'TAK MENYESAL' Ekspresi Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia, Jaksa Terkejut & Gusar
Ekspresi raut wajah Herry Wirawan dinilai jaksa tak menyesal ketika dituntut hukuman mati dan kebiri kimia dalam kasus rudapaksa 13 santriwati.
SURYA.co.id - Ekspresi raut wajah Herry Wirawan dinilai jaksa tak menyesal ketika dituntut hukuman mati dan kebiri kimia dalam kasus rudapaksa 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat.
Hal itu membuat jaksa yang membacakan tuntutan terkejut.
Jaksa menilai, pada umumnya, ketika terdakwa dituntut hukuman mati, setidaknya meneteskan air mata.
Air mata tersebut sebagai ungkapan rasa menyesal.
Namun, hal itu tidak terjadi pada Herry Wirawan yang dihadirkan langsung di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
Jaksa yang merasa terkejut itu adalah Asep N Mulyana.
Dia tak lain adalah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang membacakan tuntutan kepada terdakwa.
Asep merasa heran dengan ekspresi Herry. Menurutnya, selama 25 tahun menjadi jaksa, ekspresi Herry Wirawan lain daripada terdakwa lain.
Ia mengatakan, terdakwa akan histeris atau menangis ketika dituntut hukuman mati. Herry Wirawan justru terlihat tenang.
Duduk jadi terdakwa di ruang sidang Pengadilan Negeri Bandung, Herry Wirawan seolah ingin menunjukkan sifat aslinya di depan Jaksa dan Hakim.
Bahkan seharusnya menurut Asep, Herry Wirawan tak menitikkan air mata saat dituntut hukuman kebiri kimia.
"Saya lihat ketika Kami membacakan tuntutan mati, tidak ada ekspresi sama sekali. Tidak ada satu tetes air mata pun yang muncul"
"Tidak ada rasa bersalah dari terdakwa. Seolah-olah ini suatu kebiasaan atau perbuatan yang apa adanya, yang umum dilakukan orang," kata Asep N Mulyana dalam wawancara TV One, Rabu (12/1/2022).
Herry Wirawan tak bergeming di depan jaksa dan hakim saat dituntut hukuman mati hingga kebiri kimia.
Melihat reaksi Herry, Asep N Mulyana punya alibi. Menurutnya, Herry dalam sehat dengan kondisi mental yang baik.
"Ketika Kami menanyakan bagaimana fakta perbuatan, dijawab dengan lugas. Jadi Kami tidak melihat ada hal-hal sakit jiwa. Ada kesadaran dan kesengajaan pelaku melakukan perbuatan ini, kejahatan yang sangat serius," ungkap Asep N Mulyana.
Dalam persidangan, Herry Wirawan dituntut jaksa dengan hukuman mati dan kebiri kimia.
Jaksa juga menuntut aset Herry Wirawan diserahkan kepada negara untuk membiayai korban rudapaksa dan bayi-bayi yang dilahirkan.
Tak cukup sampai di situ, jaksa juga menuntut Herry Wirawan dengan denda Rp 500 juta.
Tuntutan terhadap Herry Wirawan dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022).
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku," ujar Asep N Mulyana.
"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia."
"(Ketiga) Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi," sambungnya.
Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga meminta agar Yayasan milik Herry Wirawan dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke negara.
"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," kata Asep N Mulyana.
Alasan memberatkan
Asep N Mulyana juga mengungkap alasan mengajukan hukuman berat kepada Herry Wirawan.
Asep N Mulyana mengatakan, ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Pertama, kata dia, Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban pun terperdaya.
Kemudian, kata dia, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujar Asep N Mulyana.
Seperti diketahui, Herry memperkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di Yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Fakta persidangan pun menyebutkan bahwa terdakwa memperkosa korban di gedung Yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2016 sampai 2021.
Pelaku adalah guru bidang keagamaan sekaligus pimpinan yayasan itu.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Keberatan
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsari menilai hukuman mati atau kebiri kimia bertentangan dengan prinsip HAM.
Ia menyebut bahwa hak hidup seseorang adalah hak yang tak bisa dikurangi dalam situasi apa pun.
"Saya setuju jika pelaku ( Herry Wirawan ) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal, bukan hukuman mati atau kebiri kimia," kata Beka Ulung Hapsari dilansir dari Tribunnews.com.
Saat ditanya terkait hukuman berat atau maksimal yang seperti apa, Beka hanya menyebut hukuman maksimal yang sesuai dengan undang-undang KUHP dan undang-undang tentang perlindungan anak. (TribunBogor)
>>> Update berita terbaru Herry Wirawan dituntut hukuman mati