Konflik Partai Demokrat

Soal KLB Deli Serdang, Mahfud MD Contohkan Konflik PKB Gus Dur dan Cak Imin di Pemerintahan SBY

Terkait kasus KLB Deli Serdang, Mahfud MD mencontohkan konlfik PKB Gus Dur dan Cak Imin di saat pemerintahan Presiden SBY pada 2008 silam.

Editor: Iksan Fauzi
Kolase Kompas.com
Menkopolhukam Mahfud MD dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mahfud MD tanggapi KLB Demokrat yang berlangsung di Deli Serdang dan menjadikan Moeldoko sebagai Ketua Umum. 

SURYA.co.id - Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) angkat suara terkait Kongres Luar Biasa atau KLB Deli Serdang.

Dalam kongres tersebut, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Terkait kasus KLB Deli Serdang, Mahfud MD mencontohkan konlfik PKB Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Cak Imin (Muhaimin Iskandar) di saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2008 silam.

Di era itu, pemerintah SBY mengesahkan PKB Cak Imin. Mantan Menteri Pertahanan di era Gus Dur itu juga mencontohkan konflik PKH Mathori Abdul Jalil dan PKB Gus Dur di era pemerintahan Presiden Megawati.

PKB Gus Dur lah yang diakui pemerintah pada saat itu. 

Lantas, apa yang menjadi kesamaan konflik internal partai di era para pemerintahan presiden sebelumnya dengan saat ini?

Menurut Mahfud MD, baik era Presiden Megawati, SBY dan Jokowi, pemerintah tidak ikut cawe-cawe atau pelarangan dalam urusan internal partai. 

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Mahfud MD. Mahfud MD heran dituding restui Moeldoko kudeta AHY dari kursi Ketum Demokrat.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Mahfud MD. Mahfud MD heran dituding restui Moeldoko kudeta AHY dari kursi Ketum Demokrat. (Kolase/Kompas.com)

Hal itu ditegaskan Mahfud MD sesuai Undang-Undang nomor 9 tahun 1998, bahwa pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021).

"Sesuai Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 Pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang," kata Mahfud lewat akun Twitternya, @mohmahfudmd, pada Sabtu (6/3/2021).

Mahfud menjelaskan hal tersebut sama dengan sikap yang menjadi sikap pemerintahan dari presiden-presiden RI sebelumnya termasuk Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, sikap pemerintah saat ini sama dengan sikap Pemerintahan Megawati maupun pemerintahan SBY.

Alasannya ketika itu, kata Mahfud, itu urusan internal parpol.

"Jadi sejak era Bu Mega, Pak SBY, sampai dengan Pak Jokowi ini pemerintah tidak pernah melarang KLB atau Munaslub yang dianggap sempalan karena menghormati independensi parpol.

Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan.

Tapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," kata Mahfud.

Mahfud melanjutkan, bagi pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal Partai Demokrat dan bukan atau minimal belum menjadi masalah hukum.

"Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat.

Pemerintah sekarng hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai," kata Mahfud.

Kasus KLB Partai Demokrat, lanjut dia, baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke KemenkumHAM.

"Saat itu Pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar Undang-Undang dan AD/ART parpol.

Keputusan Pemerintah bisa digugat ke Pengadilan.

Jadi pengadilanlah pemutusnya.

Demikian untuk seterusnya, sekarang tidak ada atau belum ada masalah hukum di Partai Demokrat," kata Mahfud.

Berikut cuitan Mahfud MD di akun Twitternya : 

Presiden Jokowi harus tegur Moeldoko

Presiden Jokowi mencabut aturan investasi miras yang sempat jadi polemik di masyarakat. Setelah menerima saran dari ulama, NU, Muhammadiyah serta organisasi keagamaan lain, Presiden mantap mencabut aturan investasi miras.
Presiden Jokowi mencabut aturan investasi miras yang sempat jadi polemik di masyarakat. Setelah menerima saran dari ulama, NU, Muhammadiyah serta organisasi keagamaan lain, Presiden mantap mencabut aturan investasi miras. (tangkapan layar youtube)

Setelah ditetapkan sebagai ketua umum (Ketum) Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, nasib Moeldoko sebagai KSP banyak dipertanyakan.

Sejumlah pengamat meminta Presiden Jokowi menegur Moeldoko yang telah bermanuver, menunggangi Partai Demokrat yang tengah berkonflik untuk bisa menduduki posisi Ketum Demokrat.

JIka hal itu tidak dilakukan Jokowi, maka bisa jadi akan dianggap kurang peduli terhadap pembangunan partai politik.

Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor.

"Ini mengarah pada kualitas kenegarawan penghuni Istana (Presiden Jokowi), saya kira kalau memang orang yang percaya pada pembangunan parpol secara legal dan bermartabat harusnya ditegur, karena ini akan jadi preseden yang tidak baik ke depan," kata Firman saat dihubungi Kompas.com (grup surya.co.id), Jumat (5/3/2021).

Menurut Firman, manuver Moeldoko untuk menduduki jabatan di Partai Demokrat sudah terbaca sejak awal munculnya kisruh di internal partai itu.

Ia menilai, tindakan yang dilakukan Moeldoko sangat tidak etis dalam perpolitikan nasional.

Namun demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.

"Untuk pak Moeldoko jangan begitu lah, seharusnya ya tidak memanfaatkan kekisruhan rumah tangga orang, sebetulnya sangat tidak etis begitu," ucap dia.

Selain itu, Firman menilai, Moeldoko tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk berupaya mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi.

Moeldoko, kata dia, lebih memilih untuk membajak partai politik yang sudah ada.

"Dia (Moeldoko) lebih baik beli jadi atau membajak kalau saya bilang dengan pendekatan yang uang yang bergayung sambut dengan harus diakui ini kesalahan internal Partai Demokrat juga," tutur Firman.

Lebih lanjut, Firman merasa heran dengan terhadap KLB Partai Demokrat yang mayoritas kader memilih dipimpin oleh Moeldoko, ketimbang dipimpin kader partai sendiri.

Pengamat: Kalau Mendiamkan, Bisa Ditafsirkan Memberi Restu

Jenderal (Purn) Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. Dia terpilih secara aklamasi meski tak hadir di ruang KLB Dmeokrat di Sibolangit.
Jenderal (Purn) Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. Dia terpilih secara aklamasi meski tak hadir di ruang KLB Dmeokrat di Sibolangit. (Kolase, Tribunnews.com/Kompas.com)

Hal serupa disampaikan pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam.

Dia mengatakan Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi aksi Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko selaku anak buahnya yang dinilai telah merusak sistem kepartaian.

Moeldoko dinilai telah menunggangi Partai Demokrat yang tengah berkonflik untuk kemudian menduduki posisi ketua umum lewat KLB yang diselenggarakan kubu yang kontra terhada Ketua Umum Partai Demokrat AGus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Presiden harus mengevaluasi. Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KSP itu bukan alat permainan politik, tapi untuk menopang kerja-kerja kebijakan publik presiden”, kata Umam saat dihubungi, Jumat (5/3/2021).

Ia menilai aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan.

Sebabnya jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP melekat dengan dirinya saat ini.

Umam mengatakan, jika Presiden Jokowi mendiamkan tindakan bawahannya yang terang-terangan mengacak-acak rumah tangga internal partai lain, maka hal itu bisa ditafsirkan presiden memberi restu politiknya.

“Jika memang presiden berkomitmen pada prinsip dasar demokrasi, presiden harusnya selamatkan Demokrat," kata Umam.

Sebelumnya, kubu kontra Ketua Umum Partai Demokrat AHY tetap menyelenggarakan KLB pada Jumat (5/3/2021) sekitar pukul 15.00 WIB di Sumatera Utara.

Bahkan, KLB itu menentukan ketua umum yang diklaim untuk menggantikan AHY. Dilihat dari Kompas TV, dalam KLB tersebut diputuskan bahwa Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Marzuki Alie sebagai Ketua Dewan Pembina.

Dalam tayangan Kompas TV, melalui sambungan telepon, Moeldoko menyatakan menerima keputusan tersebut.

"Saya menghargai dan menghormati keputusan saudara. Oke, kita terima menjadi ketua umum," tutur Moeldoko.

Selain itu, Marzuki Alie juga mengatakan bahwa dia siap bekerja sama dengan Moeldoko untuk memenangkan Partai Demokrat pada 2024.

"Moeldoko Ketum, saya Ketua Dewan Pembina. Jadi keputusan Kongres merupakan keputusan yang tertinggi. Jadi saya dan Pak Moeldoko akan bergandeng tangan untuk memenangkan PD 2024, termasuk memenangkan pilpres," sebut Marzuki dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Jumat.

Video viral bagi-bagi uang seusai KLB Deli Serdang

Aksi bagi-bagi uang seusai KLB tetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat terekam di video berikut ini.
Aksi bagi-bagi uang seusai KLB tetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat terekam di video berikut ini. (tribun medan)

Sebelumnya, viral video bagi-bagi uang seusai Kongres Luar Biasa (KLB) menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Sumatera Utara, Jumat (5/4/2021).

Dikutip dari tribun medan (grup SURYA.co.id), bagi-bagi uang itu menyasar sejumlah pria berkaus putih bergambar Moeldoko.

Bagi-bagi uang ini dikoordinatori seorang wanita dan pria tepatnya di depan sebuah supermaket Jalan di Lintas Sibolangit sekitar Kilometer 45, di depan Green Hill Hotel.

Aksi bagi-bagi uang itu berlangsung sekitar 30 menit, mulai pukul 19.30 hingga 20.00 WIB.

Seperti diketahui, setelah KLB menetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat, massa pendukungnya yang berkaus putih langsung meninggalkan The Hill Hotel.

Massa rombongan yang menaiki angkutan umum KPUM asal Medan ini berhenti di depan supermarket tersebut.

Rombongan yang tak terkecuali diantara mereka sejumlah remaja langsung mengikuti kordinator dan menunggu giliran mendapatkan uang saku sehabis berkumpul mendukung KLB PD Muldoko.

Wanita berbaju biru koordinator pembagian ung tersebut tampak menyelesaikan hitung-hitungan dengan rombongan.

Setelah pembagian uang selesai, angkot asal Medan tersebut bergerak meninggalkan Sibolangit dan disusul perempuan tersebut dengan menaiki mobil CRV warna hitam bernomor polisi BK 1824 BM.

Ketua DPD Partai Demokrat Sumut, Herri Zulkarnain menilai KLB Partai Demokrat versi Moeldoko bagi-bagi uang terhadap anak dibawah umur.

"Inilah PD Ilegal yang bagi-bagi uang, seperti kita lihat di video seperti anak dibawah umur.

Inilah PD Demokrat ilegal di Sumatera Utara," ujar Zulkarnain.

Oleh karena itu, kata Zulkarnain KLB ini harus dibayalkan karena dianggap melanggar demokrasi.

Herri menganggap KLB itu juga diramaikan anak-anak dibawah umur.

"Para pesertanya juga da anak-anak dibawah umur yang sebagian dikerahkan dari Kota Medan," ujar Herri.

Sebagian artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul VIDEO Bagi-bagi Uang Seusai KLB Tetapkan Moeldoko Ketum Demokrat Viral, Mahfud MD Akhirnya Bersuara dan tribun-medan.com dengan judul Massa Berkaos Moeldoko Bagi-bagi Uang Usai KLB, Diduga Massa Bayaran, Ini Kata Herri Zulkarnain

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved