Kilas Balik

Pimpinan KKB Papua Akhirnya Menyerah Saat Danjen Kopassus Terapkan Strateginya, Cuma Kirim 2 Orang

Pimpinan KKB Papua, Lodewijk Mandatjan menyerahkan diri ke NKRI seusai mantan danjen Kopassus Sarwo Edhie Wibowo menerapkan strateginya

Istimewa/Antara
KKB Papua 

SURYA.co.id - Pimpinan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, Lodewijk Mandatjan menyerahkan diri ke NKRI seusai mantan danjen Kopassus Sarwo Edhie Wibowo menerapkan strateginya.

Perlu diketahui, pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan merupakan yang terbesar mulai tahun 1967.

Dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, kisah penyerahan diri pimpinan KKB Papua ini berawal saat Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).

Sarwo Edhie Wibowo saat itu mau tak mau harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.

Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.

Catatan Kriminal Egianus Kogoya Otak Serangan KKB Papua yang Masih 17 Tahun, Korbannya Tak Cuma TNI

Nyaris Kena Peluru KKB Papua, Jenderal TNI Jebolan Kopassus ini Balas dengan Tembakan Lebih Gencar

FOTO-FOTO Viral Perubahan Fisik Agung Hercules saat Sehat lalu Sakit hingga Meninggal Dunia

EFEK VIRAL Joget di Nikahan Mantan, Cewek Eks Driver Ojol Kini Bisa Membeli Rumah, Ini Kisahnya!

Ayah Ani Yudhoyono (kiri) pernah sukses bikin pimpinan KKB Papua kembali ke NKRI
Ayah Ani Yudhoyono (kiri) pernah sukses bikin pimpinan KKB Papua kembali ke NKRI (Kolase Wikipedia dan Facebook TPNPB)

Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.

"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.

Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.

Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira Kopassus Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.

Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.

Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.

VIDEO Kronologi TNI Tewaskan 1 Anggota KKB Papua Saat Baku Tembak
VIDEO Kronologi TNI Tewaskan 1 Anggota KKB Papua Saat Baku Tembak (Youtube)

Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."

Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.

Mandatjan beserta keluarga dan anak buahnya pun diantar turun ke Manokwari.

Saat bertemu dengan Mandatjan, Sintong Panjaitan berkata: "Bapak saya jamin, saya akan melindungi bapak dengan keluarga"

Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, Kopassus tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB lainnya

Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak

Tentang Sarwo Edhie Wibowo

Sarwo Edhie Wibowo merupakan sosok yang melegenda di TNI khususnya Kopassus

Dilihat dari biodatanya yang tertulis di Wikipedia, Sarwo Edhie Wibowo dulunya merupakan seorang danjen Kopassus

Sarwo Edhie Wibowo lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925 dan meninggal di Jakarta, 9 November 1989 pada umur 64 tahun

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono
Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono (Kolase Tribun Jambi dan Wikipedia)

Sarwo Edhie Wibowo adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Ia juga ayah dari mantan KSAD Pramono Edhie Wibowo.

Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini).

Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.

Karier Sarwo Edhie di ABRI meliputi:

- Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945-1951)

- Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951-1953)

- Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (1959-1961)

- Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962-1964)

- Komandan RPKAD (1964-1967).

Sarwo Edhie Wibobo juga berperan penting saat penumpasan aksi G30S/PKI

Gerakan 30 September atau G30S/PKI terjadi saat Sarwo Edhie Wibowo menjadi Komandan RPKAD

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono
Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono (kopassus.mil.id)

Hari itu dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta.

Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta.

Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat.

Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.

Setelah Sudiro pergi, Sarwo Edhie dikunjungi oleh Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa. S

abur meminta Sarwo Edhie untuk bergabung dengan Gerakan G30S/PKI.

Sarwo Edhie mengatakan kepada Sabur dengan datar bahwa ia akan memihak Soeharto.

Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang.

Komandan RPKAD Sarwo Edhie
Komandan RPKAD Sarwo Edhie (Wikipedia)

Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk.

Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.

Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim.

Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S.

Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara.

Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.

Pembunuh Vera Oktaria, Prada DP Menangis Tersedu-sedu, Hakim Ketua : Anda Itu Tentara

Kasus Mayat Dalam Koper Terjadi Lagi, Kali ini Korbannya Selebgram Cantik Sekaligus Calon Dokter

Pria Lumajang yang Setubuhi Anak Kandung Ternyata Sudah 5 Kali Menikah

Bocoran Hp Terbaru Samsung Akan Pakai 3 Layar Bertumpuk, Bisa Jalankan Banyak Aplikasi Bersamaan

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved