lewat layar monitor di depan PN Tulungagung.
"Sebagai masyarakat kami punya hak mengoreksi kinerja Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim," ujar Ketua GPI, Jaka Prasetya.
Jaka melanjutkan, pihaknya mengawal kasus ini karena dianggap banyak hal yang tidak pas.
Misalnya, dalam keterangan saksi menjelaskan jika kandungan miras yang diuji di laboratorium, sama dengan produk perusahaan.
Karena itu jika dinilai pelanggaran hukum, maka dianggap kurang pas jika dimasukkan dalam dakwaan.
Jaka menilai lemahnya dakwaan ini karena penanganan perkara yang tidak tertib.
Misalnya terdakwa yang diancam hukuman 5 tahun penjara atau lebih harus didampingi penasehat hukum.
"Tapi bisa kita lihat, ternyata terdakwa menjalani persidangan tanpa ada pengacara," ungkap Jaka.
Sebelumnya, JS ditangkap dengan barang bukti 5 botol arak bali dan 15 botol anggur merah.
Lanjut Jaka, penggunaan Undang-undang Perlindungan Konsumen juga kurang tepat.
Sebab kewajiban mencantumkan komposisi, efek samping dan tanggal kedaluwarsa adalah kewajiban perusahaan produsen, bukan penjual.
"Kalau orang yang mengedarkan atau kulakan di daerah, pengaturannya ada di Perda pengendalian minuman beralkohol," paparnya.
Penggunaan Undang-undang Pangan dalam perkara ini juga dianggap tidak tepat. Sebab tidak ada upaya mengolah bahan pangan menjadi minuman.
Tidak ada pula upaya pengoplosan atau mengolah bahan-bahan tertentu menjadi minuman.
"Selain arak bali dan anggur merah, tidak ada kandungan lain yang dicampur di situ. Sehingga hasil laboratorium sama dengan hasil produk," tegas Jaka.
Yang paling fatal, menurutnya adalah penggunaan pasal 64 Undang-undang Cipta Kerja.
Pasal ini sudah dihapus, sehingga tidak bisa dipakai untuk dakwaan, baik dakwaan alternatif maupun akumulatif.
Jaka menilai ada upaya pemaksaan penggunaan pasal tersebut dalam perkara JS ini.
"Apakah JPU kurang teliti sehingga masih menggunakan pasal itu yang sudah dihapus?" ujarnya.
Lebih jauh, menurut Jaka, penindakan penjualan minuman beralkohol dilakukan pemerintah daerah.
Para pelakunya diarahkan untuk mendapatkan Surat izin Usaha Perdagangan minuman beralkohol.
Kepolisian tengah gencar merazia para penjual miras ilegal di Tulungagung.
Para pelakunya dijerat dengan Undang-undang Pangan dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Hal ini memungkinkan hukum penjara kepada para pelakunya.
Berbeda dengan penanganan sebelumnya yang menggunakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yang cukup membayar denda.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/demo-gpi-di-pn-tulungagung.jpg)