Penembakan di Papua
Perbandingan Kekuatan Kelompok Egianus Kogoya dan Pasukan TNI yang Memburunya di Papua
Inilah perbandingan kekuatan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Egianus Kogoya dan pasukan TNI yang memburunya di Papua.
SURYA.CO.ID - Inilah perbandingan kekuatan kelompok Egianus Kogoya yang membunuh puluhan pekerja di Papua dan pasukan khusus TNI yang memburunya.
Egianus Kogoya menantang TNI untuk berperang namun dengan syarat, TNI tidak menggunakan bom dan helikopter.
"Militer Indonesia berperang melawan negara mana? Sebab mereka berlebihan menggunakan peralatan perang yang canggih seperti helikopter, bom dari udara serta serangan udara dan darat seakan-akan berperang melawan negara merdeka dengan peralatan militer yang setimpal.
Kami siap perang darat saja di medan perang," tegas Egianus Kogoya, dalam unggahan di Facebook kemarin.
• Egianus Kogoya Enggan Lawan Helikopter TNI, Inilah 3 Alutsista TNI yang Ampuh Tumpas KKSB
• 5 Fakta Kegigihan TNI dan Polri Evakuasi Korban Trans Papua meski KKB Bombardir Helikopter Aparat
• Ini Sosok Egianus Kogoya Pembantai 19 Pekerja di Trans Papua Menurut Pengamat Terorisme Sidney Jones
• Jusuf Kalla Tegaskan Akan Ada Operasi Besar-besaran oleh TNI/Polri Berantas Kelompok Separatis Papua
Pengamat Terorisme, Sidney Jones, menyebut kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Kelly Kwalik tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
Egianus dan anak buahnya, dikenal lebih militan dan mayoritas berusia muda.
Dari catatannya, Egianus pernah membuat keributan saat Pilkada serentak Juli lalu, dalam upaya mencegah pelaksanaan pemilu.
"Biasanya OPM ini terdiri dari faksi-faksi. Di Nduga, satu faksi yang berkuasa dan sempalan dari Kelly Kwalik yang dulu bergerak di Timika. Tapi orang-orang ini muda dan lebih militan," ujar Sidney Jones kepada BBC News Indonesia.
Kelly Kwalik terbunuh dalam sebuah operasi penyergapan tahun 2009.

Sidney mengharapkan Polri dan TNI menangkap Egianus Kogoya dan anak buahnya dalam keadaan hidup agar aparat bisa memperoleh informasi detail tentang jumlah anggota OPM yang tersisa, juga asal senjata yang didapat.
Terpisah, Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, menyebut jumlah anggota kelompok Egianus berjumlah 50 orang.
Menurut Aidi kelompok Kogoya memiliki senjata ilegal dengan standar militer dan bahkan standar organisasi The North Atlantic Treaty Organization (NATO).
Aidi juga menyebut KKB pimpinan Egianus Kogoya itu punya perlengkapan senjata standar militer karena merampas milik anggota TNI-Polri dan pasokan dari luar negeri secara ilegal.
"Dari data laporan intelijen yang kita terima, mereka memiliki senjata api. Senjata standar militer. Jumlahnya puluhan, standar militer, standar NATO," kata Aidi di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Meski begitu, Aidi mengaku belum memiliki informasi rinci seputar kekuatan senjata yang dimiliki kelompok Egianus saat ini.
Ia hanya mengatakan bahwa kelompok itu memiliki berbagai jenis senjata yang didapatkan dari hasil rampasan milik TNI-Polri maupun yang berasal dari luar negri.
"Sebagian senjata api itu diambil dari hasil rampasan terhadap TNI-Polri di pos-pos [penjagaan]. Sebagian juga yang selama ini berhasil kita sita senjatanya ada yang indeks TNI dan Polri, ada juga yang bukan indeks TNI/Polri artinya berasal dari luar [negeri]," kata dia.

