Single Focus

Omah Tua 1907 Maspati, Dulu Markas Tentara Kini jadi Kafe

Pada masa kolonial Belanda, rumah ini difungsikan sebagai tempat berkumpulnya pemuda-pemudi Maspati untuk menyusun strategi perang 10 November

Penulis: Delya Octovie | Editor: Eben Haezer Panca
surabaya.tribunnews.com/sugiharto
Cafe Omah Tua 1907 di Kampung Lawas Maspati V Surabaya, Senin (9/9/2019). 

SURYA.co.id, SURABAYA - Bila bukan karena papan kayu bertuliskan 'Omah Tua 1907 Coffee and Library', orang yang melintas tidak akan menyadari bahwa tempat tersebut adalah sebuah kafe.

Kafe ini memang dibuka sejak 2016 di sebuah rumah nomor 31, yang terletak di gang V Kampung Lawas Maspati, Surabaya.

Angka 1907 yang menggantung di teras rumah bukan sekadar tulisan.

Rumah keluarga Sumargono tersebut rupanya sudah berdiri sejak 1907, dan kini ditempati oleh generasi keempatnya.

"Dulu bangunan ini rumah punden, alias tempat keluarga kumpul tiap lebaran. Jadi selain lebaran, rumah ini tidak ditempati. Ketika kampung dijadikan kampung wisata, banyak pengunjung, akhirnya yang punya rumah inisiatif bikin kafe, dikelola oleh cucunya," jelas Sabar Suwastono, Ketua RW Kampung Maspati, Senin (9/9/2019).

Di bagian depan kafe, terdapat plakat yang mendeskripsikan kafe sebagai markas tentara.

Ternyata, pada masa kolonial Belanda, rumah ini difungsikan sebagai tempat berkumpulnya pemuda-pemudi Maspati dan sekitarnya, untuk menyusun strategi perang 10 November.

Sejak dibuka dan jadi ikon kampung, Omah Tua sudah dikunjungi orang-orang dari berbagai kalangan, mulai dari anak muda, tamu-tamu hotel, hingga wali kota berbagai negara.

Kafe ini dibuka mulai 15.00-24.00 WIB, dan libur hanya pada hari Jumat.

Ketika resmi dijadikan kafe, Sabar menyebut, dua pengelolanya, Bintang dan Fahrul, mengeluarkan berbagai barang lawas koleksi keluarganya.

Koleksi pribadi ini dijadikan hiasan kafe sekaligus sebagian interiornya, termasuk lukisan besar bergambar buyut mereka.

Tak hanya menyuguhkan beragam kopi dan camilan, Omah Tua juga menyediakan berbagai macam bacaan, dari majalah sampai novel luar maupun dalam negeri.

Lukman Indriatno, Ketua RT 1/RW 6 Maspati, mengakui kelawasan Omah Tua sebagai magnet para pengunjung.

Banyak yang mengungkapkan kekaguman mereka soal keotentikan, suasana dan kenyamanannya.

"Biasanya komentar, 'wah, masih ada ya peninggalan zaman Belanda'. Kopi di sini juga mantap, kopi asli nusantara. Jadi biasanya yang di sini ya anak-anak muda, cangkruk sampai malam," paparnya.

Selain kafe, Omah Tua juga disewakan sebagai homestay dua kamar, dengan biaya sewa Rp 250.000 per hari.

Turis mancanegara juga kerap menginap selama 1-2 minggu di sini, termasuk warga Ceko dan Korea Selatan. 

Bisnis Kafe di Bangunan Cagar Budaya, Pengelola Wajib Rawat Bangunan

Bisnis Kafe Tumbuh di Gedung Cagar Budaya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved