Berita Kediri
Pasang Surut Usaha Kopi Luwak di Kediri, Bertahan Karena Diyakini Mampu Menambah Vitalitas Pria
Kopi luwak memiliki anti oksidan alami yang efektif sehingga membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh manusia lewat keringat dan urin
Penulis: Didik Mashudi | Editor: Cak Sur
SURYA.co.id | KEDIRI - Meski sudah melampaui masa boomingnya, permintaan kopi luwak untuk pasar dalam negeri dan ekspor masih cukup tinggi.
Banyaknya konsumen penggemar kopi luwak membuat usaha Kampung Luwak milik Hj Yekti Wurih Wiyati di Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri produksinya terus berlanjut.
Suasana Kampung Luwak memang sudah tidak seramai seperti 5 tahun silam.
Saat itu banyak turis asing yang datang silih berganti ke Kampung Luwak untuk berwisata sekedar melihat proses produksi pembuatan kopi luwak.
Apalagi Hj Yekti juga menjalin kerja sama dengan hotel berbintang di Kota Kediri untuk kunjungan ke Kampung Luwak yang berlokasi di kaki Gunung Kelud.
Termasuk binatang luwak yang dipelihara di Kampung Luwak sudah tidak banyak lagi.
Saat masa booming kopi luwak ada puluhan luwak yang dipelihara di kandang belakang rumah.
Saat ini luwak yang masih tersisa hanya sekitar 10 ekor serta sudah tidak intensif lagi memproduksi kopi luwak. Namun permintaan kopi luwak tetap saja berdatangan dari penggemar di Indonesia dan luar negeri.
Dari luar negeri yang menjadi pelanggan tetap kopi luwak konsumen dari Hongkong, Taiwan, Jepang dan Singapura.
Malahan jika ada pesanan konsumen dari luar negeri jumlahnya bisa mencapai 5 kg sampai 10 kg.
Saat ini harga kopi luwak juga tetap stabil di kisaran Rp 2 juta per kg. Penggemar kopi luwak memang dari kalangan menengah ke atas. Di luar negeri hanya kalangan cafe papan atas yang menyiapkan menu kopi luwak.
Saat ini Hj Yekti Wurih Wiyati telah mengubah proses produksi kopi luwak dengan melibatkan warga binaan yang tersebar di sejumlah daerah.
Warga binaan juga telah mampu memproduksi kopi luwak sendiri. Sehingga jika sewaktu-waktu ada permintaan kopi luwak dalam jumlah banyak tidak mengalami kesulitan.
"Kami bekerja sama dengan sejumlah komunitas untuk memelihara luwak sebagai usaha sampingan," jelasnya.
Hj Yekti sendiri saat ini hanya tinggal memelihara 10 ekor luwak pandan karena biaya perawatannya juga sangat mahal.