Berita Sidoarjo

Cerita Cinta Umar Patek dan Ruqayyah, Tetap Setia Sejak di Camp Teroris Filipina hingga Lapas Porong

Umar Patek mengisahkan cerita cintanya bersama Ruqayyah saat di Lapas Porong Sidoarjo.

Penulis: M Taufik | Editor: irwan sy
m taufik/surya
SARANGHAEYO - Umar Patek dan istrinya, Ruqayyah, saat di Lapas Porong Sidoarjo, Rabu (20/11/2019). Umar Patek mengisahkan cerita cintanya bersama Ruqayyah yang selalu setia mendampingi mulai dari campr teroris di Filipina hingga lapas Porong Sidoarjo. Ruqayyah bahkan kini sudah resmi menjadi WNI. 

Wajah Umar Patek terlihat sumringah, Rabu (20/11/2019).

Berulang kali, pria asal Jawa Tengah dengan nama asli Hisyam bin Ali Zain itu tersenyum ketika berkisah tentang cerita cintanya dengan Ruqayyah binti Husein Luceno atau Gina Gutierez Luceno.

Sambil terus merangkul pundak istrinya, narapidana terorisme (napiter) Lapas Porong Sidoarjo itu bercerita bahwa cintanya bermula dari camp Abu Bakar Assyidik di komplek camp Mujahidin Mindanao Filipina.

SURYA.co.id | SIDOARJO - "Saya masuk ke camp tersebut tahun 1995. Setelah pada 1991 di Afganistan, kemudian ke Pakistan, dan Palestina," kenang Umar Patek.

Selain aktif dalam berbagai hal, di camp itu Umar Patek juga menjadi guru ngaji.

Sementara Ruqayyah, di sana sedang belajar agama.

Umar Patek Berencana Ajukan Pembebasan Bersyarat

"Bukan murid saya, tapi dia saat itu sekitar tahun 1998 baru masuk Islam dan sedang belajar agama di camp tersebut," kisah mantan anggota Jemaah Islamiyah yang pernah menjadi orang paling dicari pemerintah Amerika Serikat, Australia, Filipina dan Indonesia karena keterlibatannya dalam berbagai aksi terorisme itu.

Pada 1998 itu, Umar Patek memutuskan untuk meminang Gina Gutierez Luceno.

Dia mendatangi rumah calon mertuanya, melamar, dan kemudian menikah setelah mendapat restu dari orangtua Gina.

Ketika itu, disebutnya hanya Gina yang sudah masuk Islam, sementara orangtua dan keluarga besarnya masih Nasrani.

"Tapi kami menikah di camp, dan mereka semua hadir," urai Umar Patek sambil tersenyum.

Kondisi itu membuatnya harus melakukan beberapa strategi.

Apalagi, camp mujahidin di Mindanao ketika itu punya adat menggelar selebrasi berupa lempar senjata ke atas ketika ada pesta pernikahan.

"Kami harus menjamin keamanan dia dan keluarganya, sehingga saat itu selebrasi ditiadakan. Teman-teman saya saat itu bersedia demi menjamin keamanan warga sipil. Karena ketika itu, kami memang tidak melawan warga sipil," papar pria berjenggot lebat tersebut.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved