Pesawat Lion Air Jatuh
Perjuangan TNI AL hingga Temukan Black Box CVR Lion Air, Diburu Waktu & Banyak Tertimbun Puing-puing
Begini perjuangan TNI AL hingga Temukan Black Box CVR Lion Air, Diburu Waktu & Banyak Tertimbun Puing-puing
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Kepala Pusat Hidros TNI AL Laksamana Muda Harjo Susmoro membeberkan perjuangan tim saat mencari black box berisi Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Lion Air JT 610 yang dimulai sejak Selasa (8/1/2019) lalu.
Harjo menuturkan, proses pencarian black box CVR Lion Air memang tengah diburu waktu lantaran sinyal black box diperkirakan hanya tersisa 15 hari sejak Selasa lalu.
"Saya hanya diberi batas waktu oleh Ketua KNKT 15 hari. Karena memang sisa waktu ping locator CVR hanya tinggal 15 hari," kata Harjo dalam konferensi pers di Dermaga JICT 2, Senin (14/1/2019), dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'TNI AL Beberkan Proses hingga Temukan "Black Box" CVR Lion Air JT 610'.
• Prabowo Subianto Mundur dari Pilpres 2019, Bui 5 Tahun dan Denda Rp 50 M di Depan Mata
• Disahkan Jokowi, Ini Rincian Gaji Perangkat Desa 2019 yang Setara Gaji PNS Golongan IIA
• Nama Mendagri Tjahjo Kumolo Disebut dalam Sidang Kasus Meikarta, Begini Tanggapannya
• Rincian Kekayaan Legiman, Pengemis Miliarder Berharta Rp 1 Miliar Lebih - Tak Cuma Bentuk Uang
Selain diburu waktu, kondisi cuaca perairan Tanjung Karawang juga dinilai tidak bersahabat.
Sebab, hujan kerap turun dan membuat jarak pandang terbatas.
Kendati demikian, pencarian tetap bisa dilanjutkan berkat peralatan canggih yang dimiliki KRI Spica, yaitu multi-beam echo sounder, side-scan sonar, dan sub-bottom profiling.
"Setelah multi-beam, kami tahu gambaran bawah air, kemudian kami scan kemudian kami pakai sub-bottom profiling untuk mengetahui lapisan-lapisan di dasar laut," ujar Harjo.
Proses pencarian pun sudah terkonsentrasi di area 5x5 meter persegi yang telah ditentukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Di area itu, para penyelam menemukan banyak puing-puing yang menyebabkan black box sulit ditemukan.
Namun, lama kelamaan para penyelam menentukan satu titik yang diasumsikan sebagai lokasi keberadaan black box.
"Kami singkirkan puing-puing, kami lakukan penyedotan lumpur karena lumpurnya sampai 30 sentimeter. Alhamdulillah, HIPAP KRI Spica bisa mendeteksi (lokasi black box) dan akhirnya tadi ketemu," ujar Harjo.
Di samping itu, penyelam TNI AL yang menemukan black box berisi cockpit voice recorder pesawat Lion Air JT 610 rencananya akan mendapatkan penghargaan.
Panglima Komando Armada I Laksamana Muda Yudo Margono menyatakan, dirinya akan melapor ke atasannya terkait penghargaan yang akan diberikan.
"Reward pasti ada, reward pasti ada, nanti kita akan laporkan kepada komando atas, karena militer sehingga harus kita laporkan ke komando atas," kata Yudo di atas KRI Spica, Senin (14/1/2019).
Yudo pun belum menyebut penghargaan seperti apa yang akan diterima oleh para penyelam.
"Ini berkat kerja sama kita smeuanya, KNKT, bersama KRI Spica tentunya, dan para penyelam baik Dislambair maupun kopaska Koarmada I," ujar Yudo.
Diketahui, black box CVR Lion Air JT 610 ditemukan regu penyelam Dislambair (Dinas Penyelamatan Bawah Air) Koarmada I, Senin pagi tadi. Benda tu diangkat oleh seorang penyelam bernama Serda Satria Margono.
Adapun black box CVR Lion Airtersebut kini sudah diserahkan kepada KNKT sebagai bahan dalam menginvestigasi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Pencarian Black Box FDR Lion Air
Sebelumnya, anggota satuan elite Korps Marinir, yakni Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib) juga berjuang keras untuk menemukan black box berisi Flight Data Recorder (FDR) pesawat Lion Air nomor penerbangan JT610.
Tim mengalami tantangan keras mengancam keselamatan, yang membuat nyaris putus asa.
"Saat melakukan pencarian kontur bawah itu dipenuhi lumpur, juga tercium bau avtur di mana-mana. Kami turun menggunakan tali, agar kami tidak terbawa arus. Sulit menjangkau titik yang ditunjukkan alat-alat tadi," ujar Sersan Satu Marinir Hendra Sahputra, penyelam, Kamis (1/11/2018)
Kotak hitam akhirnya didapat terletak pada kedalaman 32 meter di bawah dari permukaan laut.
