Ali Kalora Cs Diduga Sembunyi di Pegunungan Sigi: Satgas Tinombala Siap Memburu, Ini Kehebatannya
Berikut Update perburuan Ali Kalora Cs atau kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Diduga bersembunyi di pegunungan Sigi
Penulis: Abdullah Faqih | Editor: Iksan Fauzi
Penulis: Abdullah Faqih | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id, - Berikut Update perburuan Ali Kalora Cs atau kelompok Mujahidin Indonesia Timor (MIT), Diduga bersembunyi di pegunungan Sigi, Selasa (1/12/2020).
Aparat gabungan TNI-Polri masih terus memburu keberadaan kelompok teroris MIT pimpinan Ali Kalora Cs.
Terbaru, satu lokasi diduga kuat menjadi tempat persembunyian Ali Kalora Cs yaitu Pegunungan Sigi, Sulawesi Tengah.
Berikut Surya.co.id merangkum update perburuan Ali Kalora Cs:
Sembunyi di Pegunungan Sigi
Melansir artikel Tribunnews.com berjudul "Moeldoko Ungkap Sulitnya Tumpas Kelompok Teroris MIT di Sulawesi Tengah" Pegunungan yang diduga menjadi tempat pelarian kelompok teroris Ali Ahmad alias Ali Kalora Cs berada di atas 2.500 MDPL.
Lokasi ini yang membuat tim gabungan TNI-Polri kesulitan memburu pelaku.
Baca juga: Kehebatan Pasukan Tontaikam yang Ikut Buru Ali Kalora Cs, Menjangkau Daerah Sulit Pakai Motor Trail
"Sampai sekarang tim masih melakukan pengejaran. Karena permasalahannya rentang wilayahnya mereka selama ini dari Poso, Parimo Parigi Moutong kemudian Sigi di Pegunungan di atas 2.500 MDPL. Jadi sama-sama harus bersabar karena tim masih melakukan pengejaran," kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Menurut Awi, pihaknya juga telah menurunkan pasukan gabungan untuk memburu keberadaan Ali Kalora Cs.
Mereka juga dibantu pasukan dari TNI.

"Di Sigi sudah standby pasukan mulai dari satgas Tinombala, Densus 88 Antiteror Polri, Satbrimob Polda Sulawesi Tengah dibantu TNI. TNI juga ada disana," jelasnya.
Di sisi lain, Polri juga mengajak tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengantisipasi adanya kemarahan dari kelompok warga.
Khususnya mencegah adanya merebaknya isu agama dalam penyerangan tersebut.
"Pertemuan untuk memberikan pemahaman dan satu persepsi bahwasanya memang betul ini kasus murni kasus teror yang dilakukan oleh Mujahidin Indonesia Timur dan Kelompok Ali Kalora Cs," katanya.
Kehebatan Satgas Tinombala
Satuan Tugas (Satgas) Tinombala menjadi satu dari tim gabungan yang ikut memburu Ali Kalora Cs.
Melansir dari Wikipedia, Satgas Tinombala dibentuk pada tahun 2016 dan merupakan pasukan gabungan TNI dan Polri.

Dulu di awal pembentukannya, Satgas Tinombala pernah melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, hingga Kopassus.
Satgas Tinombala kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora lantaran diduga membantai 4 warga dan membakar rumah di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Berikut rangkuman fakta tentang kehebatan Satgas Tinombala yang kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora.
1. Dulu libatkan Kostrad dan Kopassus
Operasi Tinombala adalah operasi yang dilancarkan oleh TNI dan Polri pada tahun 2016 di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Satgas Tinombala dulunya melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus.
Menurut TNI dan Polri, Satgas Tinombala berhasil membatasi ruang gerak kelompok Santoso dan membuat mereka berada dalam kondisi "terjepit dan kelaparan".
Pada tanggal 18 Juli 2016, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak oleh Satgas Tinombala setelah terjadinya baku tembak di wilayah desa Tambarana.
2. Bertujuan menangkap kelompok Santoso
Satgas Tinombala awalnya bertujuan untuk menangkap kelompok teroris Santoso.
