Kilas Balik
Jenderal TNI Benny Moerdani Nekat Terjunkan Kopassus 'Berkaus Oblong' ke Timor Timur, ini Tugasnya
Jenderal TNI Benny Moerdani pernah nekat menerjunkan tim Kopassus ke Timor Timur dengan menyamar sebagai mahasiswa dan mengenakan kaus oblong
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Jenderal TNI Benny Moerdani pernah nekat menerjunkan tim Kopassus untuk menyusup ke Timor Timur (sekarang Timor Leste) dengan menyamar sebagai mahasiswa dan mengenakan kaus oblong.
Dilansir dari buku 'Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur' karya Hendro Subroto, pasukan Kopassus berkaus oblong itu merupakan personel intelijen yang diterjunkan sebelum TNI melaksanakan operasi militer terbuka
Jenderal TNI Benny Moerdani selaku pimpinan Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) juga mendirikan semacam markas (safe house) di Motaain, Belu, NTT yang berfungsi untuk membentuk jaringan dengan kelompok-kelompok pro RI yang ada di Timor Timur.
Sebagai tokoh intelijen yang dikenal agresif, meskipun belum ada kepastian kapan operasi militer terbuka TNI akan dilaksanakan, Benny Moerdani diam-diam menyusupkan personel intelijennya.
Para personel intelijen yang akan ditugaskan secara sangat rahasia itu dipimpin Kolonel Inf Dading Kalbuadi yang juga komandan pasukan elite Grup-2 Para Komando (Parako) atau Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopassanda).

Tugas utama Kolonel Dading bersama anak buahnya adalah memasuki wilayah Timor Timur sebagai sukarelawan sekaligus menyamarkan identitas sebagai pasukan kopassus
Jika dalam bertugas mereka sampai menimbulkan bentrokan senjata atau bahkan gugur, maka negara tidak akan mengakuinya mengingat status mereka adalah sukarelawan.
Kolonel Dading beserta 250 anak buahnya kemudian dikirim ke perbatasan NTT-Timor Timur dan mulai saat itu mereka harus terus menyamar.
Ketika dikirim ke Atambua, NTT lalu ke Motaain, para personel Parako ini menyamar sebagai mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Sedangkan senjata yang dibawa dimasukkan ke dalam karung yang telah dibubuhi tulisan ‘alat-alat pertanian’.
Tugas utama para personel Parako adalah menyusup ke Timor Timur dalam kelompok-kelompok kecil untuk membentuk basis-basis gerilya dan melakukan penyerangan.
Sebagai sukarelawan dan tidak berstatus anggota militer, dalam melaksanakan operasi intelijennya para personel Parako ini kebanyakan memakai celana jean dan kaos oblong serta jarang menenteng senjata.

Suatu ketika operasi militer TNI digelar secara terbuka untuk mendukung proses integrasi ke RI, para personel Kopassus yang menyamar ternyata masih suka mengenakan celana jean dan kaos oblong.
Para prajurit Kopassus inipun mendapat julukan sebagai “The Blue Jeans Soldiers”, lantaran gaya bertempur mereka yang terkesan sangar tapi santai itu
Soal The Blue Jeans Soldier juga diulas dalam buku Hendro Subroto lainnya yang berjudul 'Operasi Udara di Timor Timur' terbitan Pustaka Sinar Harapan (2005).
TNI Berambut Gondrong Tembak Mati Anggota Fretilin di Timor Timur
Selain penyamaran seperti yang dilakukan oleh tim kopassus berkaus oblong, penyamaran tak kalah sangar juga pernah dilakukan sejumlah prajurit TNI lainnya
Para anggota TNI yang ditugaskan di Timor Timur sering menggunakan penampilan berambut gondrong dan pakaian seadanya.
Terkadang hal itu membuat orang awam susah membedakannya dengan anggota pemberontak bila terjadi sebuah konflik.
Pasukan pemberontak yang bernama Fretilin, sangat identik dengan rambut gondrong dan dan pakaian seadanya.

Hal itupun dilakukan oleh pihak TNI demi mampu menyusup dan tak dicurigai oleh para pemberontak itu.
Seperti dikutip dari buku 'INFANTERI The Backbone of the Army' karya Priyono, kisah unik datang dari seorang Sersan Mayor bernama Mursihadi
Mursihadi yang merupakan seorang pensiunan TNI dari Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) Korem 074 Warasratama, Surakarta, mengalami kisah unik saat bertugas di Timor Timur pada awal Operasi Seroja 1975.
Seperti kebanyakan anggota TNI yang ditugaskan di Timor Timur, Mursihadi juga berambut gondrong.

Suatu hari dirinya mendapat tugas untuk mencari tambahan makanan.
Ia kemudian masuk hutan sekadar mencari dedaunan atau berburu binatang, untuk dapat diambil dagingnya.
Saat asik mencari dan berburu, tiba-tiba muncul seseorang berpenampilan serupa, gondrong dan menenteng senjata.
Begitu lama Mursihadi dan orang tersebut saling mengamati satu sama lain
Setelah sekian lama mengamati, dirinya baru tersadar bahwa ternyata orang tersebut bukanlah rekannya.
Seseorang dengan tampilan gondrong di hadapannya itu merupakan anggota Fretilin, yang diduga sedang mencari bahan makanan juga.
Tak ingin ditembak duluan, Mursihadi kemudian berhasil menembak mati Si Fretilin gondrong dalam kontak tembak yang berlangsung singkat.
Namun, lain halnya jika anggota Fretilin yang berpenampilan gondrong menyamar sebagai prajurit TNI.
Hal tersebut dapat berakibat fatal.
Seperti kasus penghadangan truk yang berisi polisi yang mengamankan Pemilihan Umum 1997 di daerah Sektor Timur.
Truk yang sedang melintasi perbukitan di Kecamatan Quelicai, tiba-tiba dihentikan seseorang yang berpakaian loreng TNI. Sopir yang terkejut langsung menginjak rem.
Mendadak orang yang disangka teman tersebut melemparkan granat, tepat di bagian bak truk yang berisi pasukan serta persediaan bensin.
Akibatnya truk meledak hebat, kobaran api segera melahap truk seisinya.
Selain truk terbakar dan hancur sangat parah, seluruh penumpangnya juga tewas terpanggang.
Karena itu dikemudian hari muncul anjuran, agar tiap anggota TNI harus selalu merapikan penampilan.
Karena perbedaan yang terlalu tipis antara anggota Fretilin dan anggota TNI dapat berakibat fatal.