Sersan Satu Marinir Hendra Sahputra (33 tahun) menuturkan, penyelam menghadapi ancaman hanyut terbawa arus laut di perairan Tajung Karawang, Jawa Barat.
Sertu Hendra mengaku timnya sempat hampir putus asa saat mengikuti alat yang digunakan untuk menuntun ke posisi titik kotak hitam.
Gara-garanya, benda yang ditemukan timnya bukan badan besar pesawat, melainkan hanya serpihan-serpihan kecil.
"Saat melakukan pencarian kontur bawah itu dipenuhi lumpur, juga tercium bau avtur di mana-mana," kata Hendra. Sertu Hendra berhasil menemukan bagian black box bagian perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR), kemarin, pagi tadi sekitar pukul 10.05 WIB.
Namun didukung keyakinan, tim penyelam terus mengikuti alat dengan 'memperkecil sensitivitas hingga area semakin mengecil'.
Saat timbulnya reaksi dari sinyal yang dipantulkan kotak hitam, tim menggali di titik yang ditunjukkan hingga akhirnya menemukan kotak hitam.
"Kami turun menggunakan tali, agar kami tidak terbawa arus. Sulit menjangkau titik yang ditunjukkan alat-alat tadi," kata Hendra, lelaki kelahiran Dumai, Riau, 10 Juni 1985.
Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi mengatakan bagian dari kotak hitam berhasil ditemukan.
Bagian dari kotak hitam pesawat Lion Air PK-LPQ bentuknya bundar tersebut akan diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Bentuknya agak bundar ini akan kami serahkan kepada KNKT," ujar Syaugi saat diwawancarai Kompas TV.
Selain bagian dari kotak hitam, juga ada bagian pesawat yang lebih besar turut ditemukan. Bagian pesawat yang ditemukan, ukurannya jauh lebih besar dari penemuan-penemuan sebelumnya.
"Itu kelihatannya bagian body. Itu panjangnya kurang lebih 1,5 meter, lebarnya 0,5 meter," kata Syaugi.
"Belum lengkap. Karena black box itu ternyata putus," ujar Syaugi.
Sebanyak 850 orang dalam tim gabungan dikerahkan untuk mencari black box. Tidak hanya itu, 44 kapal juga dikerahkan untuk mencari black box.
Sertu Hendra ikut bergabung penyelam gabungan 17 personel Yon Taifib, juga Basarnas Special Group (BSG) beranggotakan 17 personel, Komando Pasukan Katak (Kopaska) 38 personel; Detasemen Jalamangkara (Denjaka) yakni detasemen penanggulangan teror aspek laut TNI Angkatan Laut 28 personel; dan Polair 10 orang penyelam.
Sertu Hendra menerangkan kondisi bawah laut yang berlumpur dan serpihan pesawat berserakam. Selain itu saat turun arus, begitu kuat sehingga harus menggunakan tali agar penyelam tidak hanyut terseret. Namun kenyataannya tali tersebut malah menghambat proses penyelaman.
Saat penemuan kotak hitam, Hendra beberapa penyelam mencari ulang masih berdasarkan petunjuk alat-alat tersebut.
Bahkan risiko tinggi perlu diputuskan karena tim harus melepas tali agar jangkauan mereka lebih luas.
Menurut Hendra penyelam TNI AL yang mendapatkan kotak hitam atau black box pesawat Lion Air PK-LQP JT610, selama tiga hari terakhir pencarian, timnya selalu berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk fokus mencari kotak hitam pesawat.
Saat penemuan kemarin, sama seperti hari sebelumnya, sejak pukul 07.00 WIB, tim telah menyelam berdasarkan petunjuk Multibeam Echo Sounder, Side Scan Sonar, Magnetometer dan khususnya bantuan dari Remotely Operated Vehicles (ROV) yang dibawa Kapal Riset Baru Jaya I milik BPPT.
Pencarian korban dan fuselage (badan utama) pesawat Lion Air yang saat jatuh pada Senin (29/10) menggunakan nomor penerbangan JT610, membuahkan hasil.
Basarnas menemukan badan pesawat, dan mendengar bunyi ping locater, keberadaan kotak hitam pada kedalaman 32 meter. Strategi pun telah disusun Basarnas.
Namun, kendala untuk menjangkau keberadaan dua objek tersebut menemui kesulitan. Selain derasnya air laut, persoalan lainnya adalah di titik lokasi terdengarnya ping locater dan bangkai pesawat, terdapat pipa pengeboran milik pertamina yang melintang di dalam laut.
Salah satu strategi yang paling jitu adalah menurunkan jangkar guna menstabilkan posisi kapal dari terjangan derasnya arus laut.
Terkait keamanan penurunan jangkar, Panglima Komando Armada I Laksamana Muda TNI Yudo Margono telah menghubungi pihak berwenang untuk meminta izin melego jangkar.
"Kapal yang membawa peralatan tersebut dengan ROV itu lego jangkar, daerah tersebut banyak pipa pertamina, pipa pengeboran, tadi pangarmada 1 sudah menelpon kepada pihak yang berwenang untuk meminta izin supaya lego jangkar, supaya kapal tidak geser. Strateginya gitu," kata Kepala Basarnas Muhammad Syaugi, di JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu malam.
Dengan strategi itu, Syaugi mengaku akan lebih aman untuk menurunkan Remote Operating Vehicle (ROV) sehingga para penyelam nantinya bisa lebih mudah dan jelas menyusuri dasar laut tanpa terpengaruh arus.
"Sehingga kita bisa menurunkan ROV, penyelam bisa jelas kebawah kesitu tidak terbawa arus," imbuhnya.
Total hingga hari ketiga, sebanyak 53 kantong jenazah sudah diberikan dari tim gabungan kepada DVI Mabes Polri yang berada di RS Polri Kramat Jati Jakarta.
Beberapa serpihan pesawat yang dinilai sangat penting, juga sudah diserahkan kepada petugas KNKT untuk diperiksa lebih lanjut.
Bagian kotak hitam pesawat nahas Lion Air bernomor registrasi PK-LQP tiba di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis malam.
Satu dari dua kotak hitam pesawat tersebut diturunkan dari Kapal Baruna Jaya I yang ditaruh ke dalam peti berwarna oranye.
Tiba sekiranya pukul 18.19 WIB, kotak oranye tersebut langsung diletakkan di atas meja yang telah disediakan.
Petugas kemudian mengeluarkan sebuah kotak kaca transparan berisi air yang memenuhi setengah volume kotak dimana terdapat bagian dari kotak hitam, berbentuk lingkaran dengan sebuah tabung kecil warna putih, dan tabung oranye.
"Akhirnya, kita hari ini, pagi tadi kita menemukan salah satu dari dua black box yang terpasang di pesawat," kata Ketua KNKT Surjanto Tjanjono dalam konferensi pers, di lokasi.
Meski belum bisa memastikan secara pasti, Surjanto yakin kotak hitam tersebut berjenis FDR (Flight Data Recorder).
Namun untuk lebih memastikan dugaannya itu, KNKT yang memiliki kewenangan dalam proses identifikasi kotak hitam, malam itu juga membawa bagian dari alat penting mengungkap penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP ke laboratorium KNKT di Gambir, Jakarta Pusat.
Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) BPPT, M Ilyas mengatakan kapal Baruna Jaya I milik BPPT telah menangkap sinyal dari benda yang diduga Cockpit Voice Recorder (CVR). Hal itu diungkapkan Ilyas di Dermaga JICT 2 Tanjung Priok.
"Sebenarnya kita sudah menangkap dia punya sinyal (CVR). Di kapal kami tuh sudah ada dua sinyal yang ditangkap," kata Ilyas.
Namun ia mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi untuk memastikan lokasi CVR tersebut. Pertama, lokasi kapal Baruna Jaya I harus berpindah dari lokasi yang dianggap potensi distribusi banyaknya pecahan-pecahan pesawat.
Kapal Baruna Jaya I harus berpindah karena di lokasi tersebut ada pipa-pipa bawah laut milik Pertamina, sehingga kapal Baruna Jaya I tidak bisa melego jangkar di sana untuk menerjunkan robot penyelam ROV dan meraih gambar lebih jelas.
Kendala lain adalah arus dasar laut yang sangat kuat.
"Kami harus berada di luar sekitar 550 meter dari lokasi itu untuk melakukan operasi ROV ini dengan kesulitan arusnya sangat kencang disana," kata Ilyas.
Ilyas memperkirakan jarak antara lokasi sinyal FDR yang sudah ditemukan dengan CVR antara 200 sampai 300 meter. "Itu kurang lebih 200-300 meter, gak terlalu jauh dari (CVR)," kata Ilyas.
• Dewi Perssik Mengaku Lebih Berpengalaman dari Angga Wijaya Soal Hubungan, Sang Suami Terdiam
• 8 Artis Cantik ini Tertipu Pria Mengaku Kaya, Ada yang Sudah Telanjur Sebar Undangan Pernikahan
• HOT NEWS Prostitusi Artis Vanessa Angel, Main di Singapura & 6 Mucikari, Siapa Pelanggannya?
• Reaksi Glenn Fredly Tahu Aura Kasih Sudah Hamil padahal Baru Resepsi Nikah, Harus Kita Rayakan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/perjuangan-tni-al-temukan-black-box-cvr-lion-air.jpg)