Satgas Tinombala dimulai pada tanggal 10 Januari 2016 dan merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo IV.
Satgas ini melibatkan sekitar 2.000 personel.
3. Penyergapan Sangginora
Pada 9 Februari 2016, kontak tembak jarak dekat pertama dalam Operasi Tinombala terjadi. Sebuah mobil misterius dengan kaca tertutup berhenti di desa Sangginora, Poso Pesisir Selatan.
Mereka berhenti di kios dan membeli perbekalan di luar batas kewajaran. Pemilik kios curiga dan melaporkan mobil tersebut kepada Satgas Tinombala yang terdekat.
6 orang personel gabungan TNI-Polri kemudian mendatangi mobil tersebut. Brigadir Wahyudi Saputra yang mengetuk kaca mobil, secara tiba-tiba ditembak dari dalam mobil oleh terduga teroris.
Melihat Wahyudi jatuh tersungkur, 5 anggota TNI-Polri lainnya langsung menembak ke arah mobil misterius tersebut, menewaskan 2 teroris di dalamnya.
Wahyudi tewas saat dilarikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poso akibat luka tembak di dagu kiri dan menembus leher belakang.[butuh rujukan]
4. Kematian Santoso
Pada 18 Juli 2016, kontak tembak terjadi di pegunungan sekitar Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, sekitar pukul 17.00 WITA.
Dalam baku tembak yang berlangsung sekitar setengah jam itu, dua orang tewas, dan mereka adalah Santoso dan Mukhtar.
Basri yang awalnya diperkirakan tewas (belakangan ternyata Mukhtar), berhasil kabur.
Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala Kombes (Pol.) Leo Bona Lubis mengungkapkan, kepastian Santoso tewas diperoleh dari hasil identifikasi fisik luar dan dari keterangan saksi-saksi.
Penyerbuan terhadap kelompok Santoso dilakukan sekitar pukul 16.00 WITA oleh anggota satgas bersandi Alfa-29 yang terdiri atas sembilan orang prajurit Yonif Raider 515/Kostrad.
Saat melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana, mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.
Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang.
Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap. Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.
Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang. Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur.
Dua jenazah, yakni Santoso dan Mukhtar, kemudian dievakuasi pada Selasa pagi ke Polsek Tambarana, Poso Pesisir Utara.
Hanya beberapa menit di Polsek Tambarana, jenazah kedua buronan dalam kasus terorisme itu diterbangkan dengan sebuah helikopter menuju Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu.
5. Penangkapan Basri dan kematian anggota lainnya
Pada 14 September 2016, Basri bersama istrinya ditangkap oleh Satgas Operasi Tinombala. Mereka ditangkap tanpa melakukan perlawanan sama sekali. Dia dan istrinya kemudian di bawa ke Palu untuk diperiksa atas keterlibatannya dalam kelompok Santoso.
Pada 14 September 2016, seorang terduga teroris ditemukan tewas di pinggir Sungai Puna di desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan, sekitar pukul 9:30 pagi waktu lokal (WITA).
Orang tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Andika Eka Putra, salah satu DPO.
Berdasarkan informasi dari Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Andika tewas karena kepalanya terbentur batu pada saat dia akan menyeberangi sungai. Tim satgas kemudian diturunkan ke lokasi untuk mengambil jenazah dan dibawa ke RSUD Poso.
Pada 19 September 2016, Satgas Operasi Tinombala Charlie 16, sedang berpatroli di wilayah perkebunan Tombua dan tiba-tiba bertemu dengan Sobron, salah satu DPO.
Sobron kemudian terpojok dan mengambil granat dari sakunya setelah dia diminta untuk menyerah.
Belum sempat melempar granat tersebut, Satgas kemudian menembaknya di kepala karena dia tidak mau menyerah. Di tubuhnya ditemukan empat granat dan dua machete.
Pada tanggal 10 November 2016, Yono Sayur ditembak mati oleh pasukan gabungan setelah sebelumnya mencoba melarikan diri.