Update Perburuan Kelompok Separatis Ali Kalora di Poso, Satu Anggota MIT Ditangkap Satgas Tinombala

Perburuan kelompok Ali Kalora di Poso telah membuahkan hasil, Satuan tugas (Satgas) Tinombala berhasil menangkap seorang anggotanya

Youtube.
Update Perburuan Kelompok Separatis Ali Kalora di Poso 

SURYA.co.id - Perburuan kelompok Ali Kalora di Poso telah membuahkan hasil, Satuan tugas (Satgas) Tinombala berhasil menangkap seorang anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur ( MIT) bernama Aditya dalam kontak tembak di Desa Padopi, Poso Pesisir Selatan, Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (3/3/2019).

"Tertangkap hidup juga satu atas nama Aditya, asal dari Ambon, Maluku," ujar Asisten bidang operasi (Asops) Polri, Irjen Rudy Sufahriadi kepada Kompas.com di gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2019).

Rudy menjelaskan, Aditya kini sedang diperiksa di Mapolda Sulteng oleh satgas.

Adapun Ali Kalora saat ini masih belum tertangkap dan tetap berada dalam kelompok MIT.

"Sampai hari ini sedang dilakukan pemeriksaan," ucapnya.

Tim Perburuan KKB Papua di Nduga Mengalami Petaka, Anggota Brimob Terseret Arus & Belum Ditemukan

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, saat ini fokus lokasi pencarian anggota Mujahidin Indonesia Timur ( MIT) oleh Satgas Tinombala mengerucut menjadi tiga dari sebelumnya empat titik di wilayah Poso, Sulawesi Tengah.

"Satgas Tinombala sudah memetakan dan mengidentifikasi, dari empat titik, sekarang menjadi tiga titik. Tiga titik itu betul-betul menjadi fokus Satgas Tinombala untuk melakukan pengejaran," ujar Dedi di gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2019).

Dedi menjelaskan, pengerucutan tiga titik penangkapan anggota MIT tersebut terjadi setelah upaya pengejaran yang intens oleh Satgas Tinombola selama dua bulan terakhir ini.

"Upaya yang intens sudah kita lakukan selama dua bulan terakhir ini setelah peristiwa penemuan warga yang dibunuh dengan cara dimutilasi oleh mereka," ungkapnya kemudian.

Kemudian di bulan Januari, lanjut Dedi, satgas memberikan ultimatum kepada kelompok Ali Kalora untuk menyerahkan diri.

Namun, ultimatum tersebut tidak diindahkan sehingga satgas melakukan tindakan dan langkah-langkah secara ofensif ke beberapa titik yang sudah dipetakan.

Asisten bidang operasi (Asops) Polri Irjen Rudy Sufahriadi menyebutkan, tiga titik yang kini menjadi fokus satgas adalah Pesisir Utara dan Selatan Poso serta di kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong.

"Jadi ada tiga tempat itu yang sekarang menjadi fokus. Dulu kan memang ada empat wilayah, sekarang menjadi tiga. Di situ saja tempatnya, utara, selatan, dan Sausu," jelas Rudy.

Sebelumnya, Satgas Tinombala juga berhasil menembak mati seorang anggota MIT bernama Ba'asyir.

"Benar, pada kemarin jam 17.15 WIB satuan operasi tugas Tinombala di Poso telah melakukan kontak tembak dengan kelompok MIT. Dalam kejadian kontak tembak tersebut, tertembak satu orang DPO, Ba'asyir alias Romzi yang termasuk DPO lama," ujar Rudy.

Ba'asyir, lanjutnya, merupakan anggota kelompok Ali Kalora yang memegang senjata laras panjang M-16.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Dedi Prasetyo menambahkan, Ba'asyir memiliki peran yang penting dalam kelompok tersebut.

Sebab, dia piawai dalam mengoperasikan senjata M-16.

"Dia (Basir) cukup vitak dalam kelompok ini. Basir adalah salah satu anggota yang ditakuti karena mahir menggunakan senjata," ungkapnya.

Kekuatan Kelompok Ali Kalora

Kekuatan kelompok Ali Kalora, hingga pasukan elite TNI AD Kopassus & Raider perlu memburunya di Pegunungan Poso, diungkap Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya.