Lebih lanjut, Aidi mengaku belum bisa memastikan negara mana yang menyuplai senjata ke tangan kelompok Egianus.
Ia hanya menyatakan senjata-senjata yang dimiliki kelompok tersebut kebanyakan buatan pabrikan senjata dari negara Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat.
"Termasuk buatan Pindad sendiri ada. Memang tidak semua negara memiliki produksi senjata. Tapi semua negara memiliki angkatan bersenjata. Jadi bisa dari mana saja itu senjatanya," kata dia.
Aidi mengatakan pihaknya bersama Polri telah menerjunkan Satgas Penegakan Hukum untuk memburu Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.
Ia menegaskan operasi 'pemburuan' KKB Egianus saat ini sudah dilakukan oleh Satgas Gakkum yang merupakan personel gabungan TNI-Polri tersebut.
"Sejauh ini sudah berjalan operasi penegakan hukum," kata Aidi saat dihubungi, Rabu (5/12).
Satgas Gakkum ini dibentuk sekitar dua bulan lalu, ketika rentetan peristiwa teror dan serangan dilakukan oleh KKB. Satgas ini diisi oleh kekuatan gabungan dari personel Polda Papua dan Kodam Cendrawasih.

Aidi enggan membeberkan berapa jumlah personel Satgas Gakkum yang dikerahkan untuk memburu dan menangkap kelompok Egianus.
Namun, sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan sebanyak 154 personel gabungan TNI/Polri dikirim ke Papua pascapembantaian sejumlah pekerja proyek jembatan di distrik Yigi, Nduga, Papua.
Tambahan personel tersebut untuk memulihkan keamanan di tanah Papua.
"Masyarakat Papua butuh keamanan dan kenyamanan. Pemerintah berupaya untuk memulihkan keamanan dan kenyamanan di sana," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11/2018).
Pemerintah belakangan juga mengirim Pasukan Raider Kostrad untuk memburu kelompok bersenjata di Papua.
Batalyon 751/Raider memiliki tugas Operasi yang bersifat khusus yaitu, Teknik Driil Kontak, Infiltrasi atau penyusupan, eksfiltrasi, Mobud, Ralasuntai, Raid Baswan, Raid Penghancuran.
Kemapuannya tidak perlu diragukan lagi, pada 7 Juni 2014, anggota TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) 751/Vira Jaya Sakti Kodam XVII/Cenderawasih yang bertugas di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya berhasil menembak mati Komandan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Kontak tembak tersebut terjadi sekitar pukul 05.00 pagi, di mana pada saat kejadian prajurit TNI sedang berpatroli di wilayah sekitar Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Batalyon 751/Raider bersama Kopassus juga melakukan operasi Pembebasan Sandera di Camp Kimbely, Tembagapura, Papua pada November 2017 lalu.
Sebanyak 13 Anggota Kopassus dan 30 pasukan elite Batalyon 751 Raider ditugaskan untuk merebut Camp Kimbely.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin Siregar bersama Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Yosua Pandit Sembiring akan memimpin langsung operasi penegakan hukum terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) di wilayah Nduga Papua.
“Beberapa hari ini kami fokus evakuasi terhadap korban yang selamat dan yang meninggal dunia, hingga tadi kami kembalikan jenazahnya ke kampung halaman mereka masing-masing.

Rencananya besok Kapolda dan Pangdam dari Timika akan bertolak kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya bersama tim,” ungkap Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal, Jumat (7/12/2018) malam.
Kamal menjelaskan, beberapa hari ini semua pihak fokus terhadap proses evakuasi terhadap para korban yang ditemukan di lokasi kejadian.
“Mulai besok kami akan fokus mencari sisa korban lainnya. Namun, kami juga akan melalukan pengejaran terhadap para kelompok KKB, untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka,” katanya.
Kapolda dan Pangdam, lanjut Kamal, mulai besok akan kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku. Bahkan, kedua pimpinan aparat penegak hukum itu akan bertolak ke lokasi kejadian.
“Rencananya Kapolda dan Pangdam akan bertolak ke Nduga, untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku pelaku. Di sini TNI hanya memback up aparat kepolisian, yang melalukan penegakan hukum,” ujarnya.
Sampai sejauh ini, ungkap Kamal, personel Polri dan TNI masih menguasai wilayah Nduga khususnya Puncak Kabo dan Distrik Mbua, lokasi para karyawan PT Istaka Karya dibunuh.
“Personel kami sampai sejauh ini terus berupaya mengejar mereka.
Hanya karena kondisi medan lebih dikuasai oleh para kelompok ini, membuat kami mendapat kendala untuk menangkap mereka,” pungkasnya. (tribunnews/bbc indonesia/kompas.com)