Kronologi Anak Kiai di Jombang Gugat Kapolda Rp 100 Juta, Tersangka Cabuli Santriwati
Berikut ini kronologi anak kiai di Jombang menggugat Kapolda Jatim, tak terima jadi tersangka cabuli santriwati.
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Tri Mulyono
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Berikut ini kronologi seorang anak kiai di Jombang, Jawa Timur (Jatim) hingga nekat menggugat Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta sebesar Rp 100 juta.
Anak kiai di Jombang itu juga memohon kepada hakim agar memutuskan, kasus yang menjeratnya dihentikan atau SP3.
Sidang gugatan anak kiai di Jombang itu mulai digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (10/12/2021).
Much Subchi Azal Tzani (39) alias Mas Bekhi, seorang anak kiai di Jombang awalnya menjadi tersangka dugaan pencabulan kepada santriwati.
Dia tak terima status tersangka pencabulan yang disematkan kepadanya.
Mas Bekhi juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren di Jombang.
Gugatan Mas Bekhi terungkap dalam website Pengadilan Negeri Surabaya selaku pemohon.
Ia melakukan perlawanan hukum terhadap Polda Jatim selaku termohon atas penetapan tersangka dalam kasus pencabulan terhadap santriwatinya.
Gugatan tersebut terdaftar dalam Nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby yang didaftarkan Selasa, (23/11/2021) lalu.
Dalam gugatannya, pemohon menyatakan penetapannya sebagai tersangka serta proses penyidikan yang dilakukan Polda Jatim kepadanya tidak sah atas penetapan sebagai tersangka kasus pemerkosaan atau perbuatan cabul.
"Menyatakan tindakan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana pemerkosaan atau perbuatan cabul, sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP atau Pasal 294 Ayat 1 dan 2 ke 2e KUHP sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LPB/392/X/RES.1.24/2019/JATIM.RES.JBG tanggal 29 Oktober 2019 jo Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/474/II/Res.1.24/2020/Ditreskrimum tanggal 26 Februari 2020 (Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/871/VI/Res.1.24/2020/Ditreskrimum tanggal 5 Juni 2020) jo berkas perkara pidana atas nama tersangka MOCH. SUBCHI AZAL TSANI als. MAS BEKHI Nomor Pol : BP/59/-III/2020/Ditreskrimum tanggal 11 Maret 2020 (atau tertulis juga Nomor Pol : BP/59/-III/RES.1.24/2020/Ditreskrimum tanggal 14 Maret 2020) tidak didukung dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP sebagaimana telah ditentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, sehingga tidak sah," tulisnya dalam permohonan gugatan.
Sebelumnya, Mas Bekhri dilaporkan oleh seorang santrinya lantaran diduga telah melakukan perbuatan cabul, dengan Laporan Polisi Nomor: LPB/392/X/RES.1.24/2019/JATIM.RES.JBG tanggal 29 Oktober 2019.
MUI dan Muhammadiyah dukung pengusutan
Sebelumnya, kasus dugaan pencabulan ini menarik perhatian sejumlah tokoh agama di Kabupaten Jombang.
Sejumlah tokoh di Kabupaten Jombang mulai angkat bicara terkait kasus dugaan pencabulan terhadap santriwati tersangka MSA (39), putra kiai ternama di Jombang.
Para tokoh masyarakat tersebut mendukung polisi sepenuhnya untuk menuntaskan kasus itu. Dengan begitu, citra Jombang sebagai Kota Santri tidak tercoreng.
Salah satunya Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jombang, KH Cholil Dahlan.
"Saya atas nama MUI Jombang mendukung polri untuk menuntaskan dugaan pidana pencabulan yang dilakukan salah satu anak seorang tokoh pesantren di Jombang, berinisial MSA," ujar Kiai Cholil, Senin (20/1/2020).
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Peterongan Jombang ini berharap, dengan penuntasan kasus tersebut, tidak ada stigma buruk bagi komunitas pondok pesantren di Kabupaten Jombang.
"Selain itu, juga memberikan keteduhan dan ketentraman bagi umat, khususnya di lingkungan pondok pesantren," tegas KH Cholil.
Dukungan senada disuarakan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jombang, Dr Ir Abdul Malik.
"Saya selaku Ketua Muhammadiyah Jombang mendukung penuh polisi, dalam hal ini Polda Jatim untuk mengusut tuntas kasus pencabulan di bawah umur, agar tidak terjadi stigma buruk terhadap Jombang sebagai kota santri," tegas Abdul Malik.
Terpisah, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jombang, KH Isrofil Amar juga ikut menyuarakan dukungannya.
"Besar harapan kami, demi keadilan dan kewibawaan, Polda Jatim segera menuntaskan perkara tersebut," ujar Kiai Isrofil yang juga mantan Ketua PCNU Jombang.
Diketahui, mulai Rabu (15/1/2020), penanganan perkara dugaan tindak pidana asusila yang melibatkan putra kiai terkenal di Jombang, berinisial MSA (39), ditangani Ditreskrimum Polda Jawa Timur.
Wakapolres Jombang, Kompol Budi Setiono mengatakan, meski diambilalih oleh polda, polisi memastikan proses tersebut tak akan mempengaruhi status hukum MSA sebagai tersangka pencabulan terhadap NA, santriwati MSA.
Menurut Budi, pelimpahan kasus MSA ini sebelumnya telah diawali gelar perkara oleh Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Kombes Pol Pitra Andrias Ratulangie bersama sejumlah pejabat Kepolisian lainya di Polres Jombang.
Kasus dugaan penodaan terhadap gadis 15 tahun oleh anak kiai terkenal di Jombang, MSA awalnya statusnya naik pada tahap penyidikan di Polres Jombang.