Menurut informasi, kelompok Ali Kalora hanya terdiri dari 10 orang, namun mereka memiliki militansi dan daya survival tinggi.

Mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan yang bermukim di bawah pegunungan Poso.

Harits menjelaskan, mutilasi RB (34), warga Desa Salubanga, Parimo, Sulawesi Tengah, pada 28 Desember 2018, kemudian disusul penembakan atas dua anggota kepolisian pada 31 Desember 2018 lalu, memberikan pesan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) masih eksis.

Tak menyoal pimpinan terdahulunya Santoso tewas, kemudian penerusnya Basri juga tertangkap, kelompok yang kini dipimpin eks anak buah Santoso, Ali Kalora, itu masih bisa leluasa bergerilya di pegunungan tropis Poso.

Belum diketahui pasti dari mana sumber persenjataan mereka.

Harits Abu Ulya menilai, penanganan Ali Kalora dkk oleh aparat keamanan Indonesia terkesan berlarut-larut.

Seharusnya, aparat keamanan langsung sigap menuntaskan riak sekecil apa pun yang ditimbulkan Ali cs.

"Usulan saya, kalau memang mau ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang kini jadi pilihan dominan, maka seharusnya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu Ali Kalora dan kawan-kawannya, selesai," ujar Harits dilansir Surya.co.id dari Kompas.com , Kamis (3/1/2019).

Bahkan, semestinya setelah sukses melumpuhkan Santoso dan Basri, Operasi Tinombala tidak dihentikan hingga seluruh generasi penerusnya ditangkap habis.

Harits melanjutkan, Ali Kalora cs memang sudah lama bergerilya di pegunungan Poso.

Mereka pun hampir pasti menguasai medan di sana.

Namun, melihat pola serangan Ali Kalora yang hit and run, dapat dipastikan ketersediaan amunisi mereka tidak terlalu banyak.

Harits mengatakan, ini dapat menjadi celah bagi aparat keamanan untuk terus memukul mundur dan memaksa mereka menyerah.

Apalagi, jika keputusan menurunkan pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut ditambah dengan memutus suplai logistik ke kelompok mereka dari para simpatisan, Harits yakin eksistensi Ali Kalora cs akan terhenti.

"Ketahanan eksistensi mereka sangat bergantung kepada suplai logistik. Suplai ini bisa saja didapat dari simpatisan atau jejaring mereka di bawah," ujar Harits.

TNI-Polri juga dinilai jauh lebih unggul dari sisi jumlah personel, logistik, alat utama sistem persenjataan (alutsista), dan pengetahuan di bidang strategi tempur, terutama pertempuran teknik gerilya di hutan.

"Jadi, memang ini memerlukan keputusan politik yang tegas, agar tidak berlarut-larut dan Operasi Tinombala juga tidak berlangsung berjilid-jilid. Ingat, operasi militer terlalu lama itu juga dapat kontra produktif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat," lanjut dia.

Diketahui, Satgas Tinombala Polda Sulawesi Tengah mengejar 10 anggota MIT di pegunungan Poso.

Jumlah ini bertambah 3 orang dari yang sebelumnya hanya 7 orang.

Tujuh orang di antaranya bernama Ali Kalora alias Ali Ahmad, Qatar alias Farel, Abu Ali, Kholid, M. Faisal alias Namnung, Nae alias Galug dan Basir alias Romzi. Adapun, identitas tiga orang lainnya belum diungkap kepolisian.

Pengejaran ini terkait dengan kelompok yang diduga dipimpin Ali Kalora menembaki aparat yang sedang membawa jenazah RB, warga sipil korban mutilasi.

Dua aparat kepolisian terluka akibat peristiwa tersebut, yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, perburuan Ali Kalora cs diperluas tidak hanya dilakukan di pegunungan Poso, melainkan juga sampai ke wilayah Parigi Moutong.

"Satgas Tinombala sudah memiliki pola pengejaran. Selain fokus di Poso, juga tentunya pelarian mereka di Parigi Moutong menjadi titik pengejaran Satgas," ujar Dedi.

Foto baliho DPO terbaru jaringan Santoso kelompok Ali Kalora pada Jumat (23/9/2016).
Foto baliho DPO terbaru jaringan Santoso kelompok Ali Kalora pada Jumat (23/9/2016). (Kontributor Poso Kompas TV/Mansur)
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved