Konflik Partai Demokrat
Saran Pengamat SBY Hadapi Yusril Gugat AD/ART Demokrat di MA: Rapatkan Barisan, Tetap Cool Aja
Pengamat politik Achmad Rifki menyarankan kepada SBY agar menghadapi judicial review AD/ART Demokrat oleh Yusril Ihza Mahendra di MA secara cool.
SURYA.co.id - Pengamat politik Achmad Rifki menyarankan kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar menghadapi judicial review AD/ART Demokrat oleh Yusril Ihza Mahendra di Mahkamah Agung) secara cool.
Menurut alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebaiknya SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi partai Demokrat membangun komunikasi yang baik dan merapatkan barisan untuk menghadapi Yusril di MA.
Sebelumnya, mantan Presiden RI itu mengunggah cuitannya di Twitter berisi sindiran keadilan di Indonesia bisa dibeli dengan uang. Diduga, sindiran itu diduga ditujukan kepada Yusril yang mewakil 4 mantan kader Partai Demokrat yang mengajukan judicial review.
Rifki mengatakan, narasi yang dibangun SBY tersebut kesannya ambigu dan aneh. Ia mengingatkan, bahwa SBY juga mantan pengelola negeri ini. Karena itu, tak elok menyidnir soal hukum mungkin bisa dibeli.
“Sejatinya justru dia harus menyuarakan jika penegakan hukum harus tunduk dan patuh tanpa intervensi apapun," katanya.
Baca juga: Yusril Bela Moeldoko Cs Gugat AD/ART Demokrat AHY, Cuitan Miris SBY: Mungkin Hukum Bisa Dibeli
"Bahkan antara penegakan hukum dan keadilan itu dua hal yang tak bisa dipisahkan. Sebab penegakan hukum yang benar adalah cerminan keadilan"
"Jadi pernyataan itu ambigu seolah memberi garis tegas antara penegakan hukum dan keadilan,” jelasnya.
Rifki memberikan masukan, daripada bermain kata hiperbolik, yang menyisakan kode-kode samar, sebagai petinggi Partai Dmeokrat, lebih baik SBY mulai menata komunikasi, merapatkan barisan lalu membahas soal kemungkinan apa yang akan terjadi.
Andai permohonan itu kelak benar diuji apa yang harus diantisipasi. Bukan berakselerasi dengan diksi yang membuat jalur hukum yang tengah ditempuh keempat kader yang telah dipecat ini menjadi tak terbantahkan.
Baca juga: Biodata Yusril Ihza Mahendra, Diisukan Jadi Pengacara Kubu Moeldoko, Begini Respons Eks Menteri SBY

“Pak SBY mestinya bertindak cool, dan mencoba merapatkan barisan, kaji ulang apa yang telah digugat mantan kadernya, kalau memang dalam AD/ARTnya sama sekali tak memuat unsur yang dipersoalkan, seperti ada kecenderungan oligarki, nepotisme, apalagi diktator dalam muatan AD/ART-nya"
"Mengapa harus takut, kan keempat kader itu tengah berupaya membela hak politiknya di MA, dan belum tentu juga mereka dimenangkan, saya kira lebih baik tenang saja dan persiapkan diri, daripada mengeluarkan penyataan ambigu, sporadis, dan terkesan mengeluh terdzolimi,” tambah Rifki.
Berikut unggahan SBY setelah Yusril Ihza Mahendra mewakili 4 mantan kader Demokrat mengajukan judicial review terkait AD/ART Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti (AHY).
Cuitan itu diunggah SBY melalui akun Twitter pribadinya yang bercentang biru, @SBYudhoyono, Senin (27/9/2021) lalu.
Baca juga: Elite Demokrat Disebut Ketakutan AD/ART Digugat ke MA, Pengamat: Yusril Bukan Advokat Kemarin Sore
Cuitan soal potensi penegakan hukum bisa dibeli itu disampaikan SBY melalui akun Twitter pribadinya yang bercentang biru, @SBYudhoyono, Senin (27/9/2021) lalu. SBY menegaskan jangan sampai keadilan di negeri ini bisa dibeli dengan uang.
"Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan," tulis SBY.
Sejak cuitan itu mencuat di linimasa banyak tokoh termasuk kalangan koalisi Kebinet Indonesia Kerja Jilid II yang mempertanyakan apa kode di balik pernyataan ambigu tersebut.
Namun dugaan kuat mengarah ke isu judicial review yang tengah dipersoalkan keempat mantan kader Demokrat yang kebetulan didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra.
Terobosan hukum
Dari analisa Rifki memang beberapa poin gugatan yang diajukan Yusril selaku kuasa hukum empat kader itu cukup masuk akal bahkan bisa berimplikasi serius untuk kelanggengan kuasa kubu AHY di Demokrat.
Apalagi dalam poin-poin itu disusun bangunan argumen yang sesuai kaidah konstitusi, yakni dengan tujuan untuk memperkuat parpol sebagai pilar demokrasi.
“Tapi semua keputusan kelak ada di MA. MA sebagai salah satu lembaga hukum tertinggi Negara jelas tak bisa diintervensi siapa pun bahkan oleh seorang Presiden sekalipun.
Jadi hemat saya sia-sia kalau kubu Demokrat AHY menarik-narik langkah hukum ini ke ranah politik dengan komentar-komentar hiperbolik yang jauh dari muatan substansial,” kata Rifki.
Sebagai properti publik, parpol meski didirikan oleh kelompok orang memang tidak boleh mengarah ke tujuan melindungi kepentingan kelompok kecil apalagi keluarga, dengan cara membentengi aturan AD/ART yang tak memungkinkan unsur di luar keluarga untuk tampil mewakili aspirasi publik.
Jika AD/ART muatannya mewarisi budaya oligarki, itu justru keluar dari pakem undang-undang yang sejatinya selaras dengan demokrasi.
Maka sebagai sebuah terobosan hukum, apa yang tengah ditempuh menurut saya ini baik untuk pendidikan politik dan demokrasi, agar kelak tidak ada lagi AD/ART yang berisi warisan oligarki.
“Tapi kalau PD kubu AHY tak merasa ada yang aneh di AD/ARTnya mengapa harus panik, hadapi saja nanti, toh Yusril hanya menjalani tugasnya sebagai kuasa hukum," pungkas Rifki mengakhiri penjelasannya. (Tribunnews.com)