Polres Jombang pun telah menetapkan anak kiai Jombang sekaligus pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Ploso itu sebagai tersangka.
Saat itu, penetapan tersangka setelah penyidik memeriksa tujuh saksi dalam kasus ini.
Meski sudah menetapkan MSA tersangka penodaan, penyidik saat itu belum memeriksa MSA.
Kapolres Jombang, AKBP Boby Pa'ludin Tambunan kala itu mengatakan surat penetapan tersangka sudah dikirimkan kepada yang bersangkutan.
"Statusnya memang sudah tersangka dan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) sudah kami kirim, namum belum kami periksa," jelas .
Menurut Boby, sejauh ini polisi baru meminta keterangan tujuh orang saksi terkait laporan tersebut.
Boby mengatakan, polisi terus mengumpulkan sejumlah alat bukti guna memenuhi konstruksi pasal yang disangkakan kepada MSA atas kasus dugaan penodaan terhadap anak didiknya sendiri.
MSA selain merupakan anak kiai sepuh pesantren di Kecamatan Ploso, Jombang, juga merupakan pengurus pesantren tersebut.
"Saat ini kami sudah pada tahap penyidikan, ada tujuh saksi kami periksa.
Kami masih akan periksa saksi dan mengumpulkan alat bukti untuk memenuhi konstruksi pasal yang disangkakan," terang AKBP Boby Pa'ludin Tambunan, Kamis (5/12/2019).
Disinggung kemungkinan ada korban lain dalam kasus dugaan penodaan ini, Boby mengaku sejauh ini polisi baru menerima laporan satu orang yang mengaku korban, inisial NA.
Namun, tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan bertambah.
Sebab, informasi yang beredar jumlah korban lebih dari satu orang.
"Laporan yang kita tangani baru satu, soal kemungkinan korban bertambah, secara fakta hukum belum ada," tandasnya.
MSA merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang.
Dia pengurus, sekaligus anak dari kiai sepuh pada pesantren di Kecamatan Ploso di Jombang.
MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap santriwatinya asal Jawa Tengah, sebut saja Sekar, sekitar November 2019 lalu.
"Tersangka seorang tenaga pendidik dan korban adalah anak didiknya," ungkap Boby.
Atas dugaan perbuatanya, MSA terancam dijerat dengan pasal berlapis.
"Kami jerat dengan pasal 285 dan 294 KUHP, ancamannya 12 tahun penjara dan 7 tahun," pungkasnya.
Ketidakhadiran anak kiai Jombang berinisial MSA yang diisukan setubuhi santriwati asal Jawa Tengah dalam pemeriksaan polisi merugikan dirinya.
Sudah dua kali, penyidik Polres Jombang memanggil MSA untuk dimintai keterangan. Namun, dia mengabaikan panggilan tersebut alias mangkir.
MSA hanya mengirimkan orang untuk mewakilinya serta menuliskan pesan keterangan secara tertulis. Namun, tulisan di kertas tersebut tak bisa dipakai penyidik sebagai pengambilan keterangan dari terduga.
Sangking alotnya upaya menghadirkan terduga anak kiai setubuhi santriwati ini, penyidik berencana memanggil paksa dengan menggandeng ulama.
Dalam perkembangannya, kasus tersebut dilimpahkan ke Polda Jatim. Penyidik dari Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim yang menangani kasus tersebut.
Kabid Humas Polda Jatim saat itu Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, pihaknya mengedepankan pendekatan persuasif dalam melakukan penjemputan terhadap MSA di kediamannya.
Oleh karena itu, pihaknya juga melibatkan tokoh agama atau ulama dalam melancarkan pendekatan persuasif tersebut.
"Kami akan melibatkan beberapa tokoh agama dalam bentuk persuasif menghimbau bahwasanya penegakan hukum tetap panglimanya adalah undang-undang," katanya di Mapolda Jatim, Kamis (30/1/2020).
Trunoyudo menerangkan, penjemputan terhadap MSA itu semata untuk meminta keterangannya terkait dugaan pelecehan seksual terhadap santriwatinya MNA, perempuan asal Jateng.
Apapun keterangan yang disampaikan MSAT, akan sangat berharga bagi penyidik dalam menuntaskan kasus tersebut.
Oleh karena itu, Trunoyudo berharap pada MSAT untuk kooperatif selama proses penyelidikan ini bergulir.
Dan tidak melakukan suatu tindakan yang berpotensi menghambat proses penyelidikan kepolisian.
Termasuk, tidak malah mewakilkan proses pemeriksaan melalui seorang utusan yang membawa sejumlah pesan melalui media kertas tulis.
"Terkait kedatangan yang bersangkutan mengirim orang lain, itu tidak sesuai dengan aturan hukum, artinya yang kami butuhkan adalah keterangannya itu,"
Bagi Trunoyudo, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap terduga pelaku, begitu penting dalam melindungi haknya dalam menyampaikan kebenaran mengenai segala hal yang berkaitan dengan perkara atau kasus yang menimpanya.
Si terduga dinyatakan, benar atau salah, akan ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian terhadap keterangan yang disampaikan.
"Bila tidak digunakan hak itu, cenderung akan memberikan kerugian bagi dirinya sendiri, karena itu sudah diatur dalam KUHP dalam hak asasi terhadap setiap warga negara untuk memberlakukan dalam aturan undang-undang," pungkasnya.
Waktu bergulir kasus ini terus diproses, anak kiai di Jombang tersebut melayangkan gugatan ke PN Surabaya.
Dia memohon kasusnya dihentikan dan nama baiknya dipulihkan.
Anak kiai di Jombang itu juga meminta Kapolda Jatim membayar ganti rugi Rp 100 juta. (*)