Berita Entertainment

Kisah Dewi Ular Asal Tabanan Bali, Awalnya Takut Ular lalu Tidur Bersama, Sekarang Diajak Bikin Film

Kisah Dewi Ular Asal Tabanan Bali, dari Rasa Takut hingga Berani Tidur Bersama

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Iksan Fauzi
Tribun Bali/Putu Supartika
Kisah Dewi Ular Asal Tabanan Bali, Awalnya Takut Ular lalu Tidur Bersama, Sekarang Diajak Bikin Film 

SURYA.co.id - Ni Putu Astridayanti merupakan perempuan asal Banjar Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali yang dijuluki sebagai Dewi Ular.

Seperti orang pada umumnya, Ni Putu Astridayanti akrab dipanggil Astrid ini awalnya juga takut ketika melihat hewan melata itu. Namun, ada beberapa sifat dari ular yang kemudian membuat ia penasaran dan ingin mengenal hewan tersebut lebih dalam lagi.

Begini kisah Dewi Ular asal Tabanan Bali yang disematkan pada Astrid. "Pertama-tama saya juga takut ular. Karena saya penasaran dengan sifatnya, kok pas diganggu dia pasang jurus, tidak diganggu dia jalan," tutur Astrid dikutip dari artikel Tribun Bali berjudul 'Kisah Dewi Ular Dari Tabanan, Pernah Tidak Ingin Bangun Setelah Tidur dengan Ular'.

Pemilik Buaya yang Terkam Deasy Tuwo sampai Tewas di Minahasa Bisa Ditahan, Polisi Selidiki Izinnya

Detik-detik Deasy Wanita Minahasa Dimangsa Buaya Peliharaan Bos, Video Evakuasi Mayatnya Viral

3 Buaya Nyeleneh Bikin Warga Cemas, Jenis Makanan Mereka Tak Lazim

Lantaran rasa penasaran itu, Astrid kemudian mencoba untuk belajar menangkap ular.

"Dari ular yang nggak berbisa, sampai ular piton. Tapi pertama saya masih takut juga. Dag dug dag dug detak jantung saya," ujarnya.

Astrid masih ingat betul, kejadian itu terjadi tahun 2007, ketika dirinya masih semester empat Jurusan Bahasa Bali IHDN Denpasar.

Lama-kelamaan ia jadi sangat tertarik dengan ular.

Selain karena sifatnya yang menarik, ia juga tertarik dengan ular karena sifatnya yang unik dan membuatnya jadi penasaran.

Ketika Astrid telah memelihara ular, seorang teman mengatakan untuk mencoba sesuatu baru terhadap ular-ular yang telah ia pelihara.

"Karena suda tertarik, teman bilang, ngapain kamu pelihara ular tidak menghasilkan apa. Mending kamu foto-foto cari-cari tamu," terang Astrid.

Akhirnya sembari kuliah, Astrid membawa serta ular peliharaannya.

Usai kuliah, Astrid kemudian membawa ular peluharaannya ke Hotel Bali Garden dan Nirmala untuk diajak berfoto dengan bule.

Selanjutnya ia pun belajar secara otodidak untuk melanjutkan kebiasaannya memelihara ular dan semakin mengenal banyak komunitas maupun individu pecinta reptil khususnya ular.

Dari sana, Astrid bertukar pengalaman dan bahkan tak jarang mereka tukar-menukar ular.

Hingga akhirnya tahun 2008, ia memutuskan untuk menjadi penari ular.

"Mulai menari ular sejak tahun 2008. Karena masih nunggu ularnya besar. Udah sebesar lengan baru saya nari ular. Yang saya pakai pertama itu piton Bali dan sekarang sudah mati, pas berumur delapan tahun mati," katanya.

Ketika pertama kali melakoni profesi sebagai penari ular, dirinya dilarang oleh keluarganya.

Bahkan tak jarang cemoohan yang ia terima.

"Saya dibilang kayak orang sok. Ngapain sok jadi orang. Dan waktu itu keluarga memang belum pernah nonton saya pas pentas," katanya.

Untunglah seorang temannya dengan berbaik hati membuat sebuah video pertunjukannya.

Dari video itu keluarga mulai sadar dengan bakat yang dimilikinya.

"Ada teman bantu rekam ditunjukin ke keluarga. Keluarga bilang, ya kalau itu positif ya lanjutkan saja. Saya pun mengatakan ke mereka bahwa ini bukan sekadar show tapi ada edukasinya. Gimana pertolongan saat digigit ular, saya sampaikan. Bukan hanya liak-liuk dengan ular saja," katanya.

Pelajar SMKN 2 Tuban Hilang, Keluarga Ungkap Korban Berpacaran dengan Anak Punk

Lamongan Diterjang Puting Beliung, Gudang Runtuh dan Puskesmas Rusak

Persebaya Surabaya Datangkan Satu Pemain Asing non-Asia, Tak Langsung Dimainkan di Kompetisi Ini

Astrid kemudian diajak bekerja sama oleh salah satu stasiun televisi swasta di Bali untuk membuat beberapa film yang tayang di televisi tersebut.

"Dewata TV buat film, saya ditarik ikut main. Tapi perannya selalu antagonis misal terus jadi rarung dan setiap syutung saya harus bawa ular walaupun di skenario tak ada dibilang pakai ular," katanya.

Sejak saat itu masyarakat mulai mengenali namanya.

Berbagai julukan pun disematkan padanya mulai dari Astrid Ular, Dewi Ular, pawang ular, hingga ratu ular.

"Tapi saya bukan pawang ataupun ratu ular. Saya pecinta ular. Dan ini memang jadi hobi saya sekarang," kata perempuan yang kini jadi Penyuluh Bahasa Bali ini.

Dan mulai tahun 2015, ia mulai berani menggelar show menggunakan ular berbisa semisal king kobra.

"Pakai king kobra, bisa nyium ularnya pas show rasanya lega sekali. Tapi kalau ularnya nggak mau diem dan saya nggak bisa cium, itu bikin jengkel juga," katanya berkelakar.

Selain show dengan ular, Astrid mengaku pernah beberapa kali tidur dengan ular.

Ia melakukan hal ini karena rasa penasarannya yang begitu tinggi dengan kepercayaan leluhur tentang guna-guna ular.

"Kalau di Bali kata leluhur, jangan sampai bergaul ataupun tidur dengan ular, kena guna-guna nanti. Penasaran, ajak tidur ular piton dan benar saya tidak ingin bangun. Ingin tidur saja saya seperti ular. Dan saya tahu, oh ini guna-guna ular. Makanya dukun pake kulit ular yang sudah terkelupas untuk dipakai guna-guna ular," katanya.

Hingga kini ia masih sering tidur dengan ular.

Ia mulai mengajak tidur ular piton kecil yang dipeliharanya agar ularnya menjadi jinak.

Sementara itu, dalam pentas ia harus benar-benar tahu sifat ular yang akan diajak pentas.

Tak semua ular diam tidak berbahaya.

"Memang semua galak, tapi ada yang diam-diam menganyutkan. Kita bisa lihat dari sorot matanya kalau ular itu lagi ngambek, marah. Jadinya harus tahu dan kita harus kontak dengan sorot matanya," katanya.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved