Bukan Aulia Kesuma, Pengacara Sebut Pria Lain Perencana Utama Pembunuhan Pupung Sadili, Ini Sosoknya
Pengacara Aulia Kesuma ini menuding pria lain di balik skenario pembunuhan Pupung Sadili dan Dana. Sosoknya mistis.
SURYA.CO.ID, JAKARTA - Firman Chandra, pengacara Aulia Kusuma menyebut bukan kliennya sebagai perencana utama pembunuhan Pupung Sadili dan anaknya, M Adi Pradana alias Dana.
Pengacara Aulia Kesuma ini menuding pria lain di balik skenario pembunuhan Pupung Sadili dan Dana.
Pria itu adalah Aki, dukun santet yang pernah didatangi Aulia Kesuma.
Siapa sebenarnya Aki?
Aki sebelumnya sempat berupaya menyantet korban atas permintaan Aulia Kesuma (45).
Keberadaan Aki diketahui Aulia dari ikut suami mantan asisten rumah tangganya yang bernama Rodi.
Rody mengajak Aulia ke Yogyakarta untuk mencari dukun santet.
Awalnya Aulia berencana menghabisi nyawa Pupung Sadili dan Dana adalah dengan cara disantet.
Ia bahkan memberikan uang bayaran senilai Rp 40 juta kepada Rodi.
Aulia berangkat ke Yogyakarta bersama anak kandungnya, Geovanni Kelvin dan tersangka Supriyanto alias AP.
Kendati demikian, rencana santet itu tak mampu menghabisi nyawa Pupung dan Dana.
Menurut Firman, Aki inilah yang merencanakan pembunuhan Pupung dan Dana.
Aki sendiri kata Firman menjadi DPO polisi dan belum tertangkap.
"Sejak awal kami meminta jaksa penuntut umum menghadirkan Aki ini. Ia adalah perencana utamanya dan belum tertangkap," kata Firman.
"Kemudian banyak hal yang meringankan klien kami, tapi tidak oleh majelis hakim tidak dimasukkan di dalam putusan," kata Firman.
Diantaranya adalah jatah pihaknya untuk menghadirkan saksi yang meringankan.
"Kami punya dua saksi yang meringankan, termasuk saksi ahli untuk dihadirkan dalam sidang. Tapi jatah kami itu setelah kami minta ke majelis hakim tidak dikabulkan dengan alasan pandemi Covid-19," kata Firman.
Pihaknya pun kata Firman menerima dengan harapan vonis untuk kliennya tidak hukuman mati.
"Tapi ternyata vonisnya pidana mati, yang dimana sekali lagi semua negara di dunia sudah menghapus ini. Lalu kenapa Indonesia bersikeras memakai ini. Padahal dalam deklarasi universal hak asasi manusia sudah menghapus itu," kata Firman.
Karenanya kata Firman, pihaknya akan menyurati Presiden RI dan Komisi III DPR. "Agar hukuman mati ini dihapuskan. Karena sudah melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia," katanya.

Seperti diketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhirnya menjatuhkan vonis pidana mati terhadap dua terdakwa Aulia Kesuma (45) dan anaknya Geovanni Kelvin, otak pembunuhan terhadap ayah dan anak yakni Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili (54), dan M Adi Pradana alias Dana (23), dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Sidang digelar secara teleconference melalui layar proyektor yang dibentangkan di ruang sidang PN Jakarta Selatan.
Saat putusan dibacakan bergantian oleh majelis hakim, Aulia yang mengenakan jilbab biru, di layar proyektor tampak serius mendengarkan. Begitu juga dengan Geovanni, yang kadang di layar proyektor hanya bagian atas kepalanya saja yang ditampakkan.
Aulia dan Geovanni tampak berada di tempat terpisah di layar proyektor.
Ketika Ketua Majelis Hakim Yosdi menyatakan bahwa hukuman terhadap keduanya adalah pidama mati, ekspresi wajah Aulia makin lesu dan pasrah.
Ia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya dan diusapkan atau ditutupkan ke wajahnya beberapa saat. Pandangannya semakin kosong. Satu tangannya kemudian diletakkan di dahinya beberapa saat. Entah apakah itu tanda ia pasrah atau mencoba berpikir mencari upaya agar lolos dari hukuman mati.
Sementara itu Geovanni, tampak lebih sering menyembunyikan wajahnya di layar proyektor selama sidang berlangsung. Begitu juga sewaktu majelis hakim menjatuhkan vonis mati terhadap dirinya. Ia semakin menundukkan kepalanya sehingga hanya rambut dan dahinya saja yang tampak di layar proyektor.
Terdakwa satu yakni Aulia Kesuma dan terdakwa dua yakni Geovanni Kelvin, terbukti sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal.340 KUHP. Karenanya menjatuhkan hukuman kepada masing-masing terdakwa dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Yosdi dalam pembacaan putusannya di PN Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Menurutnya perbuatan keduanya diakui oleh para terdakwa dan dilakukan secara sadar. Bahkan yang memberatkan, untuk memuluskan aksinya Aulia menyewa dua ekskutor dan melibatkan 3 pelaku lainnya dalam merencanakan.
"Lalu juga terdakwa membawa jenasah ke Sukabumi dan membakarnya di sana," kata Yosdi.
Upaya ini kata Yosdi diakui kedua terdakwa untuk meghilangkan jejak atas perbuatan keji mereka..
JPU Sigit Hendradi menyambut baik putusan hakim yang sesuai dengan tuntutannya dalam sidang sebelumnya yakni pidana mati kepada Aulia dan Geovanni. "Sebab terdakwa pantas menerima itu atas apa yang diperbuatnya," kata dia.
Nasib Anak Aulia Kesuma

R (inisial), anak Aulia Kesuma memiliki kehidupan baru setelah sang ibu dipenjara dan divonis mati karena membunuh ayah dan saudaranya, Pupung Sadili dan M Adi Pradana alias Dana.
Anak Aulia Kesuma kini diasuh keluarga besar Pupung Sadili.
Keluarga besar Pupung Sadili bertekat merawat dan membesarkan anak Aulia Kesuma sehingga tak seperti ibunya.
"Saya berharap R akan menjadi anak yang mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang baik dan layak sebagaimana yang diharapkan oleh ayah kandungnya," kata Nani, kakak kandung Pupung Sadili seusai didang vonis mati Aulia Kesuma di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Nani meminta agar R tak disamakan dengan sang ibu, Aulia Kesuma.
"Kami di sini uwanya, ada banyak dan saudara kami banyak. Kakak kakak sepupunya ada 6 dan kami semua sanggup dan siap merawatnya."
"Jadi jangan disamakan dengan apa yang sudah dilakukan oleh ibunya," pintanya.
Nani juga keberatan nama R dicatut pengacara Aulia Kesuma agar kliennya terhindar dari hukuman mati.
Menurutnya R bukan tak punya siapa-siapa (sebatang kara) karena banyak yang akan merawatnya.
"Yang jelas R itu kami akan merawatnya. Saya sekali lagi tolong, Pak Firman sebagai penasihat hukum jangan mem-blow up terus si R itu bahwa dia tidak punya siapa-siapa," kata Nani seusai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020), dilansir Tribunnews.
Sebelumnya, Kuasa hukum Aulia Kesuma Firman Candra mempertanyakan vonis mati atas kliennya yang masih memiliki balita 4 tahun.
"Sebab banyak hal meringankan, yang tidak dimasukkan majelis hakim dan jaksa dalam putusan dan tuntutannya. Salah satunya adalah adanya anak hasil perkawinan dari korban Edi Chandra Purnama dan terdakwa satu yakni Aulia Kesuma, yang kini berusia 4 tahun," kata Firman Candra, usai sidang di PN Jaksel, Senin (15/6/2020).
Menurut Firman, dengan vonis mati terhadap Aulia Kesuma, maka sang balita yang sudah kehilangan ayah kandungnya, kini terancam kehilangan ibu kandungnya yang dipidana mati.
"Jadi nanti, anak 4 tahun ini siapa yang mengasuh? Ayah kandungnya sudah jadi korban pembunuhan, lalu ibu kandungnya juga terancam pidana mati. Ini seharusnya jadi hal meringankan bagi terdakwa Aulia," kata Firman.
"Kenapa kita selalu berbicara kematian dan tidak berbicara soal kehidupan. Sebab di kasus ini, ada kehidupan anak 4 tahun yang dipertaruhkan. Ini mestinya jadi pertimbangan hakim, tapi nyatanya tidak. Jadi ada apa ini?," ujar Firman.
Firman menilai bahwa vonis pidana mati majelis hakim kepada kedua kliennya terlalu kejam dan sadis.
"Sebagai kuasa hukum, saya melihat, vonis ini terlalu sadis. Sebab semua negara sudah menghapuskan hukuman mati untuk kasus apapun. Dalam deklarasi universal hak asasi manusia, hukuman mati dihapuskan. Tapi kenapa majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerapkan itu sebagai hukuman," kata Firman Candra.
• KABAR TERBARU Lucinta Luna Kini Berubah Semenjak Dipenjara, Abash Sebut Sang Kekasih Khatam Alquran
• UPDATE 7 Fakta Mayat Terapis Wanita dalam Kardus di Surabaya, Pacar Syok dan Sosok Aslinya Terungkap
• KRONOLOGI Sebenarnya Mahasiswa Surabaya Bunuh Wanita Terapis Pijat Plus-plus, Ini Fakta Terbaru