Kilas Balik
Sosok Pentolan Pemberontak yang Bikin Soekarno Menangis, Bung Karno Hukum Mati Sahabatnya Sendiri
Kartosoewirjo, merupakan salah satu pentolan pemberontak DI/TII yang sempat membuat Soekarno menangis, ini sosoknya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Sang ayah adalah pemasok berbagai jenis bahan makanan dan pakaian pamong serta abdi keraton Kasunanan Surakarta.
Soedjono selepas lulus dari HIS Surakarta melanjutkan sekolahnya di Gemeentelijke Handels School, sebuah sekolah dagang di Semarang.
Tahun 1937 ia lulus dan kembali ke Solo untuk meneruskan usaha sang ayah.
Sekitar usia 20 tahuna, Soedjono menjadi bendahara organisasi pergerakan bernama Indonesia Muda sekaligus ia juga menjabat menjadi fukudanco (wakil komandan) dari keibodan (pembantu polisi) pada masa pendudukan Jepang.
“Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), suatu organisasi keamanan yang kelak berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia dan berhubungan dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dia ditunjuk sebagai ketua bagian keuangan BPKKP di sekitar Solo,” tulis Michael Sean Malley dalam "Soedjono Hoemardani dan Orde Baru" dalam Prisma edisi khusus 20 tahun Prisma Di Atas Panggung Sejarah Dari Sultan ke Ali Moertopo (1991:105).
Awal karier kemiliteran Soedjono berpangkat Letnan dua dan bisa mencapai pangkat jenderal sebelum ia meninggal dunia.
Harry Tjan Silalahi dalam buku Soedjono Hoemardani 1918-1986 (1987:16) menyebut Soedjono Hoermardani menjadi bendahara di Resimen 27 Divisi IV dengan pangkat Letnan Dua dalam kurun 1945-1947.
Setelahnya dia naik pangkat jadi Letnan Satu dengan jabatan perwira bagian keuangan Divisi tersebut hingga 1949.
Tahun 1950, pangkatnya naik jadi Kapten.
Tahun berikutnya dia dipindahkan ke Semarang.
Tahun 1957 pangkatnya jadi Mayor dengan jabatan Direktorat Administrasi Angkatan Darat (DAMAD) di Bandung.
Tahun 1961, pangkatnya naik lagi jadi Letnan Kolonel dengan jabatan Wakil Deputi III/KSAD.
Djonit tak dikenal sebagai perwira tempur, meski dia ikut revolusi kemerdekaan.
Ia membuktikan bahwa tentara tak hanya mengurus pertempuran, melainkan juga logistik, administrasi, dan urusan di atas kertas lain.
Berbisnis saat jadi tentara tidak sulit bagi Soedjono Hoermardani karena dia pernah berbisnis sebelum balatentara Jepang mendarat.