Idul Fitri 1440 H

Makna di Balik Tradisi Makan Ketupat Saat Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran Menurut Sejarawan

Ada sebuah makna di balik tradisi makan ketupat yang biasa dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri atau lebaran

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Diki (32) pedagang kulit ketupat melayani pembeli di Jalan Panjunan, Kota Bandung, Senin (3/6/2019) 

SURYA.co.id - Ada sebuah makna di balik tradisi makan ketupat yang biasa dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri atau lebaran

Seperti diketahui, ketupat merupakan makanan khas yang sering dinikmati saat momen-momen seperti Idul Fitri 1440 H atau Lebaran 2019 kali ini

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Sejarah dan Tradisi Makan Ketupat Saat Lebaran', ada filosofi kuat sehingga tradisi makan ketupat saat Lebaran masih dilaksanakan sampai sekarang.

Sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung, Fadly Rahman, mengungkapkan bahwa awalnya ketupat bukan identik dengan tradisi Islam atau Lebaran.

"Ketupat sudah ada pada masa pra-Islam dan tersebar di wilayah hampir di Asia Tenggara dengan nama yang berbeda-beda. Selain itu, ketupat juga identik dengan tradisi animisme," ujar Fadly saat dihubungi Kompas, Kamis (30/5/2019).

ketupat
ketupat (flickr)

Menurut Fadly, dulu masyarakat agraria yang tersebar di Nusantara memiliki tradisi menggantung ketupat di tanduk kerbau untuk mewujudkan rasa syukur karena panen yang dihasilkan.

Sampai sekarang pun masih ada tradisi dari masyarakat Indonesia untuk menggantungkan ketupat.

Bedanya, mereka menggantungkan ketupat yang masih kosong di depan pintu rumah untuk menolak bala atau pengaruh negatif yang masuk.

Pada abad ke-15 dan ke-16, Sunan Kalijaga sebagai salah satu pendakwah di Pulau Jawa menggunakan budaya untuk menyiarkan agama Islam.

Ajaran Islam yang disyiarkan oleh Sunan Kalijaga terbilang berhasil karena melalui pendekatan-pendekatan yang sering dilakukan masyarakat.

Menurut Fadly, karena ketupat identik dengan masyarakat agraria, Sunan Kalijaga mengkreasikan makanan itu sebagai kuliner yang khas dengan momen Lebaran.

Cara inilah yang dianggap menarik minat masyarakat Jawa terhadap Islam.

"Titik tolaknya ketika Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di kalangan masyarakat Jawa yang saat itu masih transisi beragama Islam," ucap Fadly.

Makna ketupat

Secara terpisah, sejarawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Rojil Nugroho Bayu Aji, mengisahkan hal senada.

ilustrasi
ilustrasi (istock photo)

Ketupat memang semula diperkenalkan Sunan Kalijaga meski sebenarnya bukan tradisi Timur Tengah yang menjadi sumber datangnya Islam.

"Ketupat ini dari tradisi lisan (cerita rakyat) mulai familiar saat Sunan Kalijaga dan nilai filosofinya tak ada kaitannnya dengan Islam," kata Rojil saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/5/2019).

Masyarakat Jawa dan Sunda percaya bahwa ketupat memiliki makna untuk mengakui kesalahan.

"Maknanya, 'kulo lepat, ngaku lepat' (Saya salah, saya mengakui kesalahan)," kata Rojil.

Artinya seseorang bisa mengakui kesalahan kepada orang lain apabila mereka pernah berbuat salah.

"Apabila setelah mengaku salah, lepat, dan minta maaf jadi ya harus menutup kesalahan yang sudah dimaafkan sehingga kekerabatan serta persaudaraan terjalin selalu," ujar Rojil.

Maka dari itu, ketupat begitu erat saat Lebaran.

Makanan ini juga dipadukan dengan hidangan lain yang terpengaruh dari berbagai budaya di luar Nusantara.

Pengaruh itu seperti kuah kari yang dipengaruhi kuliner India, gulai yang dipengaruhi Arab, balado dari pengaruh Portugis, semur dan kue kering dari pengaruh Belanda juga Eropa, dan manisan dari pengaruh China.

Bacaan Doa Terbaik Saat Bersalam-salaman di Hari Raya Idul Fitri

Selain hidangan, ciri khas lainnya di hari raya idul fitri atau lebaran adalah bersalam-salaman

Ada bacaan doa yang diucapkan saat bersalam-salaman di momen Idul Fitri 1440 H atau lebaran 2019

Dilansir dari Tribun Wow dalam artikel 'Tanya Pak Ustaz: Bagaimana Doa yang Benar saat Bersalaman di Hari Raya Idul Fitri?', bacaan doa yang diucapkan saat bersalam-salaman di momen Idul Fitri 1440 ini diungkap oleh Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Jawa Tengah, Wahid Ahmadi

Menurut Wahid, Ramadan Mubarak dan Ramadan Kareem memiliki maksud yang sama

Jika Ramadan Mubarak berarti Ramadan yang diberkahi sedangkan Ramadan Kareem berarti Ramadan yang mulia.

Bupati Lamongan, Fadeli, menggelar open house Idul Fitri di Pendopo Kabupaten Lamongan.
Bupati Lamongan, Fadeli, menggelar open house Idul Fitri di Pendopo Kabupaten Lamongan. (surabaya.tribunnews.com/hanif manshuri)

Sedangkan doa yang terbaik saat bersalaman di hari lebaran, para sahabat Nabi mencontohkan untuk mengucapkan selamat hari raya dengan ucapan:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ

(taqabbalallahu minna wa minkum)

Yang artinya: semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian.

Adapun jika ingin menambahkan bisa saja ditambahkan di akhir kalimat, agar secara harfiyah lebih serasi menjadi, Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum. Ja’alanallaahu Minal ‘Aidin wal Faizin.

Artinya: Semoga Allah menerima amal-amal kami dan kamu, Puasa kami dan kamu. Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan Ramadhan) sebagai orang yang menang.

Ilustrasi salam-salaman Idul Fitri 2018.
Ilustrasi salam-salaman Idul Fitri 2018. (TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI)

Sementara itu jawaban untuk orang yang menerima doa tersebut dapat menjawab dengan doa yang sama baiknya.

Dapat dengan ucapan taqabbal yaa kariim (terimalah ya Allah), karena Maha Mulia termasuk dalam 99 sifat Allah.

Atau dapat juga dengan ucapan amin ya rabbal alamin (Kabulkanlah Wahai Rabb semesta alam)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved