Berita Jember
Warga Miskin Jember Tak Tersentuh Bantuan Pemerintah, untuk Menyambung Hidup Makan Biji Kluwih
Dia tidak termasuk sebagai penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), juga bantuan sosial kesehatan melalui KIS.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Anas Miftakhudin
Sebelumnya, Triyata memilih menjadi peserta BPJS Kesehatan secara mandiri.
Ibu tiga anak ini menuturkan, tiga tahun silam pernah mendapat jatah beras miskin. Dia mengaku mendapatkan tiga kali, masing-masing 2,5 kg. Setelah itu, dia tidak pernah mendapatkan bantuan sosial apapun dari pemerintah.
"Mendapatkan BPNT, PKH, dan KIS?," tanya Surya.co.id.
"Tidak punya. Tidak pernah dikasih," jelasnya.
Saking judegnya pikiran, dan dia harus menyambung hidup, dua pekan terakhir, dia mulai menjual barang miliknya. Mulai menjual mangkok dan gelas beberapa hari lalu kepada tetangganya. Barang itu laku Rp 30.000 kemudian dibelikan beras.
Perabotan juga turut dijual meski nilainya tidak seberapa. Dia hanya berpikiran untuk bisa mendapatkan uang halal dan bisa makan.
Bahkan beberapa hari terakhir, untuk sarapan, dia memasak biji kluwih yang oleh warga setempat disebutnya kolor. Biji kluwih itu digodok untuk pengganti sarapan. Baru siang hari, keluarga ini makan nasi. Terkadang mereka dikasih makan plus lauknya oleh tetangga.
"Dua hari sarapan isi kolor. Alhamdulillah, ini dikasih beras. Tadi juga ada orang tua yang tidak saya kenal, ngasih saya uang Rp 20.000. Bisa beli isi ulang gas," ujarnya sambil menitikkan air mata.
Triyata hanya berharap, dirinya bisa terlepas dari jerat utang 'bank tihtil'. Dirinya masih memiliki tanggungan sebesar Rp 7,8 juta. Dia berjanji, jika bisa terlepas dari jeratan 'bank tihtil', tak akan ngutang lagi.
Selain itu, dia juga ingin mendapatkan bantuan peralatan tambal ban untuk anak keduanya. Jika anaknya bisa membuka usaha sendiri tambal ban, dia yakin akan ada pemasukan untuk keluarganya, meski hanya Rp 20.000/hari. Penghasilan itu diharapkannya bisa menyambung hidup.
"Itu impian saya. Saya sampai pernah berpikir untuk bunuh diri. Tapi sama tetangga, saya dimarahi. Dosa. Saya berharap ada bantuan, terutama kompresor dan alat tambal ban untuk anak saya," pungkasnya.
Triyata tidak mau berharap banyak dari tetangganya, karena beberapa orang tetangganya juga tidak mampu. Rumah yang ditempati Triyata adalah rumah kontrakan sederhana, dan mulai rusak di beberapa bagian. Rumah kontrakan itu, dikontrak keluarga itu sampai tiga tahun mendatang.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/yunik-sri.jpg)