Konflik Partai Demokrat
Elite Demokrat Disebut Ketakutan AD/ART Digugat ke MA, Pengamat: Yusril Bukan Advokat Kemarin Sore
Juru bicara pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra, Jurhum Lantong menyebut, para elite Partai Demokrat yang menyerang pribadi terkesan ketakutan.
SURYA.co.id - Juru bicara pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra, Jurhum Lantong menyebut, para elite Partai Demokrat yang menyerang pribadi terkesan ketakutan alias paranoid. Serangan tersebut ditujukan kepada Yusril Ihza Mahendra setelah mewakili Moeldoko Cs menggugat AD/ART Demokrat AHY ke Mahkamah Agung (MA).
Seperti diketahui, elite Partai Demokrat yang menyerang pribadi Yusril, antara lain Rachland Nashidik dan Andi Arief. Bahkan, Andi Arief menyebut Yusril Ihza Mahendra sedang membangun fiksi terhadap SK Menteri Hukum dan HAM terkait AD/ART Demokrat. Dia juga menyebut Yusril inkonsisten.
Terkait serangan tersebut, Jurhum pun mengaku aneh dengan sikap para elite Partai Demokrat itu. Padahal, judicial review baru diajukan ke MA.
"Entah apa yang membuat elit Partai Demokrat terkesan seolah begitu dibuat ketakutan alias ‘paranoid’ ketika Yusril Ihza Mahendra merilis judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung sesuai mandat yang telah diberikan 4 orang anggota Partai Demokrat melalui firma hukum miliknya," ujar Jurhum dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com (grup SURYA.co.id), Minggu (26/9/2021).
Baca juga: Yusril Bela Moeldoko Cs Gugat AD/ART Demokrat AHY, Cuitan Miris SBY: Mungkin Hukum Bisa Dibeli
"Pertanyaannya, bukannya judicial review yang baru saja diajukan masih dalam proses, belum ada putusan. Bukankah belum tentu judicial review Yusril juga dimenangkan? Kenapa takut duluan sih, ini jelas paranoid."
"Jangan-jangan mereka memang takut karena memang di AD/ART Demokrat memuat indikasi yang diulas Yusril cenderung oligarkis, monolitik dan cenderung represif, sehingga tidak menyediakan ruang demokratis bagi sirkulasi elit di dalamnya, jangan-jangan kekhawatiran yang disampaikan Yusril memang termuat di dalam AD/ART mereka?" ujar Jurhum Lantong.
Jurhum juga menyinggung terkait kemungkinan pertemuan Yusril dengan Moeldoko di 2021 hingga membuatnya berubah sikap. Jurhum menilai, adalah hal yang wajar saat Yusril bertemu siapa pun yang meminta nasihat hukum.
"Andi mestinya paham, bukannya dengan siapa saja ia boleh bertemu, apalagi dengan klien misalnya, jika benar Moeldoko sebagai klien yang meminta nasihat hukum, atau dengan Andi sekali pun boleh saja Yusril bertemu, toh itu itu tak akan merubah sikap dan pandangan hukumnya," kata Jurhum.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Dituding Bersekutu dengan Moeldoko, Demokrat AHY Ungkit Rekom Pilkada Anaknya
"Andi mestinya fokus mempersiapkan argumen perlawanan hukum, biar judicial review ini perang argumen hukum yang mampu membuat rakyat cerdas, bukan berakrobat kata apalagi menyerang pribadi Yusril," tambahnya.
Sementara soal netralitas yang diperkarakan, Jurhum mempertanyakan dalam posisi dan pengertian apa netral yang dimaksud.
"Yusril bukan hakim yang memutuskan perkara, apalagi menjabat posisi tertentu di pemerintahan yang menangani masalah hukum, sebagai pengacara yang professional bukankah Yusril punya kewajiban mengakomodir hak-hak politik kliennya secara etika profesi yang dipegangnya?"
"Tentu dengan cara memberikan alternatif langkah hukum yang masuk akal, terlebih klien yang diwakilinya juga punya legal standing untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung? Lalu dimana letak netralitas yang dimaksud Rachland?" ujar Jurhum.
Oleh karena itu, menurutnya, wajar saja, jika Yusril merasa kritik-kritik itu bernada penyerangan terhadap dirinya selaku pribadi.
Kritik-kritik itu tidak menyasar substansi perkara yang tengah dia advokasi, yakni AD/ART PD.
"Kalau Yusril bilang itu jurus mabuk, saya mau bilang itu jurus asal bunyi, alias asbun," tambah Jurhum.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Wakili Moeldoko Cs Judicial Review AD/ART Partai Demokrat Kubu AHY ke MA
Sorotan elite Partai Demokrat