Oknum TNI AD yang Akan Dipecat Jenderal Andika Perkasa Bisa Direkrut Teroris, Contoh Daeng Koro

Puluhan oknum TNI AD yang akan dipecat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa bisa direkrut teroris seperti halnya Daeng Koro.

Editor: Tri Mulyono
KOLASE YOUTUBE
Oknum TNI AD yang Akan Dipecat Jenderal Andika Perkasa Bisa Direkrut Teroris, Contohnya Daeng Koro (Kiri). 

SURYA.CO.ID, JAKARTA - Puluhan oknum TNI AD yang akan dipecat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa bisa direkrut teroris seperti halnya Daeng Koro di Poso.

Mantan Danpuspom TNI Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal memperingatkan kemungkinan pecatan TNI AD direkrut terois dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang diakses lewat Youtube pada Sabtu (5/9/2020) lalu.

Biodata dan Profil Daeng Koro, pecatan TNI AD yang akhirnya menjadi teroris, ada di artikel ini.

Biodata Syamsu Djalal Eks Danpuspom yang Disorot Seusai Komentari Keputusan Jenderal Andika Perkasa

Demi Nama Baik TNI AD, Jenderal Andika Perkasa Pasang Badan, Rogoh Kocek Pribadi untuk Ganti Rugi

Bukti Kepedulian Jenderal Andika Perkasa, 30 Calon Taruna Akmil Positif Covid-19 Bisa Ikut Seleksi

Lettu (Pnb) Yanuar Widyantoko Pilot Ke-66 Pesawat Tempur F16, Layak Sandang Call Sign D-66

Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal pun menyarankan kepada Jenderal Andika Perkasa agar mempertimbangkan keputusannya memecat para prajurit TNI yang terlibat penyerangan dan perusakan markas Polsek Ciracas.

Pasalnya, menurut dia, oknum prajurit TNI yang terlibat penyerangan dan perusakan Polsek Ciracas dinilai tidak sepenuhnya bersalah.

Sebab, ia meyakini tidak ada prajurit yang 100 persen bersalah.

Justru, komandan dari para prajurit tersebut yang harus ikut bersalah dalam kasus ini.

Alasannya karena apa yang dilakukan para prajuritnya itu adalah hasil dari kepemimpinan komandannya.

"Enggak ada anak buah yang salah 100 persen itu, enggak ada.

Yang salah komandan, pimpinannya. Bagaimana kepemimpinannya," kata Syamsu.

Syamsu Djalal mengapresiasi langkah tegas yang diambil KSAD Jenderal Andika Perkasa dengan memidanakan para prajuritnya dan meminta mereka untuk mengganti kerugian akibat ulahnya itu.

Namun demikian, kata Syamsu, dirinya tak sependapat kalau para prajurit tersebut mendapat hukuman tambahan berupa pemecatan.

"Bagus KSAD tegas, (memecat prajurit) itu haknya KSAD kok. Tapi ingat, enggak ada prajurit yang salah 100 persen," katanya.

Lebih lanjut, Syamsu menambahkan, tragedi penyerangan Polsek Ciracas ini bukan permasalahan sepele.

Karena itu, harus diselesaikan dengan tuntas.

"Kalau kita, dua di atasnya (komandan) itu harus diperiksa juga."

Karena itu, dia meminta untuk menahan dulu langkah KSAD memecat para prajuritnya yang terlibat penyerangan Polsek Ciracas.

Sebab, ia khawatir pemecatan tersebut justru dimanfaatkan oleh pihak teroris untuk mendekati mereka.

"Tahan dulu lah. Kalau itu semua dipecat, nanti akan jadi bukan main, teroris mendekati mereka," ujar Syamsu.

"Sudah lah kamu enggak berguna lagi, mari kita bergerak. Itu mungkin saja, ini harus diperhatikan juga."

Lebih lanjut, Syamsu juga menyebut kalau TNI itu dari rakyat, untuk rakyat, dan berada di lingkungan rakyat, sehingga tidak bisa dipisahkan.

"Jadi, jiwa korsanya yang salah dan itu harus dipidana hukum sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Itu harus tuntas, tapi apakah mereka perlu dipecat," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Andika Perkasa mengatakan TNI AD tidak akan memberi maaf terhadap prajurit TNI AD yang menjadi pelaku penyerangan Polsek Ciracas.

Hukuman setimpal akan diberikan, yakni pemecatan dari ketentaraan.

Hal itu ditegaskan dalam konferensi pers di Mabes TNI AD, Jakarta, Minggu (30/8/2020).

"Sejauh ini dari hasil pemeriksaan, semua memenuhi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer untuk diberikan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer," ujar Andika Perkasa.

Hukuman utama yang akan diterima akan disesuaikan dengan keterlibatan para pelaku.

Sementara pemecatan dari kedinasan militer merupakan hukuman tambahan.

Andika Perkasa menegaskan, dia tidak menyesal kehilangan prajurit begitu banyak yang bersikap buruk, daripada dipertahankan namun merusak citra TNI AD.

"Lebih baik kita kehilangan 31 atau berapa pun prajurit daripada nama TNI AD terus rusak oleh tingkah laku-tingkah laku yang tidak bertanggung jawab.

