Erupsi Gunung Semeru
Setengah Abad Tak Terpisahkan, Tangis Nenek Mahriyeh Pecah Menanti Suami Korban Erupsi Gunung Semeru
Hari itu, nenek Mahriyeh (70) tak mengira erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur tiba saat suaminya sedang menggarap ladang di aliran lahar.
"Saya ingin suami cepat ditemukan, jika meninggal, dikuburkan dan didoakan yang layak," kata Mahriyeh sembari mengusap air matanya, Selasa (7/12/2021).
Biasanya, Mahriyeh tak pernah berpisah dari Miran. Begitu pula sebaliknya.
Di rumahnya yang kini roboh tertutup abu vulkanik, Mahriyeh hanya tinggal berdua dengan Miran.
Ke mana pun pergi, mereka juga selalu bersama, bahkan ketika menggarap lahan.
Jika bulir-bulir padi mulai berisi, Mahriyeh menemani pria 80 tahun yang dicintainya itu menginap di gubuk.
Mereka berdua akan menjaga padi dari serbuan monyet.
Namun sudah sekitar sebulan, Mahriyeh tidak dapat menemani Miran menjaga tanaman padi mereka yang tinggal menunggu panen.
Sebab, penyakit sesak napasnya kambuh.
"Sebenarnya pagi itu saya ajak dia pulang saja karena takut ada banjir. Tapi dia bilang 'biarkan saja banjir," kenang Mahriyeh dalam bahasa Jawa bercampur dialek Madura saat dia mengungsi di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Selasa (7/12/2021).
Sabtu (4/12/2021) siang itu, kaki Mahriyeh melangkah menyusuri ladang demi mengantarkan bekal untuk sang suami.
Dia kemudian kembali ke rumahnya lantaran badannya masih belum pulih sepenuhnya.
Kurang dari lima jam setelah mengantar bekal, warga di sekitar rumahnya menjerit-jerit histeris.
Mereka meneriakkan kabar jika Gunung Semeru meletus.
Tak berselang lama, langit mendadak gelap. Listrik mati dan situasi tampak seperti malam hari yang gelap gulita.
Dalam kepanikan, anak dan cucu menuntun dirinya pergi ke lokasi yang lebih aman.