Kilas Balik
Soeharto Menyesal karena Mengabaikan Teguran Panglima ABRI, Isinya Soal Bisnis Keluarga Cendana
Soeharto mengaku menyesal telah mengabaikan teguran dari panglima ABRI kepercayaannya, Benny Moerdani. Berikut kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Soeharto mengaku menyesal telah mengabaikan teguran dari panglima ABRI kepercayaannya, Benny Moerdani
Soeharto mengakui penyesalan itu saat menjenguk sang panglima ABRI yang tengah terbaring di Rumah Sakit RSPAD, Jakarta pada tahun 2004 silam
Bukan tanpa sebab Soeharto mengabaikan teguran Benny Moerdani
Soeharto merasa tak senang karena panglima ABRI itu berani menyinggung bisnis keluarga cendana
Dilansir dari buku 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap' dan 'Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan' karya Julius Pour, teguran itu dilontarkan oleh Benny Moerdani pada tahun 1984

Benny Moerdani melakukan hal itu karena sejumlah menteri merasa risau dengan anak-anak Soeharto yang sudah tumbuh dewasa dan mulai berbinis tapi dengan memanfaatkan kekuasaan bapaknya.
Bisnis keluarga cendana bahkan merambah ke soal pembelian alutsista yang seharusnya ditangani pemerintah dan ABRI.
Ketika ada kesempatan bermain biliar dengan Soeharto, Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Panglima ABRI memberanikan diri menegur Soeharto.
Ia mengingatkan soal bisnis anak-anak Soeharto yang sudah merambah ke mana-mana dan terkesan memonopoli.
Soeharto ternyata tidak terima oleh teguran Benny yang dianggap sangat kurang ajar dan setelah itu hubungan mereka berdua memburuk.
Entah ada hubungannya atau tidak dengan teguran tersebut, tak lama kemudian Benny Moerdami dicopot dari Panglima ABRI
Pada Agustus 2004 Soeharto menjenguk Benny Moerdani yang sedang sakit keras dan terbaring di Rumah Sakit RSPAD, Jakarta.
Di depan Benny, Soeharto secara terus-terang mengakui bahwa teguran yang pernah dilontarkan Benny pada tahun 1984 ternyata benar.
Akibat bisnis anak-anaknya yang ikut memicu krisis ekonomi dan kemarahan rakyat terhadap keluarga Soeharto,
Pada 21 Mei 1998, kekuasaan Soeharto pun tumbang.

Soeharto juga menyatakan kepada Benny, jika teguran Benny itu dipatuhi, dirinya tidak akan sampai lengser dari kursi Presiden akibat demo besar-besaran dan kerusuhan sosial yang terjadi di mana-mana.
Memburuknya hubungan Soeharto dan Benny Moerdani setelah teguran itu dilontarkan, juga pernah diceritakan oleh Luhut Panjaitan
Luhut Panjaitan yang pernah menjadi golden boys atau anak emas Benny Moerdani di lingkungan ABRI, memberanikan diri menanyakan kabar itu kepada Benny.
“Saya datangi kantor beliau, dan menanyakan kepada Pak Benny, rumor yang beredar di luar bahwa beliau sudah “jauh” dari Pak Harto,” tulis Luhut dikutip dari laman Facebooknya, Senin (22/7/2019).
Kepada Luhut, Benny mengakui insiden tersebut dan kondisinya setelah kemarahan Soeharto.
“Benar itu Luhut..!” kata Benny terus terang kepada Luhut.

Benny Moerdani menjelaskan bahwa Presiden Soeharto marah kepadanya, ketika dengan cara halus mencoba mengingatkan bisnis yang dijalankan oleh putra-putrinya yang sudah kelewat batas.
“Pak Harto lalu tiba-tiba meletakkan stik biliar dan masuk kamar.
Sejak itu, Benny Moerdani tidak pernah dekat dengan Presidennya,” kata Luhut.
Meski begitu, Luhut juga mengingat ucapan Benny saat itu soal loyalitas terhadap Soeharto yang tak pernah berubah.
“Tetapi asal kamu tahu ya Luhut.
Apapun sikap beliau, saya tidak pernah kehilangan kesetiaan saya kepadanya…!” ucap Benny kepada Luhut.
Dilansir dari Wikipedia, Jenderal TNI (Purn.) Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B. Moerdani, atau kerap disapa Benny Moerdani lahir di Cepu, 2 Oktober 1932 dan meninggal di Jakarta, 29 Agustus 2004
Benny Moerdani adalah salah satu tokoh militer Indonesia paling berpengaruh di era Orde Baru.
Benny Moerdani dikenal sebagai perwira TNI yang banyak berkecimpung di dunia intelijen, sehingga sosoknya banyak dianggap misterius.
Benny merupakan perwira yang ikut terjun langsung di operasi militer penanganan pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok, Kerajaan Thai pada tanggal 28 Maret 1981,
Peristiwa ini kemudian dicatat sebagai peristiwa pembajakan pesawat pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Republik Indonesia dan terorisme bermotif jihad pertama di Indonesia.
Dalam posisi pemerintahan, selain sebagai Panglima ABRI, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.