Berita Gresik
5 FAKTA LAIN Oknum Polisi Gresik Cabuli Ibu Mertua, Baru Nikah 6 Bulan & Sudah Beraksi 7 kali
5 FAKTA LAIN Oknum Polisi Gresik Cabuli Ibu Mertua, Sudah Beraksi 7 Kali & Baru Nikah 6 Bulan
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
"Saya kaget. Kalau saya kerja di warung kopi, butuh berapa tahun kumpulkan uang sebanyak itu," tuturnya.
Saya sering lihat unggahan dia pamer uang. Saya janda, pasti tergiur. Saya pikir, kalau hancur, hancur sekalian, tapi saya hancur untuk anak, bukan untuk hura-hura," kata Merry.
Dan sejak itulah Merry dikenalkan Nurlela kepada sejumlah orang yang belakangan ia sebut bagian dari sindikat perdagangan orang.
Dari Kabupaten Landak, Merry dibawa laki-laki yang disebutnya sebagai comblang ke Pontianak, kota terbesar di Kalimantan Barat, berjarak sekitar empat jam perjalanan dari rumahnya.
Di Pontianak, Merry mengaku bertemu tiga laki-laki asal China.
Merry berkata, dua orang di antaranya merupakan agen perkawinan, sementara satu orang laki-laki lainnya adalah calon suaminya. "
Calon kamu pengusaha, kalau kamu nikah sama dia pasti enak, tidak akan menyesal. Kamu bisa pulang ke Indonesia kapan pun," kata Merry merujuk pernyataan comblangnya.
"Hidup mati saya sudah tidak ada yang tahu" Sejak saat itu proses perkawinan Merry dengan laki-laki China itu pun dimulai, dari pertunangan bernuansa tradisi Dayak hingga urusan administrasi paspor dan visa.
Berbeda dengan perkawinan pertamanya, Merry mengaku tidak ada unsur cinta dalam rumah tangga keduanya.
Ia pun tak menguasai Mandarin, bahasa yang digunakan suami keduanya.
Akhir tahun 2018, dibiayai comblang, Merry terbang ke China bersama ayahnya.
Setibanya di Beijing, Merry diajak keluarga suaminya berkeliling kota, termasuk ke Lapangan Tiananmen.
Dan hari-hari yang tak pernah Merry bayangkan terjadi setelah ayahnya pulang ke Indonesia, kondisi yang ia sebut sebuah perangkap.
"Aktivitas saya dari pagi nyapu, ngepel, nyuci pakaian, masak, lalu masuk ke kamar. Sorenya begitu lagi. Setiap hari. Saya tidak tahu kenapa tidak boleh keluar rumah, mertua bilang dia takut saya diculik orang," kata Merry.
"Bulan Desember bapaknya mulai kurang ajar. Saya menerima pelecehan seksual. Saya kasih bukti ke suami, tapi dia tidak percaya. Saya dipukul kayu."
"Handphone saya diambil. Pamannya cekik saya, bibinya pegang tangan saya, ibunya tarik ponsel dari tangan saya."
"Saya putus hubungan dengan keluarga. Hidup mati saya sudah tidak ada yang tahu. Setiap hari kepala saya dipukul. Saya cuma bisa pasrah dan berdoa," ujar Merry.
Merry berkata suaminya tidak pernah mengirim uang untuk keluarganya di Landak, Kalimantan Barat.
Ibu mertuanya malah menyuruhnya bekerja membuat kerajinan tangan, tanpa upah. April 2019, Merry menerima tawaran bekerja di pabrik gelas.
"Saya pikir kalau saya tidak ambil peluang itu, seumur hidup saya akan terus di rumah suami," ucapnya.
Di pabrik itu, Merry ditugasi menyusun gelas ke dalam kardus. Walau keluar rumah, ibu mertua Merry tetap menunggui dan mengawasinya di pabrik.
Meski begitu, Merry berkata itu adalah peluang terbesarnya untuk kabur dan pulang ke Indonesia.
"Saya berdoa terus dalam hati. 'Kalau memang ini peluang saya kabur, Tuhan tolong saya.' Saya menunggu kesempatan terus."
"Hari ketujuh kerja di sana, sekitar jam 12 siang, saya lihat ada pintu untuk naik ke tembok, saya panjat walaupun tidak tahu apa di balik dinding itu.
Ternyata kandang babi, saat saya lompat mereka teriak, saya berlari sejauh mungkin." "Saya cari taksi.
Saya bilang ke sopir mau ke KBRI, tapi dia tidak mengerti bahasa saya.
Saya cuma bilang, 'Beijing, Beijing!'" Dan itu bukanlah akhir dari pelarian Merry.
Uang di kantongnya tak cukup mengantarnya ke Beijing. Sopir taksi membawa Merry ke kantor kepolisian.
Di sana, kata Merry, ia tak mendapatkan jaminan mendapat pertolongan untuk pulang ke Indonesia.
Ia mengaku diinapkan kepolisian setempat di sebuah kamar sewaan selama sepekan.
Tak ada bekal makanan atau minuman, seminggu itu Merry bertahan dengan cara meneguk air keran.
Selama penantiannya itu, Merry bertemu perempuan pengantin pesanan asal Indonesia.
Lia, nama perempuan itu, menyarankan Merry menuliskan kondisi dan rencananya untuk pulang ke Indonesia ke Facebook.
Dan dari unggahan itulah, Serikat Buruh Migran Indonesia mengenal Merry dan akhirnya membantu kepulangannya.
Merry hingga kini belum dapat melupakan rentetan peristiwa di China yang ia sebut mengerikan.
Saat saya menemuinya di Landak, Merry hanya berdiam diri di rumah orang tuanya.
Ia mengaku sesekali ke ladang membantu ayahnya mencari sayuran di pinggir hutan.
Merry belum berpikir untuk kembali bekerja. Perundungan tetangga membuatnya kecil diri.
Cercaan juga didapatkan anaknya yang sekarang duduk di bangku kelas empat SD.
"Tetangga saya bilang 'anak saya anak pelacur, mamamu lonte'. Anak saya yang paling kecil kalau pulang sekolah biasanya nangis karena malu," ujar Merry.
"Dia mengeluh, 'Ma kalau kita ada uang, kita pindah ya dari sini. Aku tidak tahan'. Saya bilang, 'Biarlah orang mau ngomongin kita apa, kita terima saja.'"
"Berat sekali mendengar orang mencibir kita, mau mencari kerjaan pun malu. Sekarang saya cuma bertopang pada bapak. Saya cuma bisa cari rebung dan sayur di hutan," tuturnya.