Berita Kediri
Mengenal Batik Ecoprint yang Digemari Lintas Generasi Asal Wates Kabupaten Kediri
Bahan untuk pembuatan batik ecoprint ini berupa dedaunan, bunga, serabut kelapa dan bahan lainnya dari alam.
Penulis: Farid Mukarrom | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, KEDIRI - Kecintaan terhadap kelestarian alam menjadi tren gaya hidup saat ini. Tidak terkecuali dengan tren busana saat ini, khususnya batik.
Akhir-akhir ini berkembang batik ecoprint, batik kontemporer yang menambah khasanah batik etnik di samping batik tulis dan batik cap.
Sesuai namanya, ecoprint dari kata eco asal kata ekosistem (alam) dan print yang artinya mencetak. Batik ini dibuat dengan cara mencetak dengan bahan-bahan yang terdapat di alam sekitar sebagai kain batik.
Sih Panganti, salah satu pemilik UMKM Batik Ecoprint di Kecamatan Wates Kabupaten Kediri mengatakan bahwa bahan untuk pembuatan ecoprint ini berupa dedaunan, bunga, serabut kelapa dan bahan lainnya dari alam.
Tidak seperti batik tulis atau cap, ecoprint menggunakan unsur-unsur alami tanpa bahan sintetis atau kimia. Karena itulah batik ini sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
"Bahan untuk membuat motif dan warna kain semua dari alam. Kami gunakan dedaunan yang ada di sekitar seperti daun blimbing, daun jati dan daun yodium," ungkap Sih Panganti yang merupakan sarjana ekonomi di STIE Yapan Surabaya, Kamis (1/10/2020_.
Selanjutnya untuk proses pembuatan ecoprint, diawali dengan pengolahan kain yaitu perendaman kain menggunakan air serabut kelapa selama tiga jam.
Air serabut kelapa ini akan menghasilkan warna alam merah muda. Selain itu air serabut kelapa memiki tanin untuk mengunci warna pada kain agar tidak luntur.
“Proses ini untuk mempertahankan warna bahan kain dan membuka pori-pori agar motif tercetak dengan sempurna,” ungkap Sih Panganti.
Sementara itu untuk proses pencetakan dengan cara merentangkan kain setengah basah.
Kemudian daun yang telah dipilih, ditata sesuai selera untuk menghasilkan motif pada kain. Dedaunan tersebut kemudian ditutup kembali dengan kain yang telah direndam dengan air serabut kelapa.
Kain digulung menggunakan plastik dengan mempertahankan posisi daun agar tidak bergeser. Setelah itu diikat kencang. Tahapan selanjutnya adalah pengukusan selama 2 jam. Pengukusan ini bertujuan agar warna dasar daun keluar.
"Setelah proses pengukusan selesai, kain dibuka, dibersihkan dari sisa-sisa daun yang menempel di kain, maka motif sudah tercetak di kain," tuturnya.
Dalam satu minggu, Sih Panganti mengatakan dapat memproduksi 3-6 kain batik ecoprint dirumahnya di Desa Jajar, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
”Sementara ini omzet yang dihasilkan dari bisnis ini kurang lebih ada 25 juta dalam satu bulan,” jelas Sih Panganti.