Sama sekali tidak mencerminkan sumpah prajurit yang mereka ucapkan, janjikan, pada saat menjadi prajurit TNI AD," tutur Andika.

Selain itu, KSAD juga memohon maaf atas ulah oknum prajurit TNI yang melakukan penyerangan Markas Polsek Ciracas dan bangunan milik warga di Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur.

"TNI AD memohon maaf atas terjadinya insiden yang menimbulkan korban maupun kerusakan yang dialami oleh rekan-rekan, baik dari masyarakat sipil maupun anggota Polri, yang tidak tahu apa-apa," kata Andika.

Biodata dan Profil Daeng Koro

Mayor Inf Achmad Munir selaku Kepala Bagian Penerangan Kopassus TNI AD kala itu mengatakan, Daeng Koro memiliki nama asli Sabar Subagio dan pernah terdaftar sebagai anggota Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha) yang kini bernama Kopassus.

Munir menjelaskan, pada saat menjalani seleksi komando, Daeng Koro tidak lulus seleksi karena hasil tes jasmani tidak memenuhi syarat sebagai prajurit komando.

Kemudian dia ditampung di Detasemen Markas (Denma) Cijantung selama 4 tahun.

"Kegiatan selama ditampung di Denma hanya mengikuti TC (training Center) Voli," ujar Munir.

Pada 1985, kata Munir, Daeng Koro dipindahkan ke Kariango, Maros, Sulawesi Selatan untuk menjadi anggota Brigif Linud 3/TBS Kostrad dan menjadi tim TC Voli.

Sampai akhirnya Daeng Koro dipecat pada 1992.

"Daeng Koro tidak mempunyai kualifikasi sebagai prajurit komando, maka dia tidak mempunyai kemampuan khusus dan tidak pernah mengikuti latihan-latihan yang bersifat khusus," ujar Munir.

Karienya terancam setelah terlibat asusila dengan istri prajurit lain.

Kelakukan bejat itulah yang mengakhiri kariernya dari TNI AD.

"Yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zina atau asusila," ungkap Munir.

Menurut Munir, akibat perbuatannya itu, Daeng Koro juga pernah menghuni sel tahanan militer selama 7 bulan.

Setelah selesai menjalankan hukuman melalui sidang peradilan militer, dia resmi dipecat dari keangotaan TNI.

"Kemudian yang bersangkutan menjalani hukuman kurungan di Rumah Tahanan Militer (RTM) selama 7 bulan.

Melalui proses hukum di sidang peradilan militer, 1992 Daeng Koro dipecat dari dinas militer dengan pangkat terakhir Kopral Dua (Kopda)," tutup Munir.

Jumat 3 April 2015, terjadi baku tembak terduga kelompok teroris dengan Densus 88 di Pegunungan Sakina Jaya, Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Sulawesi Tengah.

Dalam baku tembak itu seorang terduga teroris tewas, hasil penyelidikan dan forensik dinyatakan teroris yang tewas itu adalah Daeng Koro.

Sabar Subagjo alias Daeng Koro, seorang pecatan TNI AD adalah tangan kanan pentolan teroris di Poso,Santoso, dan think tank serangkaian teror.

Keduanya lalu diklaim sebagai dua pentolan teroris paling berbahaya.

Belakangan Santoso juga berhasil ditembak mati TNI-Polri.

NII berupaya rekrut anak jenderal

Pendiri Rehabilitasi Korban Negara Islam Indonesia (NII Crisis Center) yang juga mantan Komandan NII, Ken Setiawan buka-bukaan soal perekrutan kelompok teroris.

Ken Setiawan mengatakan, kelompok teroris zaman now justru menyasar anak dari keluarga jenderal TNI dan Polri.

Mereka bisa dengan mudah direkrut oleh kelompok kelompok radikal yang pada akhirnya akan menjadikannya seorang teroris.

Bila bisa diyakinkan dan mau meninggalkan keluarga, maka perekrutan bisa dilanjutkan.

Faktanya, lanjut Ken, banyak anak tentara dan polisi menjadi korban perekrutan, bahkan tentara dan polisi aktif juga banyak terkena paham radikal sehingga meninggalkan tugas mulia sebagai abdi negara demi bergabung di kelompok radikal.

"Anak Kapolda di wilayah Sumatera juga ada yang pernah direrut oleh kelompok radikal," beber Ken dalam sebuah acara di Jakarta tahun 2018 silam.

Menurut Ken, salah satu cara yang dipakai dalam perekrutan kelompok radikal adalah dengan mencuci otak sasaran yang akan direkrut.

Misalnya, dengan simulasi yang melibatkan audiensi dalam 5 menit orang tersebut bisa berkata bahwa dirinya ternyata berada di negara jahiliyah dan dirinya adalah orang kafir.

Ia mencontohkan model perekrutan oleh NII, sebagaimana yang pernah ia lakukan beberapa tahun silam.

"Model-model perekrutan itu dibeberkan agar seluruh peserta waspada dan berhati-hati apabila menemui hal serupa," terang Ken.

Menurutnya, sebelum merekrut, ia akan melakukan screening terlebih dahulu terhadap orang yang akan direkrut.

"Kita pelajari aktivitas kesehariannya, pekerjaannya apa, bagaimana keluarganya, hobinya apa, apa yang dia suka atau tidak sukai dan sebagainya," ungkap Ken. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved