Virus Corona di Sidoarjo
Anggota DPRD Sidoarjo : PSBB Seolah Tak Ada Bedanya
Mantan ketua DPRD Sidoarjo yang kini menjadi anggota komisi A, Sullamul Hadi Nurmawan, mengritik penerapan PSBB di Sidoarjo yang setengah hati
Penulis: M Taufik | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SIDOARJO – Kritikan terhadap pelaksanaan PSBB (pembatasan social berskala besar) dan sejumlah upaya penanganan penyebaran covid-19 di Sidoarjo terus bermunculan. Termasuk dari Sullamul Hadi Nurmawan, mantan Ketua DPRD Sidoarjo yang sekarang duduk di Komisi A DPRD Sidoarjo.
Menurut Wawan, panggilan Sullamul Hadi Nurmawan, terjadi persoalan hampir di semua lini. Mulai dalam penanganan pasien, upaya pencegahan penyebaran, penyaluran bantuan sosial, dan berbagai hal lain dalam penanganan covid-19 di Sidoarjo.
“Saya kok melihat seperti tidak ada bedanya PSBB atau tidak. Aktivitas masyarakat di mana-mana tetap seperti biasa, seolah tidak ada pembatasan. Yang menurut saya terlihat beda pada masa PSBB ini hanya adanya check point dan penjagaan warga di kampung-kampung,” kata Wawan.
Dan sejauh ini, menurutnya pembatasan di kampung-kampung, kompleks perumahan, atau di desa-desa saja yang dirasa sangat efektif untuk membatasi pergerakan warga. Itupun masih punya beberapa kelemahan.
Dalam penanganan pasien, disebutnya sejauh ini ruang isolasi juga masih kurang sehingga banyak pasien harus melakukan karantina mandiri. Kemudian hasil rapid test, yang tindak lanjutnya juga terkesan sangat lambat.
“Kebetulan di lingkungan tempat kerja saya ada teman yang hasil rapid tesnya positif, ternyata sampai tiga hari setelah tes juga belum diajak atau dilakukan swab tes. Padahal yang menentukan orang itu postif covid-19 atau tidak adalah swab test,” sebutnya.
Persoalan lain dalam penanganan pasien juga banyak dikeluhkan di tingkat puskesmas. Selama ini kerap ada petugas puskemas ketika melakukan pendataan di wilayah serta pemeriksaan terhadap warga pendatang.
Tidak ada yang bisa dilakukan selain hanya melapor ke dinas atau rumah sakit. “Karena kebingungan itu, jurus utama petugas puskesmas ketika ada warga berpotensi terpapar hanya menyarankan agar melakukan karantina mandiri,” kata Wawan.
Politisi PKB itu juga menilai bahwa kampanye yang dilakukan pemerintah untuk mengajak masyarakat agar taat aturan juga masih rendah. Ajakan untuk selalu pakai masker, physical distancing, cuci tangan, dan sebagainya itu disebutnya sangat kurang mendalam dan tidak konsisten.
Persoalan lain yang kerap dikeluhkan warga kepada dirinya adalah terkait penyaluran bantuan. Ada sejumlah warga yang berhak menerima malah tidak dapat, dan sebaliknya warga tidak berhak tapi sudah menerima bantuan.
“Ini harus ada evaluasi dari pemerintah. Terkait data penerima, proses penyaluran, dan sebagainya. Termasuk tentang penyaluran BLT dari pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah daerah, saya kira perlu dirumuskan aturannya supaya benar-benar mengena atau tepat sasaran. Beberapa perangkat desa juga masih kebingungan terkait ini,” lanjut pria yang gemar sepakbola tersebut.
Tentang BLT, Wawan mengaku setuju dengan usulan Panitia Kerja (Panja) DPRD SIdoarjo. Yakni menyamakan semua warga yang berhak menerima, termasuk data warga kurang mampu, warga terdampak, dan sebagainya. Disamakan senilai Rp 600.000 perbulan untuk setiap penerima.