Hikmah Ramadan 2021
Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Jatim, Haqqul Yaqin: Puasa Momen Transendensi Humanisme Islam
Dengan tegas dinyatakan dalam QS. 51:56 bahwa tujuan penciptaan manusia untuk senantiasa beribadah dan melaksanakan perintah-perintah Allah.
Artinya, pada perspektif ini manusia senantiasa dituntut untuk membuktikan kemampuannya mengembangkan potensi dirinya guna memenuhi tugasnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi.
Di sinilah letak strategis eksistensi manusia, sehingga dalam al-Qur’an kata insan disebut lebih dari enam puluh kali.
Demikianlah, manusia tercipta sebagai makhluk yang dinamis, yang bisa mewujud sebagai makhluk yang senantiasa menghamba pada kebaikan (seperti halnya malaikat) atau senantiasa mengikuti bujuk rayu setan.
Karena itu dalam Islam terdapat ajaran akhlaq tawassuthiyah (moderat), yaitu berada di tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitikberatkan segi kebaikannya dan yang mengkhayalkan
manusia sebagai setan yang menitikberatkan sifat keburukannya saja.
Manusia memiliki dua kekuatan dalam dirinya: kekuatan baik yang berpusat pada hati nurani dan akalnya dan
kekuatan buruk pada hawa nafsunya.
Akhlaq Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani dan ruhani secara seimbang, serta memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akhirat secara berimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi kewajiban terhadap masyarakat.
Keseimbangan dapat diartikan sebagai keadaan yang memungkinkan semua komponen dalam suatu sistem dapat bekerja sesuai fungsinya.
Hidup berkesimbangan dapat terwujud apabila setiap elemen masyarakat dapat menjalankan fungsinya masing-masing (tugas dan kewajibannya) dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam al-Qur’an, Allah telah menyerukan agar manusia senantiasa berlaku adil (QS. 5:8), seimbang (QS. 55:9), moderat
(QS. 25:67), tidak berbuat aniaya pada orang lain (QS. 11:102), tidak memakan harta secara batil (QS. 2:188), tidak mengurangi takaran dan timbangan (QS. 83:1-3).
Kesemuanya dimaksudkan agar kehidupan manusia bermartabat, tercipta kedamaian, dan
senantiasa memperoleh ridlo dari Allah.
Puasa merupakan ibadah yang salah satu tujuannya mewujudkan keseimbangan di atas. Keseimbangan yang dapat mengantarkan manusia menjadi manusia paripurna (insan kamil), karena di bulan Ramadhan pintu ampunan dan kasih sayang Allah selalu terbuka.
Manusia paripurna yang lahir dari proses ritual ibadah puasa diidealkan dengan sosok yang telah meraih ketakwaan (la’allakum tattaqun) tingkatan tertinggi dengan menunjukkan kepribadian diri yang utuh dan terintegrasi.
Pada kondisi ini ketakwaan seorang hamba sudah mampu melindungi diri dari akibat-akibat perbuatannya sendiri yang berorientasi buruk, jahat, dan penuh tafsir kebencian.
Takwa dalam pemaknaan takut kepada Allah dengan pengertian takut kepada akibat-akibat perbuatannya sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
Eksternalisasi makna taqwa berupa personalitas rasa takut yang timbul karena bertolak dari kesadaran bahwa manusia memiliki tanggungjawab dunia-akhirat.