Sambang Kampung
Alasan Warga RT 8 RW 9 Kembang Kuning I Surabaya Pilih Buah Markisa Jadi Ikon Kampung
Bukan tanpa alasan jika warga RT 8 RW 9 Kembang Kuning I Surabaya memilih buah markisa sebagai ikon kampung.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Bukan tanpa alasan jika warga RT 8 RW 9 Kembang Kuning I Surabaya memilih buah markisa sebagai ikon kampung.
Satu di antara manfaat buah ini mengandung antioksidan yang melindungi tubuh dari kerusakan sel akibat radikal bebas.
Memasuki kampung yang berada di kelurahan Darmo ini, mata akan disuguhi pemandangan pohon-pohon markisa yang merambat sampai ke langit-langit.
Saat musim panen tiba, buah markisa yang ranum akan menggantung pada ranting pohon. Warga pun boleh memetiknya secara cuma-cuma.
"Kami mulai menanam pohon markisa di kampung sejak akhir 2017. Sebelumnya, warga banyak yang menanam tanaman hias," ungkap Wiji Sulistiono, Ketua RW 9 Kelurahan Darmo, Rabu (5/2/2020).
Budidaya markisa di area kampung dimulai sejak Wiji secara iseng menanamnya secara pribadi di halaman rumahnya, saat ia masih menjabat sebagai ketua RT 8 RW 9 Kembang Kuning I.
"Saya dapat buah markisa dari teman. Buahnya terbuang, nggak dimanfaatkan. Akhirnya saya bawa pulang, bijinya saya tanam supaya halaman rumah kelihatan lebih rindang," ia menuturkan.
Lanjut Wiji, markisa dipilih sebagai ikon kampung karena belum ada kampung yang mengusung konsep itu sebelumnya. Selain itu, markisa memberi banyak manfaat dan bisa diolah menjadi berbagai macam produk.
"Saya belum tahu ada kampung markisa di Surabaya. Saya baca-baca di internet, markisa juga menghasilkan uang yang lumayan kalau dijual," paparnya.
Perawatannya pun, Wiji mengatakan, tidak susah. Tinggal diberi pupuk yang warga dapatkan dari pihak DKRTH Kota Surabaya.
"Selama ini tidak pakai pestisida. Penyiramannya, kalau panas ya sehari sekali. Kalau hujan kan nggak usah disiram," paparnya.
Untuk perawatan, Wiji mencari referensi di internet. Selama ini, lahan menjadi hambatan untuk mengembangkan budidaya markisa di kampung tersebut.
"Untuk menghasilkan buah yang bagus, medianya harus langsung ke tanah. Sejauh ini, kami masih memanfaatkan pot. Kecuali di sini yang sudah ditanam langsung di tanah tanpa menggunakan pot," katanya sambil menunjuk sepetak tanah di samping rumahnya.
Penggunaan pot, ia melanjutkan, karena memang keterbatasan lahan. Warga pun mengakalinya dengan memakai pot dengan diameter yang besar.
Melalui budidaya markisa tersebut, Wiji berharap kampungnya bisa lebih dikenal dan warga bisa lebih bangga.